Liputan6.com, Jakarta - Ibu kota China Beijing akan memberlakukan aturan wajib vaksinasi Covid-19 untuk memasuki pusat kebugaran dan beberapa tempat umum lainnya.
Persyaratan vaksinasi Covid-19 ini menyusul kenaikan kasus baru Covid-19 di Beijing, Shanghai dan daerah lainnya di China pekan lalu.
Baca Juga
Dilansir dari CNBC International, Kamis (7/7/2022) Beijing mengumumkan bahwa mulai Senin besok (11/7), sebagian besar warga akan diwajibkan divaksinasi sebelum memasuki pusat pelatihan tatap muka, pusat olahraga, tempat hiburan, dan tempat umum lainnya.
Advertisement
Otoritas Beijing mengatakan persyaratan itu tidak berlaku untuk orang-orang yang vaksinasinya tidak sesuai kategori, tetapi orang-orang yang sudah divaksinasi akan mendapatkan prioritas untuk memasuki tempat umum.
Sebagai informasi, Beijing memiliki tingkat vaksinasi Covid-19 yang relatif tinggi. Ibu Kota China itu mengatakan telah memvaksinasi 23,4 juta orang, termasuk 3,6 juta orang berusia di atas usia 60 tahun.
Pertemuan pejabat pemerintah di Beijing juga mewajibkan setiap peserta untuk divaksinasi, sementara beberapa industri seperti layanan taksi telah mendorong atau mengamanatkan aturan serupa.
Sebelum mandat vaksinasi Covid-19, Beijing sekitar dua bulan lalu juga mulai mewajibkan warganya melakukan tes Covid-19 sebelum mengunjungi ruang publik.
Aturan serupa pun berlaku di Shanghai dan kota lain di China, sementara setidaknya satu atau dua kota telah berusaha untuk mengurangi tes reguler setelah jumlah kasus lokal turun.
Per Rabu (6/7/2022), China melaporkan 94 kasus baru Covid-19 dengan gejala, termasuk 32 kasus di Shanghai dan 4 kasus di Beijing.
Covid-19 Picu Ketidakpastian Upah, Konsumen China Kini Berburu Barang Murah
Konsumen China menjadi lebih berhati-hati dan sensitif terhadap harga karena strategi nol-Covid-19 di negara itu dan prospek ekonomi yang suram memperburuk kekhawatiran atas prospek pekerjaan dan pendapatan.
Hal itu diungkapkan oleh survei bersama antara perusahaan konsultan manajemen asal Amerika Bain & Co dan firma riset pasar yang berbasis di London, Kantar Worldpanel.
"Konsumen China menunjukkan kepada kami cara berpikir baru di lingkungan yang tidak stabil, saat mereka kembali berbelanja dengan perilaku yang berbeda, dan perusahaan harus memperhatikan ini)," kata Bruno Lannes, mitra di Bain & Co, dikutip dari South China Morning Post.
"Merek harus bekerja lebih keras untuk terhubung dengan konsumen mereka," jelasnya.
Survei Bain & Co dan Kantar Worldpanel juga mengungkapkan, meski sempat terjadi panic buying di China antara Maret dan April 2022 ketika lockdown Covid-19 di perumahan di kota besar seperti Shanghai dan Beijing, peristiwa itu gagal menaikkan harga barang-barang konsumen yang bergerak cepat.
Volume penjualan yang meliputi makanan kemasan, minuman, produk perawatan kulit, sampo dan obat-obatan di China tumbuh 5,6 persen YoY dalam empat minggu yang berakhir 22 April, menurut survei itu.
Namun, harga jual rata-rata turun 5,7 persen, menunjukkan sensitivitas harga yang meningkat di kalangan konsumen, kata Jason Yu, manajer umum Kantar Worldpanel di China.
"Kebijakan nol Covid-19 memiliki dampak psikologis yang sangat besar bagi konsumen," ungkap Jason Yu.
"Mereka (sekarang) cenderung berburu barang murah di tengah ketidakpastian tentang keamanan pekerjaan dan pendapatan upah mereka," tambahnya.
Advertisement
Pasca Lockdown Covid-19, Aktivitas Pabrik China Mulai Bergerak
Aktivitas pabrik di China berkembang untuk pertama kalinya dalam empat bulan, menyusul pencabutan lockdown Covid-19 di kota-kota besar negara itu.
Dilansir dari CNBC, indeks Purchasing Managers' Index (PMI) China naik menjadi 50,2 pada Juni 2022, naik dari 49,6 pada Mei 2022, menurut Biro Statistik Nasional (NBS) China.
Polling sebelumnya memperkirakan PMI China akan mencapai 50,5, di atas tanda 50 poin yang memisahkan kontraksi dari pertumbuhan bulanan.
Sub-indeks untuk produksi di China berada di angka 52,8, - tertinggi sejak Maret 2021, sementara pesanan baru juga kembali berekspansi untuk pertama kalinya dalam empat bulan, meskipun pertumbuhan tetap lemah.
Meskipun aktivitas bisnis di China telah kembali berjalan setelah lockdown Covid-19 pada bulan April dan Mei, hambatan, termasuk pasar properti yang masih lemah, belanja konsumen yang lemah, serta ketakutan akan gelombang infeksi baru tetap ada.
"Meskipun sektor manufaktur terus pulih bulan ini, 49,3 persen dari perusahaan melaporkan pesanan tidak mencukupi," kata Zhu Hong, ahli statistik senior di Biro Statistik Nasional China.
"Permintaan pasar yang lemah masih menjadi masalah utama yang dihadapi industri manufaktur," ungkapnya.
Salah satu pusat ekonomi terbesar di China, yaitu Kota Shanghai mengakhiri pembelakuan lockdown sejak 1 Juni 2022, memungkinkan pabrik-pabrik kecil di wilayah tersebut melanjutkan produksi.