Harga LPG Nonsubsidi Naik, Pengusaha Restoran Menjerit

Pengusaha restoran mengeluhkan kenaikan harga LPG nonsubsidi jenis Bright Gas 5,5 kg dan elpiji 12 kg.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Jul 2022, 20:30 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2022, 20:30 WIB
Ilustrasi Foto Gas Elpiji Nonsubsidi di salah satu Agen di Semarang
Foto : Titoisnau

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha restoran mengeluhkan kenaikan harga LPG nonsubsidi jenis Bright Gas 5,5 kg dan elpiji 12 kg. Kondisi ini bakal makin memberatkan pengusaha restoran, yang sudah tertimpa sial akibat lonjakan harga komoditas seperti cabai dan bawang.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Eddy Sutanto mengatakan, kenaikan LPG nonsubsidi otomatis bakal memicu inflasi makanan, yang sudah tersulut gara-gara peningkatan harga bahan baku.

"Sekarang inflasinya udah di atas antara bahan baku dengan harga jual, mungkin udah di atas 25 persen. Jadi memang berat sekali udah. Restoran sekarang tuh lagi berat banget," ujar Eddy kepada Liputan6.com, Senin (11/7/2022).

"Raw materialnya kan naik semua. Sekarang kayak bawang aja sudah mencapai Rp 110 ribu. Cabai aja Rp 130 ribu," keluh dia.

Kendati begitu, pengusaha restoran tersebut tidak menyalahkan pemerintah dan Pertamina soal kenaikan harga elpiji nonsubsidi. Ia pun pada akhirnya memilih legowo atas situasi sulit saat ini.

"Ya gitu kan kita lihatnya. Kecuali di dunia enggak naik, terus di Indonesia naikin sendiri. Di mana-mana (harga) udah naik," kata dia.

Oleh karenanya, ia juga meminta kesadaran masyarakat agar tidak terlalu mempersoalkan fluktuasi harga, yang ujung-ujungnya justru menyalahkan pemerintah selaku regulator.

"Sulitnya kan kita karena harga minyak dunia naik, jadi itu yang susah," sebut Eddy.

"Kalau pemerintah terus subsidi juga kan, sampai kapan? Kan ekonominya semu. Harus siap lah masyarakat dengan non-subsidi, harus lebih efisien, etos kerjanya ditingkatkan," ungkapnya.

Harga LPG Nonsubsidi Terancam Naik Terus, Apa Sebabnya?

Selama WFH, Konsumsi Gas Meningkat
Petugas merapikan bright gas 5,5 kg dan 12 kg di SPBU Cikini, Jakarta, Rabu (8/4/2020). PT Pertamina (Persero) melalui MOR III mencatat peningkatan konsumsi LPG nonsubsidi rumah tangga sebesar 25 persen di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dalam sepekan terakhir.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Harga LPG non Public Service Obligation (non PSO) atau elpiji nonsubsidi kembali terjadi penyesuaian per 10 Juli 2022. Akibatnya, harga elpiji jenis Bright Gas 5,5 kg dan elpiji 12 kg mengalami kenaikan.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, kenaikan ini dilakukan guna mengikuti tren harga elpiji berdasarkan Contract Price Aramco (CPA) yang cenderung meningkat.

Dia pun belum bisa memastikan, apakah elpiji nonsubsidi ke depan bakal terus naik atau tidak. "Kita lihat di CPA bulan depan, harapannya tidak naik signifikan," ujar Irto kepada Liputan6.com, Senin (11/7/2022).

Sebagai informasi, tren harga CPA pada Juli ini mencapai USD 725 per metrik ton (MT), atau lebih tinggi 13 persen dari rata-rata CPA sepanjang 2021 lalu.

Hal itu membuat harga Bright Gas 5,5 kg dan elpiji 12 kg mengalami penyesuaian sebesar Rp 2.000 per kg. Namun, Irto mengklaim kisaran tersebut masih sangat kompetitif dibandingkan produk dengan kualitas setara.

"Untuk yang subsidi, pemerintah masih turut andil besar dengan tidak menyesuaikan harganya," kata Irto.

Adapun penyesuaian harga elpiji nonsubsidi di setiap kota/kabupaten di masing-masing wilayah berbeda-beda. Untuk elpiji 5,5 kg dibanderol dari harga Rp 100.000-127.000 per tabung. Sementara untuk elpiji 12 kg kisaran harganya mencapai Rp 213.000-270.000 per tabung.

Tak Pengaruh ke Inflasi

Stok LPG
Petugas menata tabung gas 12 kg sebelum pengisian ulang di SPBE (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji), Srengseng, Jakarta, Jumat (3/5/2019). PT Pertamina (Persero) menjamin pasokan LPG aman terkendali selama periode Ramadan hingga Lebaran dan tidak ada kenaikan harga. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, menilai kenaikan harga LPG nonsubsidi jenis Bright Gas yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) merupakan langkah yang tepat.

Mamit menjelaskan, memang produk umum yang tidak mendapatkan subsidi ini merupakan aksi korporasi dalam rangka menekan kerugian akibat kenaikan harga CP Aramco.

Sebagaimana kita ketahui, selain kenaikan harga minyak dunia saat ini kenaikan harga CP Aramco juga mengalami kenaikan.

“Jadi saya kira kenaikan ini merupakan langkah yang tepat bagi Pertamina untuk menyesuaikan harga LPG NPSO mereka,” kata Mamit kepada Liputan6.com, Senin (11/7/2022).

Adapun kenaikan harga LPG nonsubsidi jenis Bright Gas mulai 10 Juli 2022. Harga gas yang mengalami penyesuaian tersebut untuk ukuran 5,5 kg dan 12 kg.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mencatat, harga LPG nonsubsidi naik hingga Rp2.000 per kg.

Dengan ini, harga jual LPG ukuran 5,5 kg menjadi Rp100.000 per tabung dan LPG ukuran 12 kg menjadi Rp213.000 per tabung untuk wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat.

Menurut Mamit, kenaikan harga LPG nonsubsidi tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan inflasi maupun terhadap perekonomian.  Lantaran, pengguna LPG NPSO lebih kecil dibanding konsumsi LPG nasional.

“Saya kira tidak berdampak signifikan mengingat saat ini konsumsi LPG NPSO hanya 6 persen dari total konsumsi LPG nasional. Jadi, 94 persen adalah pengguna LPG 3kg. LPG NPSO ini segmented sehingga tidak berpengaruh terhadap inflasi nasional. Migarasi saya kira juga tidak akan banyak,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya