Pertamina Pastikan Stok BBM Subsidi ke SPBU Sudah Normal

Pertamina memastikan kekurangan pasokan bahan bakar minyak (BBM), terutama jenis Pertalite dan Solar di beberapa titik SPBU sudah teratasi.

oleh Tira Santia diperbarui 06 Apr 2022, 21:55 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2022, 21:49 WIB
FOTO: Antrean Kendaraan di SPBU Jelang Kenaikan Harga Pertamax
Sejumlah kendaraan mengisi bahan bakar minyak (BBM) di sebuah SPBU di Jakarta, Kamis (31/3/2022). PT Pertamina (Persero) akan memberlakukan tarif baru BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 pada 1 April 2022. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina terus mengambil langkah guna memastikan stok bahan bakar minyak (BBM) di masyarakat cukup. Perseroan memastikan pasokan BBM subsidi ke SPBU sudah lancar, dengan stok Solar dan Pertalite dalam posisi aman.

Dengan langkah ini, Pertamina memastikan kekurangan pasokan bahan bakar minyak (BBM), terutama jenis Pertalite dan Solar di beberapa titik SPBU sudah teratasi.

Terhambatnya pasokan BBM subsidi ke SPBU dikatakan merupakan reaksi kenaikan harga BBM jenis Pertamax pada Jumat, 1 April 2022. Di mana, imbas kenaikan Pertamax, masyarakat banyak yang bermigrasi (shifting) ke Pertalite.

“Pertamina juga terus memonitor secara real time dan memasok SPBU yang stoknya sudah mulai menipis untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,” ujar Pjs Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina, Irto P Gintings di Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Sejak Jumat pekan lalu, Pertamina juga menyiagakan terminal (BBM) hingga 24 jam untuk mengisi SPBU yang kekurangan pasokan.

“Saat ini kami terus memenuhi kebutuhan SPBU dan memonitor seluruh rantai distiribusi sebagai antisipasi menyeimbangkan antara konsumsi dan distribusi ke SPBU,” katanya.

Secara umum, kata dia, terjadi tren peningkatan konsumsi BBM masyarakat dengan terus terkendalinya pandemi COVID-19. Apalagi, tren rerata konsumsi mulai menyerupai tahun 2019.

“Pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5 persen turut mendorong aktivitas logistik kendaraan angkutan dan ekonomi masyarakat sehingga turut menyumbang peningkatan konsumsi BBM,” katanya.

Menurut Irto, pada Jumat dan Sabtu pekan lalu, Pertalite sempat ada peningkatan permintaan, mengingat mobilisasi masyarakat juga tinggi. Sementara hari Minggu konsumsi sudah melandai.

“Potensi peralihan dari Pertamax ke Pertalite mungkin ada, namun belum bisa kita lihat dalam 2-3 hari pasca penyesuaian harga. Ini masih sementara saja nanti akan kita lihat dalam 1-2 minggu trennya,” kata dia.

Terkait solar, Irto mengatakan, penyaluran Solar subsidi sesuai regulasi Perpres No 191 Tahun 2014. Volume Solar subsidi mengikuti alokasi yang diberikan Pemerintah. Pertamina sudah menyalurkan 11 persen kelebihan kuota untuk menormalisasi antrean.

“Saat ini kami terus berkoordinasi dengan BPH Migas untuk memastikan alokasi kuota. Dan dalam rangka satgas RAFI, kami saat ini terus menyalurkan Solar subsidi bagi SPBU terutama di jalur-jalur logistik dan jalur utama,” ujarnya.

 

Jadi Pelajaran

FOTO: Antrean Kendaraan Jelang Kenaikan Harga Pertamax
Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Jalan MT Haryono, Jakarta, Kamis (31/3/2022). Harga BBM jenis Pertamax naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 mulai 1 April 2022 pukul 00.00. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Zainul Arifin, Peneliti ReforMiner Institute, menilai terhambatnya pasokan BBM subsidi ke SPBU lebih karena stok yang belum datang. Hal ini dinilai wajar dan biasa.

“Namun karena momentumnya (bersamaan dengan kenaikan harga Pertamax, red) kemudian bergulir sedemikian rupa di media sosial menjadi ramai,” ujar Zainul.

Kekurangan pasokan BBM subsidi tidak terjadi di banyak SPBU. Kekurangan stok hanya terjadi di beberapa titik saja dan tidak mencerminkan seolah kelangkaan BBM terjadi pada satu kawasan.

“Yang terjadi (kelangkaan) sebetulnya hanya satu-dua SPBU. Kalau zaman dulu, langka tak masalah. Karena zaman medsos, yang apa-apa viral, hal tersebut jadi masalah,” ujarnya.

Zainul menyebutkan kasus kekurangan BBM subsidi pada beberapa SPBU mesti jadi pelajaran semua pihak bahwa sebelum ada kenaikan harga, stok BBM harus siap.

Selain itu, harus ada instruksi tegas pada semua SPBU dan komunikasi publik yang baik tetap perlu dilakukan.

“Secara teori, pada saat panik perilaku konsumen cenderung tidak terduga. Ini yang semestinya diantisipasi oleh produsen agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.

 

 

 

Sesuai Prosedur

Pertamina Turunkan Harga BBM
Pengendara mengisi BBM di SPBU Jakarta.(Liputan6.com/AnggaYuniar)

Pertamina dinilai telah menjalankan prosedur standar operasi saya yang benar. Namun, dia mengingatkan, bahwa sebagian besar SPBU milik swasta yang dalam wilayah tertentu domain manajemen ada pada mereka.

Apalagi untuk BBM tertentu dan penugasan ada penjatahan atau kuota. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menurunkan dan menghitungkan berapa anggaran subsidi/kompensasi yang diperlukan.

Jugi Prajogio, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) periode 2007-2001 dan 2017-2021, menilai setiap SPBU sudah sangat mumpuni untuk mengantisipasi kekurangan pasokan. Apalagi Solar subsidi sudah ada kuotanya.

“Untuk menaikkan kuota Pertalite juga menjadi ‘susah’ pada kondisi saat ini karena akan menjadi beban Pertamina dan Pemerintah,” ujarnya.

Terkait rantai pasok BBM ke SPBU, Jugi mengatakan, pengalamannya selama dua periode menjadi anggota Komite BPH Migas, Pertamina sudah sangat andal dan mumpuni. “Seingat saya, tidak lama pengirimannya sejak PO terbit, ini bisa dilihat dari stok di masing-masing SPBU dalam kondisi yang aman,” katanya.

Saat menjabat Komite BPH Migas, Jugi mengaku ada penjatahan untuk BBM subsidi. Tidak ada cara lain agar subsidi tepat sasaran.

“Makanya kuota BBM subsidi ditetapkan per provinsi/kabupaten/kota, termasuk per masing-masing SPBU,” ujarnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya