Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 pada 2022 diperkirakan bisa mencapai angka 4,7 persen. Hal tersebut merupakan hasil riset dari ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO). Sedangkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN+3 di 2023 diperkirakan mencapai 4,6 persen.
Untuk diketahui, negara ASEAN+3 adalah negara ASEAN ditambah dengan China, Jepang dan Korea.
Baca Juga
"AMRO memperkirakan pada 2022, ekonomi ASEAN+3 akan tumbuh 4,7 persen dan diproyeksikan mencapai pertumbuhan 4,6 persen pada tahun 2023," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (13/5/2022).
Advertisement
Inflasi inti (core inflation) untuk kawasan ASEAN+3 diperkirakan meningkat menjadi 3,5 persen pada tahun 2022. Kemudian akan menjadi moderat menjadi 2,3 persen pada tahun 2023.
Peningkatan inflasi tahun ini mencerminkan efek skenario low-base, penghapusan subsidi energi dan beberapa produk penting. Termasuk kendala dari sisi pasokan yang mendorong naiknya harga bahan baku, energi, transportasi, dan makanan.
"Prospek inflasi bergantung pada perkembangan harga komoditas global dan kekuatan pemulihan ekonomi," kata dia.
Dalam menghadapi situasi ekonomi saat ini, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan tiga hal yang perlu diperhatikan oleh setiap negara dalam menyusun kebijakan untuk mengatasi tantangan saat ini. Pertama kebijakan untuk melindungi kelompok vulnerable. Kedua, melindungi dan menjaga momentum ekonomi dan ketiga mengembalikan kekuatan instrumen fiskal.
Sementara untuk memperkuat kerjasama keuangan regional, Sri Mulyani mendorong penguatan AMRO sebagai lembaga yang berperan dalam memantau dan mengevaluasi stabilitas ekonomi makro di Kawasan. AMRO juga berperan penting untuk memberikan rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan terkait Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM). Ini merupakan fasilitas jaring pengaman stabilitas keuangan di kawasan.
Untuk itu, peningkatan dari sisi sumber daya manusia yang inklusif dengan dukungan dari seluruh negara anggota menjadi penting untuk dilakukan. Harapannya, AMRO dapat memberikan masukan dan rekomendasi kebijakan yang lebih kredibel kepada negara di Kawasan.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Indonesia Dinilai Sudah Bisa Keluar dari Tekanan Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memastikan, saat ini Indonesia termasuk negara yang sudah dapat keluar dari kondisi tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Sebagai tolak ukur, ia menggunakan perbandingan kondisi ekonomi pada 2019 atau sebelum Covid-19. Secara perhitungan, Indonesia termasuk satu dari sekian kecil negara yang sudah berada di atas kondisi pra pandemi.
"Berdasarkan data di kuartal I 2022 ini, kita sudah keluar dari kondisi pra pandemi, dimana saat ini kita sudah berada di 3 persen di atas rata-rata PDB tahun 2019," kata Febrio dalam sesi bincang media secara virtual, Jumat (13/5/2022).
Menurut dia, kondisi ini tentunya sangat menggembirakan. "Artinya, perekonomian kita terus pulih dan terus semakin tinggi di atas level PDB tahun 2019 lalu," imbuhnya.
Indonesia disebutnya patut bersyukur atas kondisi ini. Pasalnya, banyak negara yang sebenarnya masih terlilit dampak wabah Covid-19.
Febrio mencontohkan Filipina, yang pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2022 lalu mencapai 8,3 persen.
"Tetapi perekonomiannya masih 4 persen di bawah level PDB tahun 2019. Terutama disebabkan oleh kontraksi yang sangat dalam pada pertumbuhan ekonomi Filipina di tahun 2020 lalu," terang dia.
Selain itu, tanda-tanda pemulihan ekonomi global pun dapat dilihat dari kondisi industri manufaktur di negara berkembang maupun negara maju, dimana mayoritas sudah berekspansi.
Namun, ia menyoroti masih ada risiko yang harus dihadapi. Contohnya akibat penerapan Zero COVID-19 Policy yang diterapkan di China yang bakal turut berpengaruh kepada aktivitas manufaktur.
"Sementara Rusia Ukraina yang memiliki konflik geopolitik juga masih terkontraksi pada sektor manufakturnya. Sehingga inilah risiko-risiko yang masih harus kita hadapi dan coba mitigasi dalam konteks perekonomian global," tuturnya.
Advertisement
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,01 Persen di Kuartal I 2022
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2022 sebesar 5,01 persen. Angka ini mengalami kontraksi 0,96 persen dibandingkan pada kuartal IV-2021 yang pertumbuhannya 5,02 persen
"Dengan demikian pertumbuhan ekonomi kuartal I secara kuartal mengalami kontraksi 0,96 persen dibandingkan dengan kuartal IV-2021 dan ekonomi indonesia tumbuh 5,01 persen secara tahunan," kata Kepala BPS, Margo Yuwono di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Senin (9/5).
Margo menjelaskan kontraksi tersebut disebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2021 berada di posisi low base effect. Sebab pada tahun tersebut pertumbuhannya terkoneksi 0,70 persen.
"Tingginya angka pertumbuhan ini selain karena aktivitas ekonomi, karena low base effect kuartal I yang terkontraksi 0,70 persen," kata dia.
Sementara itu, ekonomi Indonesia bila dihitung berdasarkan PDB pada kuartal I-2022 atas dasar harga berlaku sebesar Rp 4513 triliun. Sedangkan bila berdasarkan harga konstan Rp 2819,6 triliun.
Adapun faktor pendukung pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain kapasitas produksi industri pengolahan sebesar 72,54 persen. Indeks penjualan ritel dini tumbuh meyakinkan 12,17 persen.
Dari PMI manufaktur mencapai level 51,77 persen, lebih tinggi dari Q1-2021 sebesar 50,01 persen. PLN juga melaporkan konsumsi listrik industri ini tumbuh meyakinkan sebesar 15,44 perse.
"Artinya aktivitas sektor industri mengalami pertumbuhan," kata dia.
Impor barang modal dan produksi ini tumbuh pada kuartal I-2022. Barang modal tumbuh 30,68 persen, bahan baku tumbuh 33,4 persen dan barang konsumsi tumbuh 11,77 persen.
3 dari 4 halaman