Tumbuh 13 Persen dalam 5 Tahun, DPK Bank Syariah Kalahkan Konvensional

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah sudah melampaui perbankan konvensional dalam waktu lima tahun terakhir.

oleh Arief Rahman H diperbarui 21 Mar 2022, 09:30 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2022, 09:30 WIB
FOTO: Pelayanan Bank Syariah Indonesia Usai Diresmikan Jokowi
Pekerja beraktivitas di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). Pada 27 Januari 2021, BSI telah mendapatkan persetujuan dari OJK ditandai dengan keluarnya Salinan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor 4/KDK.03/2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah sudah melampaui perbankan konvensional dalam waktu lima tahun terakhir.

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI menilai hal ini sebagai potensi besar yang harus terus dikembangkan dan ada 9 segmen utama yang akan dipacu untuk menggenjot pertumbuhan kinerja.

Hal iitu disampaikan oleh Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi dalam acara seminar nasional yang diselenggarakan oleh Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) di Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Menurut Hery, hal tersebut menandakan preferensi masyarakat Indonesia yang semakin menguat terhadap perbankan syariah saat ini. 

“Dalam waktu 5 tahun pertumbuhan Dana Pihak Ketiga di bank-bank syariah tumbuh di atas bank konvensional. Dalam kurun waktu tersebut DPK bank syariah tumbuh sebesar 13,8 persen, sementara bank konvensional 7,8 persen, jadi kenaikan hampir dua kali lipatnya. Ini adalah potensi pasar yang sangat besar bagi bank-bank syariah Indonesia ke depannya,” kata Hery, dikutip Senin (21/3/2022). 

Hingga akhir 2021, data Otoritas Jasa Keuangan menyebut total DPK perbankan syariah nasional mencapai Rp548,10 triliun. Sedangkan DPK yang berhasil dihimpun BSI pada 2021 mencapai Rp Rp233,25 triliun atau tumbuh 11,12 persen secara tahunan.

 Lebih lanjut Hery mengatakan untuk mengembangkan potensi besar tersebut ada 9 segmen utama ekosistem Islam yang saat ini sedang dikembangkan oleh BSI. Yaitu masjid, haji dan umrah, Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf (Ziswaf), sekolah Islam, fesyen halal, makanan dan minuman halal, layanan kesehatan halal, serta 2 ekosistem terbaru adalah produk ekspor halal dan pariwisata halal. 

Mengacu data yang dimiliki perseroan, saat ini ada 278.255 masjid di Indonesia. Dengan jumlah masjid tersebut, terdapat peluang ekonomi syariah dari potensi penghimpunan zakat, infaq, sedekah dan wakaf (Ziswaf) dengan nilai hampir Rp400 triliun.

Adapun industri halal di Indonesia potensi nilainya kurang lebih mencapai Rp4.375 triliun. Dari total nilai tersebut, industri makanan dan minuman halal menyedot porsi terbanyak yaitu senilai Rp2.088 triliun. 

“Di samping itu, kami juga terus mengembangkan program-program untuk membantu para UMKM untuk bisa naik kelas dan mengembangkan usaha mereka. Kami sudah memiliki UMKM Center di Aceh, yang Insya Allah akan kami buka juga di berbagai daerah ke depannya. Bersama dengan Kementerian BUMN dan Kementerian Koperasi dan UKM, kami juga sudah membuat Talenta Wirausaha BSI,” papar Hery dalam acara bertema Promoting Religious Moderation Values to Encourage Country Sustainable Development Performance; The Economic, Social and Environment Standpoint tersebut. 

 

Berharap pada BSI  

FOTO: Pelayanan Bank Syariah Indonesia Usai Diresmikan Jokowi
Pekerja melayani nasabah di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). Dirut BSI Hery Gunardi menjelaskan bahwa integrasi tiga bank syariah BUMN yakni Bank BRI Syariah, BNI Syariah, dan Bank Syariah Mandiri telah dilaksanakan sejak Maret 2020. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dalam kesempatan yang sama Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan bahwa industri halal dalam negeri harus terus didorong untuk bisa bersaing dengan produk-produk halal dari negara lain.

Erick berharap kehadiran BSI bisa semakin menggerakan industry halal nasional karena dia menilai saat ini Indonesia masih menjadi pasar bagi produk halal luar negeri.

Padahal dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia seharusnya Indonesia harus menjadi produsen produk halal dunia. Seperti diketahui, jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 229 juta jiwa atau sekitar 87,2 persen dari total populasi. Hal itu diperkuat dengan tren hijrah pada generasi milenial.  

“Kita harus bisa menciptakan dan membangun dan mengembangkan ekosistem industri halal, ini yang harus diutamakan agar kita bisa memenuhi permintaan dalam negeri dan bisa ekspor. Sekarang ini yang menyediakan produk-produk halal dunia malah negara-negara seperti Thailand, Brazil, India, dan Argentina yang bukan negara mayoritas Muslim, ini yang ke depannya harus kita ubah. Makanya opsi pertamanya kita mempunyai bank syariah yang besar. Dengan hadirnya BSI, saya berharap industri dan ekosistem halal kita bisa terus berkembang,” kata Erick. 

Dalam acara tersebut Ketua OIAA Indonesia yang juga Wakil Komisaris Utama BSI M. Zainul Majdi atau yang akrab disapa TGB menyebut ekonomi syariah harus terus dikembangkan dan diperkuat. Karena ekonomi syariah mampu menghadirkan nilai-nilai keadilan, keseimbangan, keberlanjutan, dan kemaslahatan untuk semua.  

“Keadilan artinya bahwa aktivitas ekonomi tidak boleh hanya mementingkan satu kelompok dan menyingkirkan kelompok yang lain. Aktivitas ekonomi tidak boleh memudaratkan bumi yang diberikan oleh Allah sebagai amanah untuk kita. Kemaslahatan artinya semua sejahtera tidak hanya sebagian yang sejahtera tetapi sebagian yang lain tetap terpuruk dalam keberlanjutan aktivitas ekonomi. Dalam konteks ini tidak boleh berarti kita mengeruk atau mengeksploitasi hari ini dengan kemudian merugikan generasi yang akan datang,” ucap TGB.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya