Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta DPR untuk menambah alokasi anggaran APBN untuk pos anggaran subsidi BBM, LPG, dan listrik.
Alasannya, ekonomi global mengalami tekanan akibat dampak perang Rusia dan Ukraina yang menyebabkan terjadinya disrupsi harga energi dan pangan.
Baca Juga
Dia menjelaskan, semula saat harga ICP per barel ditetapkan dalam APBN USD 63 per barel, kebutuhan subsidi dan kompensasi hanya Rp 152,5 triliun.
Advertisement
Namun setelah adanya kenaikan harga komoditas, pemerintah menetapkan harga ICP sebesar USD 100 per barel. Sehingga kebutuhan dana untuk membayar subsidi energi dan kompensasi menjadi Rp 443,6 triliun.
"Semula subsidi dan kompensasi hanya Rp 152,5 trilih menjadi Rp 443,6 triliun atau ada selisih Rp 291,0 triliun terhadap alokasi APBN 2022," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/5).
Sri Mulyani menguraikan, dalam UU APBN 2022 subsidi energi dialokasikan sebesar Rp 134,0 triliun. Terdiri dari subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 77,5 triliun dan untuk subsidi listrik Rp 56,5 triliun. Sedangkan untuk kompensasi BBM dialokasikan sebesar Rp 18,5 triliun.
Mengingat harga energi yang terus naik, maka pemerintah mengusulkan tambahan subsidi energi sebesar Rp 74,9 triliun. Dalam hal ini terjadi kenaikan alokasi subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 71,8 triliun atau alokasinya menjadi Rp 149,4 triliun.
"Kenaikan subsidi untuk BBM dan LPG ini hampir 2 kali lipat," kata dia.
Kemudian, tambahan subsidi untuk listrik hanya sebesar Rp 3,1 triliun. Sehingga alokasinya menjadi Rp 59,6 triliun dari yang semula Rp 56,5 triliun.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jaga Daya Beli Masyarakat, Pemerintah Alokasikan Kompensasi BBM dan Listrik
Sementara itu, terjadi kenaikan kompensasi untuk BBM dan listrik. Sri Mulyani menjelaskan, saat ini harga keekonomian energi mengalami peningkatan.
Namun pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga demi menjaga daya beli masyarakat di tengah momentum pemulihan ekonomi nasional. Akibatnya, selisih harga keekonomian tersebut dibebankan pada APBN.
Anggaran kompensasi yang semula Rp 18,5 triliun menjadi Rp 235,6 triliun. Artinya ada penambahan anggaran untuk kompensasi sebesar Rp 216,1 triliun.
Bendahara negara ini merincikan, alokasi dana untuk kompensasi BBM untuk meroket menjadi Rp 213,2 triliun dari semula Rp 18,5 triliun. Mengalami kenaikan Rp 194,7 triliun. Begitu juga dengan alokasi untuk kompensasi solar menjadi Rp 98,5 triliun dari semula Rp 18,5 triliun atau mengalami kenaikan Rp 80,0 triliun.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran kompensasi untuk BBM jenis pertalite sebesar Rp 114,7 triliun. Sebelumnya dalam UU APBN 2022 tidak dianggarkan. Begitu juga dengan kompensasi listrik yakni Rp 21,4 triliun.
Untuk itu pemerintah mengusulkan tambahan anggaran APBN untuk memberikan subsidi dan kompensasi. Tambahan subsidi dan kompensasi ini dilakukan pemerintah agar tidak harga-harga BBM, LPG dan listrik tidak mengalami kenaikan.
"Karena apabila ini tidak dinaikkan, harga listrik dan BBM yang naik atau sebaliknya, anggarannya tetap tapi harga BBM dan listrik yang dinaikkan. Pilihannya hanya 2 dan ini kebijakan yang diambil pemerintah meskipun itu berarti pengeluaran APBN kita lebih besar," kata dia mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Utang Luar Negeri Indonesia Turun, Tapi Masih di Kisaran Rp 6.000 Triliun
Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada kuartal I 2022 turun menjadi USD 411,5 miliar, dibandingkan dengan posisi pada kuartal sebelumnya sebesar USD 415,7 miliar (Rp 6.114 triliun).
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, menuturkan, penurunan total utang ini dampak dari turunnya utang sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) dan sektor swasta.
"Adapun secara tahunan, posisi Utang Indonesia dari Luar Negeri terkontraksi sebesar 1,1 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 0,3 persen (yoy)," jelas dia, Kamis (19/5/2022).
Tren penurunan Utang Luar Negeri Pemerintah pada kuartal I 2022 masih berlanjut. Posisinya dari USD 196,2 miliar, menurun dari posisi kuartal sebelumnya sebesar USD 200,2 miliar.
Secara tahunan, pertumbuhan Utang Luar Negeri pemerintah terkontraksi 3,4 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 3,0 persen (yoy).
Penurunan terjadi seiring beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo, baik SBN domestik maupun SBN Valas.
Serta adanya pelunasan neto atas pinjaman yang jatuh tempo selama periode Januari hingga Maret 2022, yang sebagian besar merupakan pinjaman bilateral.
Selain itu, volatilitas di pasar keuangan global yang cenderung tinggi turut berpengaruh pada perpindahan investasi pada SBN domestik ke instrumen lain, sehingga mengurangi porsi kepemilikan investor nonresiden pada SBN domestik.
Penarikan ULN pada triwulan I 2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas Pemerintah, termasuk upaya penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel.
Sebut Masih Aman
Dukungan ULN Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan belanja prioritas hingga bulan Maret 2022 antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,6 persen) dari total ULN Pemerintah).
Kemudian sektor jasa pendidikan (16,5 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,1 persen), sektor konstruksi (14,2 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,7 persen).
Posisi ULN Pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN Pemerintah.
ULN swasta menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi ULN swasta pada triwulan I 2022 tercatat sebesar 206,4 miliar dolar AS, turun dari USD 206,5 miliar pada kuartal IV 2021.
Secara tahunan, ULN swasta terkontraksi 1,8 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 0,6 persen (yoy).
Perkembangan tersebut disebabkan oleh pembayaran pinjaman luar negeri dan surat utang yang jatuh tempo selama kuartal I 2022 sehingga ULN lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) terkontraksi masing-masing sebesar 5,1 persen (yoy) dan 1 persen (yoy).
Advertisement