JPMorgan PHK Ratusan Karyawan

JPMorgan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusan karyawannya di divisi hipotek pekan ini.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Jun 2022, 20:30 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2022, 20:30 WIB
6 Arti Mimpi Dipecat dari Pekerjaan, Tidak Selalu Berarti Buruk
Ilustrasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). (Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar mengejutkan datang dari JPMorgan Chase. Bank investasi multinasional asal Amerika Serikat itu melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusan karyawannya di divisi hipotek pekan ini.

PHK tersebut kabarnya merupakan tanggapan atas lonjakan tingkat hipotek atau mortgage yang telah mengguncang pasar perumahan.

Berita PHK di JPMorgan ini pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg News.

"Pemutusan terhadap staf kami minggu ini adalah hasil dari perubahan siklus di pasar hipotek," kata JPMorgan dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNN Business, Kamis (23/6/2022).

Seorang sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada CNN Business bahwa ratusan karyawan JPMorgan (JPM) akan diberhentikan, sementara ratusan lainnya akan dipindahkan.

Namun, sumber tersebut tidak merinci secara spesifik jumlah karyawan JPMorgan yang di PHK maupun yang dipindahkan.

Sebagai informasi, tingkat hipotek meningkat pada laju tercepat sejak tahun 1987 karena upaya Bank Sentral AS atau The Fed menekan inflasi - secara agresif menaikkan suku bunga tertinggi sejak 1994.

Tidak hanya menyusutkan permintaan untuk hipotek baru, hal itu juga memukul bisnis refinancing yang semula menguntungkan.

"Pembiayaan kembali menurun drastis. Sayangnya, tidak ada kapasitas untuk mendukung model kepegawaian," jelas seorang sumber.

Tingkat Hipotek di AS Terus Meningkat Tahun Ini

Perusahaan Ini Hilangkan Budget Telepon demi Hemat Anggaran
JPMorgan Chase & Co. menghentikan suntikan budget telepon genggam bagi karyawan demi menghemat anggaran perusahaan.

Dilansir dari CNN Business, tingkat hipotek di Amerika Serikat telah meningkat lebih dari dua setengah poin persentase tahun ini.

Selain itu, pembiayaan rumah yang tinggi telah mengubah perhitungan bagi banyak calon pembeli rumah di negara itu. 

Akibatnya, penjualan rumah dari tahun ke tahun menurun dalam beberapa bulan terakhir.

Survei Federal National Mortgage Association atau yang dikenal sebagai Fannie Mae tentang sentimen pembeli rumah, mengungkapkan bahwa 79 persen respondennya melihat tahun ini adalah saat yang buruk untuk membeli rumah.

"Sementara banyak penjual rumah sudah menurunkan harga mereka, lebih banyak pemilik rumah kemungkinan akan memutuskan untuk tetap tinggal sekarang karena tingkat hipotek di rumah baru secara signifikan lebih tinggi daripada yang mereka miliki saat ini," kata Taylor Marr, wakil kepala ekonom layanan real estat di Seattle, Redfin.

Adapun kepala ekonom di Realtor.com yakni Danielle Hale, mengatakan bahwa, dengan permintaan rumah yang melebihi pasokan, persediaan rumah untuk dijual secara konsisten juga menurun dari tahun ke tahun selama pandemi

"Kami berbicara tentang persediaan yang rendah pada 2019 dan itu terus memburuk," bebernya. 

Tetapi pada bulan Mei inventaris mulai bergerak ke arah yang berbeda, menurut data Realtor.com, dan minggu terakhir melihat daftar aktif naik 13 persen dari tahun lalu.

"Melihat jumlah rumah yang meningkat adalah berita bagus bagi pembeli," kata Hale.

"Ini menggeser tren dan mereka melihat lebih banyak rumah. Ini akan membantu menyeimbangkan pasar, memperlambat pertumbuhan harga rumah dan meningkatkan waktu di pasar," tambahnya.

Pertumbuhan Ekonomi Global Terjun Bebas, Ancaman PHK Mengintai

Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki melintasi pedestrian Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020, perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi hingga minus 2,9 persen. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global di 2022 bakal terjun bebas, imbas kenaikan inflasi akibat perang Rusia vs Ukraina.

Jika ramalan tersebut turut menimpa Indonesia, pengusaha pun bersiap melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi sejumlah karyawannya.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno mengatakan, bila itu terjadi, pihak pengusaha mau tidak mau pasti akan mengecilkan ongkos produksi dan mengurangi aktivitas ekonomi agar bisa bertahan hidup.

"Mengecilkan aktivitas tentu akan impact-nya banyak. Bisa mengurangi karyawan. Kalau aktivitas kurang kan orangnya harus dikurangin," kata Benny kepada Liputan6.com, Selasa (22/6/2022).

Dia menyatakan, industri di Tanah Air untuk saat ini masih terhitung belum terkena dampak lantaran Bank Indonesia masih menahan suku bunga acuan.

Namun, aksi PHK jadi sesuatu yang tidak bisa ditahan bila situasi berubah. Terlebih pemerintah pun akan menaikan tarif listrik untuk sejumlah golongan per 1 Juli 2022 nanti.

"Ini kalau terjadi ya hukum alamnya begitu. Kan listrik juga mau dinaikin tuh sama pemerintah. Kalau pajak juga naik, tentu akan mengganggu juga pertumbuhan itu," ungkap Benny.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya