Mengintip Kondisi Industri Startup di Tengah Maraknya PHK Massal

Dampak dari perubahan kondisi mulai terasa di Indonesia, misalnya saja strategi efisiensi seperti PHK maupun hiring freeze yang telah dilakukan oleh beberapa startup tanah air.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jul 2022, 13:53 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2022, 13:50 WIB
Ilustrasi Startup, Perusahaan Teknologi, Cloud, Komputasi Awan
Ilustrasi Startup, Perusahaan Teknologi, Cloud, Komputasi Awan. Kredit: Freepik

Liputan6.com, Jakarta Belakangan ini kalimat 'winter is coming' yang terkenal berkat salah satu drama televisi jadi sering digunakan meskipun season terakhir seri tersebut telah lama berakhir. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan dampak kondisi ekonomi global bagi industri perusahaan rintisan (startup).

Tak hanya dialami oleh startup di Amerika, dampak dari perubahan kondisi ini juga mulai terasa di Indonesia, misalnya saja strategi efisiensi seperti PHK maupun hiring freeze yang telah dilakukan oleh beberapa startup tanah air di kuartal kedua tahun ini. Banyak pihak kemudian berpendapat bahwa industri ini tengah berada dalam kondisi yang populer disebut tech winter.

Tentunya perubahan kondisi makroekonomi, geopolitis dan dampak berkepanjangan dari pandemi COVID-19 dalam negeri membawa kekhawatiran bagi pelaku yang berada dalam industri ini.

Meski demikian, banyak penggiat startup dalam negeri yang masih optimis akan kemampuan dan potensi talenta tanah air untuk bertahan di masa sulit, salah satunya Grab dan BRI Ventures. CEO BRI Ventures, Nicko Widjaja, bahkan meyakini bahwa perlambatan yang dihadapi hanya bersifat sementara sebagaimana musim dingin yang akan berganti menjadi musim semi.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi turut menyampaikan optimisme serupa. Menurut dia, bukan pertama kalinya Indonesia berada dalam periode yang sulit.

"Kita sudah mengalami pahitnya dua krisis ekonomi sebelumnya di tahun 1998 dan 2009, namun tidak menyurutkan tekad dan rasa percaya untuk terus menerobos maju. Kalau kita melihat posisi kita sekarang, kita bisa bangkit dan bahkan terus bertumbuh. Data-data tahun 2021 bahkan membuktikan Indonesia sebagai salah satu pendorong ekonomi digital di Asia Tenggara," kata dia dikutip Selasa (19/7/2022).

Data yang disebutkan Neneng mengacu pada sebuah riset yang mengatakan bahwa ekonomi digital Indonesia diproyeksi menyentuh USD 146 miliar pada 2025.

Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari kepercayaan investor terhadap industri startup dalam negeri yang berhasil berkontribusi meraih 42 persen dari total pendanaan yang disuntik ke wilayah Asia Tenggara selama tahun 2021 lalu.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kencangkan Ikat Pinggang

Startup
Ilustrasi Startup (iStockPhoto)

Optimisme ini tak pelak melupakan upaya pengencangan ikat pinggang oleh pelaku startup agar tetap dapat bertahan di kondisi yang sulit seperti saat ini.

“Hal kunci yang harus dimiliki founder agar tetap berdiri tangguh selama periode sulit adalah fokus pada pengembangan produk dengan memanfaatkan data yang ada dan masukan dari pengguna, mempercepat jalan menuju profitabilitas, serta kemampuan untuk agile dalam melakukan pivot bisnis apabila diperlukan,” papar Neneng.

Nicko pun menambahkan bahwa menahkodai startup saat ini memiliki prinsip yang sama dengan mengendarai mobil. “Bisnis adalah tentang keseimbangan. Para founders harus tau kapan harus injak gas untuk capai growth namun harus juga menyadari kapan waktu untuk injak rem, misalnya seperti saat ini.”

Guna membantu founders menavigasi masa sulit, belum lama ini Grab dan BRI Ventures kembali membuka program akselerasi gabungan Grab Velocity Ventures (GVV) Batch 5 X Sembrani Wira.

Turut bekerja sama dengan Alpha JWC Ventures, pembukaan registrasi telah berlangsung sejak 21 Juni dan akan berakhir pada 22 Juli.

 

Batch 5

Di gelombang kelima, target utama dari program ini adalah startup yang menawarkan produk/solusi bagi UMKM dan mereka yang memiliki model bisnis Direct-to-Consumer (D2C).

Dalam program intensif selama 12-16 minggu tersebut, peserta yang biasanya terdiri dari para founding team akan dibekali dengan mentorship dan workshop untuk mengasah strategi bisnis. Yang jadi ciri khas dari program ini adalah rangkaian program uji coba produk/solusi di ekosistem Grab yang memiliki basis konsumen dan mitra yang besar.

Tentunya hal ini sangat didambakan oleh startup tahap awal yang masih berproses mendapatkan akuisisi. Terakhir, para peserta terpilih juga akan mendapatkan akses networking dan pitching dengan modal ventura lokal maupun global untuk meningkatkan kesempatan mereka mendapatkan pendanaan.

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya