BI Terus Tahan Bunga Acuan, Rupiah Bisa Jeblok Dalam

Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuan pada RDG bulan Juli di angka 3,50 persen.

oleh Tira Santia diperbarui 26 Jul 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2022, 10:00 WIB
BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Bank Permata Josua Pardede, mengatakan Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuan pada RDG bulan Juli di angka 3,50 persen. Langkah yang dijalankan BI ini berpotensi mendorong penguatan dolar AS dan menekan rupiah.

Dia menjelaskan, meskipun inflasi Juni tercatat melampaui target inflasi BI yakni 3±1 persen, inflasi inti yang merupakan proxy dari inflasi fundamental belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.

“Tren kenaikan inflasi domestik sangat dipengaruhi oleh faktor supply yang secara umum berpotensi mengalami normalisasi kedepannya. Selain itu, bank Indonesia juga implementasi kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dalam mendukung stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Josua kepada Liputan6.com, Selasa (26/7/2022).

Lebih lanjut, surplus neraca dagang pada kuartal II 2022 yang tercatat USD 15,6 miliar, meningkat dari kuartal sebelumnya yang tercatat surplus USD 9,3 miliar, memberikan indikasi bahwa neraca transaksi berjalan pada kuartal II-2022 diperkirakan tercatat surplus.

Surplus neraca transaksi berjalan Indonesia sejak kuartal III-2021, yang ditopang oleh tren kenaikan harga komoditas mengindikasikan bahwa kondisi keseimbangan eksternal tetap solid, sehingga tetap akan mendukung stabilitas rupiah.

Meskipun demikian, dalam lelang Operasi Pasar Terbuka pada bulan Juli ini, Reserse Repo dengan tenor 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan tercatat naik sekitar 25-35 basis poin jika dibandingkan dengan akhir bulan Juni ke level 3,8 persen; 3,85 persen; 3,9 persen.

Hal tersebut secara umum juga memberi indikasi bahwa BI juga memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga acuannya. Mempertimbangkan output gap Indonesia yang masih negatif.

“BI diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuannya ketika inflasi fundamental cenderung meningkat signifikan, dalam rangka menjangkar ekspektasi inflasi hingga akhir tahun,” ujarnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Langkah The Fed

Rapat Dewan Gubernur BI Memutuskan Kenaikan Suku Bunga Acuan
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo saat jumpa pers di Gedung BI, Jakarta, Jumat (29/06). Pada Rapat Dewan Gubernur BI suku bunga Deposit Facility (DF) juga naik 50 bps menjadi 4,50%, (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dengan dipertahankan suku bunga BI artinya belum mendorong peningkatan cost of borrowing yang selanjutnya akan mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi.

Di saat bersamaan, akan tetap mendorong permintaan kredit atau pembiayaan dari sektor riil terhadap sektor jasa keuangan.

“Meskipun demikian, mempertimbangkan bahwa Fed berpotensi menaikkan suku bunga acuannya sebesar 75  basis poin pada rapat FOMC bulan ini, maka selisih suku bunga antara Fed dan Bank Indonesia cenderung melebar yang berpotensi mendorong penguatan dolar AS,” katanya.

Kendati begitu, real policy rate dari suku bunga Fed yakni suku bunga Fed nominal dikurangi dengan tingkat inflasi AS masih tercatat negatif. Dengan mengasumsikan suku bunga nominal AS pada bulan Juli ini menjadi 2,5 persen, dan dengan tingkat inflasi AS per Juni yang berkisar 9,1 persen, maka real policy rate Fed tercatat sebesar 2,5-9,1 persen = -6,6 persen.

Sementara itu dibandingkan dengan suku bunga nominal BI saat ini yakni 3,5 persen dan dengan tingkat inflasi 4,35 persen, maka real policy rate BI sebesar 3,5-4,35 persen = -0,85 persen.

Dengan mempertimbangkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap solid dimana first line of defense, mengingat kondisi first line of defense yang diukur dengan cadangan devisa seperti rasio cadangan devisa/M2, cadangan devisa/impor, cadangan devisa/GDP dan cadangan devisa/utang jangka pendek, menunjukkan bahwa pasar keuangan indonesia memiliki buffer yang dapat menahan capital flight dari pasar keuangan Indonesia.

Lebih lanjut, Bank Indonesia juga mendorong penguatan second line of defense dengan bekerjasama dan berkoordinasi dengan bank sentral global khsusnya terkait dengan perjanjian swap bilateral yang pada akhirnya akan mendorong stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

BI Kembali Tahan BI 7-Day Reverse Repo Rate di Angka 3,5 Persen

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juli 2022 dengan Cakupan Triwulanan, Kamis (21/7/2022).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juli 2022 dengan Cakupan Triwulanan, Kamis (21/7/2022).

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Juli 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25 persen.

Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Juli 2022 dengan Cakupan Triwulanan, Kamis (21/7/2022).

“Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi inti yang masih terjaga ditengah resiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” kata Perry.

Bank Indonesia terus mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan, serta memperkuat bauran respon kebijakan moneter yang diperlukan baik melalui stabilisasi nilai tukar rupiah, penguatan operasi moneter, dan suku bunga.

Untuk itu Bank Indonesia memperkuat bauran kebijakan, diantaranya, pertama memperkuat operasi moneter sebagai langkah preventif dan forward looking untuk memitigasi risiko kenaikan ekspektasi kenaikan inflasi dan inflasi inti, melalui kenaikan struktur suku Bunga di pasar uang, dan penjualan SBN di pasar sekunder.

Kedua, memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi melalui intervensi di pasar valas yang didukung dengan penguatan operasi moneter.

Ketiga, melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit konsumsi.

Infografis Nilai Tukar Rupiah
Infografis Nilai Tukar Rupiah (Liputan6.com/Trie Yas)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya