Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan tarif listrik dan harga Pertalite serta Solar. Ini merupakan langkah strategis agar keuangan negara tidak terlalu berat.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan melihat kenaikan harga pertalite dan tarif listrik bisa berdampak besar pada ekonomi masyarakat yang sudah terbebani harga yang tinggi.
Baca Juga
"Ini pasti akan terdampak di daya beli masyarakat, juga terhadap beban keuangan mereka, juga akan ada potensi terjadinya kenaikan harga barang," kata Mamit kepada Liputan6.com, Kamis (14/4/2022).
Advertisement
"Itu bisa menyebabkan terjadinya inflasi," sambungnya.
Mamit menyarankan agar Pemerintah tidak memberlakukan kenaikan tarif listrik dan pertalite dalam waktu dekat.
Ia memahami bahwa kondisi keuangan negara sedang sulit dengan harga minyak dunia yang terus naik, Juga beban dengan bertambahnya subsidi listrik dan dana kompensasi untuk BBM.
"Hanya saja, menurut saya, kalau bisa (kenaikan tarif listrik dan pertalite) tidak diberlakukan dalam waktu dekat. Berikan dulu ruang pada masyarakat, setelah pandemi kemarin, hingga perekomonian mereka bisa tumbuh lagi," jelas Mamit.
Ditambah lagi, dalam waktu dekat ini ada dua momen yang sedang dinanti masyarakat, yaitu libur Idul Fitri dan tahun ajaran baru pada bulan Juli mendatang, sehingga diperlukan banyak biaya yang harus dikeluarkan.
"Jadi menurut saya baiknya (kenaikan tarif listrik dan pertalite) tidak diberlakukan dalam waktu dekat, bila memang harus dinaikkan," Mamit menegaskan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Isyarat Kenaikan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengisyaratkan kenaikan harga pertalite dan listrik.
"Dalam (strategi) jangka menengah dan panjang...,penyesuaian harga Pertalite, minyak Solar, dan mempercepat bahan bakar pengganti (kendaraan listrik, bahan bakar gas, bioetanol, maupun BioCNG)," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, dikutip Kamis (14/4/2022).
"Dalam jangka pendek rencana penerapan tarif adjustment untuk tahun 2022 ini," ujarnya.
Menteri Arifif menjelaskan, penyesuaian tarif listrik ini diperlukan untuk menghemat pengeluaran APBN yang berkisar Rp 7 triliun sampai Rp 16 triliun.
"Penyesuaian pengurangan tekanan APBN di sektor ketenagalistrikan, dalam jangka untuk bisa dilakukan penghematan kompensasi Rp 7 sampai Rp 16 triliun," jelasnya.
Advertisement
Kenaikan Tarif Listrik dan LPG 3 Kg Ditentang Keras YLKI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak keras rencana pemerintah untuk menaikkan tarif listrik dan gas LPG subsidi kemasan 3 kilogram pada tahun ini harus ditolak.
Menurut Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, penerapan kebijakan penyesuaian harga tersebut mengindikasikan adanya tindakan kekerasan ekonomi (violence of economy) yang dilakukan oleh negara terhadap masyarakatnya.
"Wacana menaikkan tarif dasar listrik dan gas LPG 3 kg, harus ditolak. Hal itu mengindikasikan adanya tindakan kekerasan ekonomi (violence of economy) yang dilakukan oleh negara kepada warganya," kata Tulus kepada wartawan, Kamis (14/4).
Dia menyebut, jika kebijakan penyesuaian harga itu dilakukan akan mengakibatkan jebolnya benteng pertahanan ekonomi rumah tangga masyarakat. Mengingat, saat ini, masyarakat tengah dibebankan kenaikan sembako dan komoditas energi.
"Khususnya kenaikan bahan pangan, gas elpiji non PSO, BBM, PPN, dan lainnya," bebernya.
Untuk itu, YLKI mendesak Pemerintah agar mencari jalan keluar yang lebih bijaksana dan cerdas ketimbang melakukan penyesuaian harga dalam menyikapi kenaikan komoditas energi dunia.
Hal ini sebagai bentuk keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat di tengah perbaikan daya beli setelah tertekan cukup lama akibat pandemi Covid-19.
"Jangan hanya harga pasar sebagai jargon untuk menaikkan tarif/harga. Kalau bisanya hanya menaikkan dan tunduk pd tekanan pasar, lalu apa gunanya negara?," kerasnya mengakhiri.