RI Butuh Hingga 10 Pabrik Hilirisasi Batu Bara DME buat Hapus Subsidi LPG Rp 70 Triliun

Erick Thohir ingin perusahaan batu bara swasta mulai meng-switch kepada DME.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Mar 2022, 14:26 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2022, 14:25 WIB
Produk DME yang disebut-sebut menggantikan peran LPG karena harganya lebih murah
Produk DME yang disebut-sebut menggantikan peran LPG karena harganya lebih murah. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia masih memberikan subsidi LPG yang cukup besar setiap tahunnya senilai Rp 70 triliun. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menuturkan jika cara Indonesia lepas dari subsidi LPG dengan mendorong proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) atau gasifikasi batu bara.

Indonesia dikatakan setidaknya membutuhkan 8 sampai 10 unit pabrik hilirisasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) atau gasifikasi batu bara untuk bisa terbebas dari tanggungan subsidi LPG Rp 70 triliun.

Keberadaan pabrik ini menjadi strategi Indonesia bisa menghapus subsidi LPG melalui proyek DME atau gasifikasi batu bara.

"LPG kita ini yang namanya subsidi sampai Rp 70 triliun. Apa solusinya kita mempunyai batu bara yang nantinya tidak terpakai lagi untuk green energi. Ini harus diproses untuk gasifikasi apakah itu metanol," tutur Erick Thohir dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Dia memprediksi jika 1 perusahaan DME yang  dibangun bisa menyumbang Rp 7 triliun. Dari hitungan inilah, Indonesia memerlukan 8 sampai 10 pabrik gasifikasi batu bara untuk DME.

Erick Thohir meminta komitmen swasta dalam mengembangkan mendorong pembangunan pabrik DME di Indonesia. Dengan demikian, ketergantungan Indonesia untuk impor LPG bisa segera diatasi.

"Tidak hanya BUMN, tapi kita mengharapkan juga perusahaan batu bara swasta mulai meng-switch kepada DME. Sehingga ketergantungan kita terhadap LPG negara lain bisa kita reduce," tandasnya.

 

Menteri ESDM Buktikan DME Lebih Hemat dan Efisien dari LPG

Pembangunan pabrik gasifikasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Pembangunan pabrik gasifikasi batu bara menjadi Dimetil Eter (DME) di Muara Enim, Sumatera Selatan.

Pembakaran dengan memakai dimethyl ether (DME) dipastikan lebih baik dan efisien ketimbang Liquefied Petroleum Gas (LPG).

Hal ini yang membuat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif yakin DME layak menjadi bahan bakar alternatif untuk program substitusi energi di Indonesia.

Dia menuturkan dari sekitar 200 percobaan yang dilakukan oleh Lemigas, menunjukkan efisiensi LPG pembakaran DME juga lebih baik dibanding LPG.

"Fraksi karbon beratnya kalau di LPG masih tertinggal di dalam sisa botol, sedangkan kalau DME masih bisa dioptimalkan, sehingga ini menjadi salah satu advantage (keuntungan)," kata Arifin dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, pekan lalu.

Pemanfaatan DME, sambung Arifin, menggunakan jenis batubara yang memiliki kalori 3.800 kkal/kg karena tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan PLN. "Ini juga dilakukan di lokasi mulut tambang, jadi memudahkan proses pengangkutan," tambahnya.

Pemerintah telah memperhitungkan harga keekonomian DME yang telah disepakati agar produk ini mampu bersaing dengan harga LPG.

Adapun manfaat yang diterima oleh negara melalui substitusi DME tersebut berupa pemanfaatan sumber daya alam, menghemat devisa impor LPG, dan memenuhi in-situ di lokasi mulut tambang yang dapat mengatasi isu kelangkaan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya