Liputan6.com, Jakarta Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan, stabilitas sistem keuangan Indonesia berada dalam kondisi normal ditengah tekanan eksternal yang meningkat akibat tekanan perang di Ukraina.
Namun demikian, perbaikan ekonomi global akan mengalami tekanan lebih rendah dibanding proyeksi sebelumnya.
Baca Juga
"Hal ini juga disertai volatilitas pasar keuangan yang meningkat seiring ekskalasi perang yang terjadi antara Ruisa dan Ukraina," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Rabu (13/4/2022).
Advertisement
Sri Mulyani mengatakan, ekspektasi yang tadinya positif terhadap pertumbuhan ekonomi global seiring dengan meredanya Covid-19, tertahan atau mengalami tekanan karena ekskalasi perang di Ukraina yang terjadi sejak 24 Februari 2022.
"Langkah pengenaan sanksi, yang dilakukan oleh negara negara seperti Amerika Serikat, Eropa dan G7+ di tengah masih terganggu rangkaian pasok menekan volume perdagangan dan prospek pertumbuhan ekonomi global," jelasnya.
Perang tersebut, kata Sri Mulyani, memicu kenaikan harga komoditas global secara signifikan, terutama komoditas energi, pangan dan logam. Hal inipun berdampak pada meningkatnya inflasi global.
"Peperangan di Ukraina juga menciptakan tantangan normalisasi kebijakan moneter di negara maju yang kemudian meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan global," jelasnya.
Pemulihan Ekonomi Indonesia Terjaga
Sri Mulyani melanjutkan, pemulihan ekonomi Indonesia terjaga terutama ditopang makin baiknya penanganan Covid-19 dan pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat yang kemudian mendorong kegiatan perekonomian di dalam negeri.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap kuat yang didukung oleh kegiatan konsumsi rumah tangga, investasi, serta dukungan belanja pemerintah," jelasnya.
Sementara itu, kinerja ekspor dalam hal ini meningkat, namun tetap harus diwaspadai dengan adanya perkembangan ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi global yang terancam akibat perang. Sejumlah indikator ekonomi hingga awal Maret 2022 tercatat baik.
"Seperti indeks keyakinan konsumen, penjualan eceran, penjualan kendaraan bermotor, konsumsi semen dan konsumsi listrik. Dari sisi eksternal, surplus neraca perdagangan pada Februari 2022 meningkat mencapai USD 3,83 miliar," tandasnya.
Advertisement
ADB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI 5 Persen di 2022
Asian Development Bank (ADB) memperkirakan perekonomian Indonesia tahun 2022 akan tumbuh 5,0 persen. Angka ini lebih baik dari pertumbuhan di tahun 2021 sebesar 3,69 persen. Kemudian seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 menjadi 5,2 persen.
“Setelah merosot di kuartal ketiga, pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik dengan cepat dan menutup 2021 dengan keluaran yang lebih tinggi daripada masa pra-pandemi 2019. Pertumbuhan terjadi di berbagai bidang dan akan menguat pada 2022 seiring normalisasi kegiatan ekonomi,” kata Direktur ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga dalam keterangan resminya, Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Jiro menuturkan pengeluaran rumah tangga dan investasi di Indonesia memasuki 2022 semakin kuat. Gelombang ketiga Covid-19 yang baru dilalui juga berdampak minimal terhadap pertumbuhan.
Hanya saja, pemerintah harus memitigasi dampak geopolitik Rusia-Ukraina jika berlangsung dalam jangka panjang. Sebab ini akan menjadi tantangan bagi pemulihan ekonomi Indonesia.
"Namun, apabila invasi Rusia di Ukraina terjadi berlarut-larut, hal ini dapat berdampak signifikan terhadap inflasi dan keseimbangan fiskal," tuturnya.
Asian Development Outlook (ADO) 2022 menyebutkan pengeluaran konsumen dan kegiatan manufaktur di Indonesia terus tumbuh karena naiknya pendapatan, pekerjaan, dan optimisme. Investasi terbantu oleh naiknya permintaan, perbaikan iklim investasi dan iklim berusaha, serta pemulihan kredit.
Inflasi Naik
Inflasi, yang mencapai rata-rata 1,6 persen tahun lalu, diperkirakan akan naik menjadi 3,6 persen pada 2022. Kondisi ini didorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan harga komoditas yang lebih tinggi. Namun tetap masih akan berada dalam rentang target Bank Indonesia.
Inflasi diperkirakan akan turun ke 3,0 persen pada 2023 seiring meredanya kenaikan harga komoditas.
Namun, harga yang lebih tinggi untuk ekspor komoditas Indonesia akan mengimbangi turunnya volume ekspor. Sehingga menjaga transaksi berjalan tetap imbang dan menghasilkan tambahan pendapatan.
Advertisement