Liputan6.com, Jakarta - Aktivitas ekonomi di China mendingin tajam pada April 2022 karena meluasnya lockdown Covid-19 berdampak besar pada konsumsi, produksi industri, dan lapangan kerja.Â
Penurunan ini juga menambah kekhawatiran ekonomi dapat menyusut pada kuartal kedua.
Baca Juga
Dilansir dari Channel News Asia, Senin (16/5/2022) penjualan ritel di China pada April 2022 menyusut 11,1 persen dari tahun sebelumnya - kontraksi terbesar sejak Maret 2020, menurut data dari Biro Statistik Nasional.
Advertisement
Angka itu memburuk dari penurunan 3,5 persen yang sudah terjadi di bulan Maret 2022 dan meleset dari perkiraan untuk penurunan 6,1 persen.
Layanan makan di luar dihentikan di beberapa provinsi China, dan penjualan mobil pada bulan April juga turun 47,6 persen dari tahun sebelumnya karena pembuat mobil memangkas produksi di tengah kekosongan showroom dan kekurangan suku cadang.
Ketika langkah-langkah anti-virus mengganggu rantai pasokan dan melumpuhkan distribusi, produksi industri China turun 2,9 persen dari tahun sebelumnya, terutama lebih buruk dari kenaikan 5,0 persen pada Maret 2022 dan di bawah ekspektasi untuk pertumbuhan 0,4 persen.
Angka tersebut juga merupakan penurunan terbesar sejak Februari 2020.
Lockdown Covid-19 di China juga membebani pasar kerja, yang diprioritaskan oleh para pejabat negara itu untuk stabilitas ekonomi dan sosial.
Tingkat pengangguran berbasis survei nasional China naik menjadi 6,1 persen pada April 2022 dari 5,8 persen, tertinggi sejak Februari 2020 ketika berada di 6,2 persen.
Sebagai informasi, lockdown penuh atau sebagian diberlakukan di sejumlah kota di China pada bulan Maret dan April, termasuk penutupan yang berkepanjangan di pusat komersial Shanghai.
Lockdown yang berlangsung hingga berminggu-minggu ini membuat pekerja dan konsumen tidak bisa keluar melakukan aktivitas di luar rumah dan mengganggu rantai pasokan.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Setelah Berminggu-minggu Lockdown, Shanghai Akhirnya Buka Kembali Bisnis
Pusat ekonomi terbesar kedua di dunia, Shanghai mulai membuka kembali bisnis secara bertahap, termasuk pusat perbelanjaan dan salon, setelah berminggu-minggu dalam lockdown Covid-19 yang ketat.
Pembukaan bisnis ini dimulai pada Senin (16/5).Â
Dilansir dari Channel News Asia, Wakil Walikota Shanghai, Chen Tong mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa pusat perbelanjaan, department store, dan supermarket akan mulai melanjutkan operasi di dalam toko dan memungkinkan pelanggan untuk berbelanja dengan "cara yang tertib".Â
Sementara salon dan pasar sayur akan dibuka kembali dengan kapasitas terbatas.Â
Namun, Chen Tong tidak merinci secara spesifik tentang kecepatan atau tingkat pembukaan kembali tersebut, dan banyak masyarakat Shanghai yang merespon dengan skeptis terhadap pembukaan tersebut.
Selama lockdown Covid-19 di Shanghai, masyarakat melihat keterbatasan untuk membeli kebutuhan sehari-hari mereka, kegiatan belanja di platform online saat itu sebagian besar ditangguhkan.
Dalam satu tanda harapan, operator kereta bawah tanah Shanghai mulai melakukan pengujian sebagai persiapan untuk pembukaan kembali, menurut laporan media pemerintah, tetapi tidak memberikan informasi tentang kapan kereta itu akan beroperasi.Â
Diketahui bahwa pendekatan ketat nol Covid-19 di China, telah menempatkan ratusan juta orang di kota tersebut di bawah pembatasan dengan berbagai tingkat dalam upaya untuk menghilangkan penularan virus corona.
Pembatasan itu mendatangkan dampak besar pada ekonomi Shanghai.
Data bank sentral di China menunjukkan pinjaman di bank baru mencapai level terendah dalam hampir empat setengah tahun pada bulan April karena pandemi mengguncang ekonomi dan melemahkan permintaan kredit.
Advertisement
Pabrik Tesla di Shanghai Hanya Produksi 200 Unit
Tesla Inc akan menjalankan sebagian dari jalur produksinya di pabrik Shanghai untuk memproduksi kurang dari 200 kendaraan pada Selasa, 10 Mei 2022 menurut memo internal yang dilihat oleh Reuters.
Melansir Yahoo Finance, ditulis Rabu (11/5/2022), pembuat mobil tersebut bertujuan untuk memulihkan tingkat produksi minggu depan dengan output harian lebih dari 2.000 mobil, serta akan menangguhkan pekerjaan untuk jalur produksi yang tersisa pada Selasa.
Meski begitu, Tesla tidak segera membalas permintaan komentar.
Sebelumnya, penjualan yang moncer membuat Tesla, perusahaan mobil listrik asal Amerika Serikat, ingin mendirikan pabrik mobil baru di Cina. Keputusan ini dibuat atas permintaan pasar yang cukup besar di negeri Tirai Bambu tersebut untuk memenuhi kebutuhan domestik ataupun ekspor.
Pabrik Tesla pertama yang sejak berdiri sejak 2019, telah memberikan performa yang luar biasa untuk mencukupi permintaan pasar. Melihat pertumbuhan pasar mobil listrik yang terus bertambah, akhirnya perusahaan mobil listrik yang dipimpin oleh Elon Musk ini memutuskan menambah fasilitas produksi terbaru.
Dilansir Motorauthority, Tesla, telah membuat surat konfirmasi yang dikirim pada 1 Mei kepada pejabat Shanghai's Lingang Special Area, di mana pabrik tersebut berada.
Melalui pernyataannya tersebut, mereka mengatakan akan membangun fasilitas produksi baru dengan kapasitas tahunan mencapai 450.000 kendaraan. Mengenai mobil listrik apa yang bakal diproduksi pertama kali pada fasilitas tersebut, kabarnya mereka akan memproduksi Tesla Model 3 dan Tesla Model Y.
Area khusus Lingang adalah sebuah zona perdagangan bebas yang terletak di bagian selatan Shanghai. Pabrik Tesla ini merupakan fasilitas produksi pertama yang kepemilikiannya dimiliki asing secara penuh.
Dari pabrik tersebut, mereka telah memproduksi Tesla Model 3 dan Model Y. Mengenai performa penjualannya, sepanjang 2021 lalu, Tesla telah berhasil memproduksi sebanyak 484.130 unit kendaraan.
Selain memiliki pusat fasilitas di China, Tesla, juga telah memiliki pabrik lain yang terletak di dekat Austin, Texas. Di sana, model yang menjadi basis produksi terbesarnya adalah Model 3 dan nantinya akan menjadi basis produksi untuk model Cybertruck.