Tak Boleh Ekspor Bahan Baku, Harga Minyak Goreng Belum Tentu Turun

Imbas pelarangan ekspor langsung dirasakan ke petani sawit. Harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit nya turun hingga 50 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 27 Apr 2022, 17:45 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2022, 17:45 WIB
FOTO: Kenaikan Harga Minyak Goreng Penyumbang Utama Inflasi
Pedagang menata minyak goreng di sebuah pasar di Kota Tangerang, Banten, Selasa (9/11/2011). Bank Indonesia mengatakan penyumbang utama inflasi November 2021 sampai minggu pertama bulan ini yaitu komoditas minyak goreng yang naik 0,04 persen mom. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira, menilai diberlakukannya larangan ekspor Refined bleached, and deodorized atau RBD palm Olein, belum tentu bisa menurunkan harga minyak goreng.

Adapun pelarangan ekspor produk RBD palm olein berlaku untuk 3 kode Harmonized system, yaitu HS 1511 9036, HS 1511 9037, HS 1511 9039.

“Apakah akan turun harga minyak goreng? Belum tentu, karena produsen akan kompensasi hilangnya pendapatan ekspor RBD olein dengan meningkatkan margin keuntungan minyak goreng khususnya kemasan. Jadi, harga minyak gorengnya akan sulit turun,” kata Bhima kepada Liputan6.com, Rabu (27/4/2022).

Dia menjelaskan, kenaikan harga CPO di pasar internasional juga terjadi merespon pelarangan ekspor RBD Palm olein. Jika dicabut, harga sudah terlanjur tinggi dan akan menjadi acuan harga jual minyak goreng baru.

“Produsen juga bisa kurangi stok RBD olein yang berlimpah dengan sengaja tidak memproses RBD olein dan hanya fokus pada produk turunan CPO lainnya. Pertanyaan besarnya siapa yang akan menanggung ekses kelebihan pasokan RBD olein? Tentu pengusaha tidak mau ambil resiko stok menumpuk di gudang karena ada biaya tambahan,” ujar Bhima.

Di sisi lain, imbas pelarangan ekspor langsung dirasakan ke petani sawit. Harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit nya turun hingga 50 persen.

“Ini reaksi dari perusahaan sawit, karena antisipasi stok bahan baku berlimpah jika larangan ekspor diberlakukan. Ketidakjelasan aturan pemerintah juga dimanfaatkan dengan baik oleh para pengepul tandan buah segar,” ujarnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kesalahan di Komunikasi

Minyak goreng curah
Imbas pelarangan ekspor langsung dirasakan ke petani sawit. Harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit nya turun hingga 50 persen.

Menurutnya, kesalahan terletak pada komunikasi Pemerintah yang mengambang. Statemen Presiden sendiri tidak jelas, apakah yang dilarang ekspor CPO atau RBD Palm olein. Aturan teknis juga belum keluar dari Kementerian Perdagangan, apa yang dimaksud bahan baku minyak goreng.

“Alhasil seluruh CPO dianggap oversupply dan pengepul leluasa menekan harga ditingkat petani. Ini juga menjadi bukti bahwa mata rantai sawit yang paling rentan adalah petani atau pekebun rakyat dan buruh tani,” katanya.

Tentunya, hal ini menjadi pelajaran penting bagi Pemerintah, harus ada Permendagnya atau aturan teknis yang dikeluarkan harus jelas. Seperti, jangka waktu penghentian ekspor juga harus jelas sehingga tidak rugikan petani.

 

Pengusaha Bandel, Akhirnya Pemerintah Larang Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng

Tahun Depan, Minyak Curah Dilarang Dijual di Pasar
Imbas pelarangan ekspor langsung dirasakan ke petani sawit. Harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit nya turun hingga 50 persen.

Sebelumnya, Menteri Investasi/kepala BKPM Bahlil Lahadalia memastikan bahwa larangan ekspor bahan baku minyak goreng ini tidak akan memengaruhi realisasi investasi yang masuk ke dalam negeri.

Pelarangan ekspor Refined, Bleached, Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein) tersebut merupakan sikap tegas pemerintah kepada pengusaha yang tidak mendukung upaya pemerintah menjaga stabilitas harga minyak goreng di Tanah Air.

"Saya ingin sampaikan pilihan pemerintah stop sementara ekspor bahan baku minyak goreng ini pilihan terbaik dari yang terjelek dari yang ada," kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/4/2022).

Bahlil mengatakan keputusan Presiden Joko Widodo melarang ekspor RDB Palm Olein tersebut merupakan respons dari sikap pengusaha yang tak mau menuruti kebijakan pemerintah dalam hal penyediaan minyak goreng di dalam negeri. Banyak kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah yang memberikan keberpihakan kepada penguasaha.

Hanya saja tidak semua pengusaha tunduk pada aturan pemerintah. Sebaliknya, ingin mengatur negara demi kepentinganya belaka.

"Kalau sebagian pengusaha tidak mau (ikuti kebijakan pemerintah) maka pemerintah bisa memberhentikan pengusaha," kata dia.

Dia meyakini pemerintah memang tidak boleh semena-mena dengan pengusaha. Namun di sisi lain, pengusaha tidak boleh mengatur negara seenaknya saja.

"Pemerintah tidak boleh semena-mena dengan pengusaja tapi pengusaha ini jangan main-main juga sama pemerintah," kata dia.

 

Pengusaha Sudah Untung

Menurut Bahlil, sejak harga CPO meroket para pengusaha telah banyak meraup keuntungan. Pemerintah pun merasa tidak keberatan dengan hal tersebut, hanya saja meminta pengsuaha untuk tetap menjaga stok kebutuhan di dalam negeri.

"Pengusaha ini harus tahu diri, jangan jadi yang mengatur, karena keputusan ini untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat," kata dia.

Dia tak ingin Indonesia sebagai negata terbesar pemilik CPO namun mengalami kelangkaan minyak goreng. "Jangan kita jadi ekportir CPO terbesar dunia tapi bahan bakunya di dalam negeri tidak ada," ungkapnya.

 

Infografis Dugaan Peran 4 Tersangka Kasus Mafia Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Dugaan Peran 4 Tersangka Kasus Mafia Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya