Cegah Harga BBM Naik, DPR Desak Jokowi Beli Minyak Murah Rusia

Anggota Komisi VII DPR RI asal Fraksi PKB Syaikhul Islam meminta pemerintah berani membeli minyak asal Rusia demi menekan harga BBM subsidi di Tanah Air.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Agu 2022, 13:50 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2022, 13:50 WIB
Wacana Kenaikan Harga Pertalite
Pengendara motor antre mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU Kelapa Dua, Jakarta , Kamis (14/4/2022). Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan harga Pertalite dan solar. Anggota Komisi VII DPR RI asal Fraksi PKB Syaikhul Islam meminta pemerintah berani membeli minyak Rusia demi menekan harga BBM subsidi di Tanah Air. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VII DPR RI asal Fraksi PKB Syaikhul Islam meminta pemerintah berani membeli minyak asal Rusia demi menekan harga BBM subsidi di Tanah Air. Menyusul, tawaran harga minyak mentah dari Rusia lebih murah 30 persen dibandingkan harga pasar.

"Terkait dengan penawaran impor crude dari Rusia lebih murah 30 persen, kita ndak ambil alangkah gobloknya kita. Dengan crude murah nggak ada kenaikan BBM (subsidi). Malah turun kalau perlu harganya kan gitu," tegasnya dalam rapat kerja bersama Menteri ESDM di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (24/8).

Dia menyampaikan, penawaran harga minyak murah dari Rusia ini harus dimanfaatkan betul. Sebab, pemerintah tidak perlu untuk melakukan penyesuaian harga BBM subsidi yang justru ama memicu inflasi.

"Ini penting demi kemaslahatan rakyat," tekannya.

Lanjutnya, banyak negara Eropa sebagai sekutu Amerika Serikat juga tetap mengimpor minyak asal Rusia. Mengingat, harga yang lebih murah daripada pasaran.

"Goblok kalau takut impor minyak mentah dari Rusia. Karena sekutu Amerika (AS) yang dari Eropa itu tetap impor energi dari Rusia," tutupnya.

 

Rusia Sempat Tawarkan Minyak Murah ke Indonesia, Ini Respons Jokowi

Dolar Menguat, Harga Minyak Sentuh Level US$ 50
Penguatan dolar dan produksi minyak Rusia serta ekspor Irak tinggi membuat harga minyak dunia merosot 5 persen.

Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, Rusia menawarkan kepada Indonesia harga minyak 30 persen lebih murah dibanding harga pasar Internasional. Lantaran, sebelumnya India sudah lebih dulu membeli minyak dari Rusia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat ingin mengambil tawaran tersebut. Namun, beberapa Menteri mengaku kurang setuju, sebab jika Indonesia membeli minyak Rusia, dampaknya aka nada embargo dari Amerika Serikat.

"Pak Jokowi pikirnya sama, ambil. Tapi ada yang tak setuju karena takut. Wah, nanti gimana diembargo sama Amerika? Ya biarin saja lah. Kalau kita diembargo paling kita tak bisa makan McDonald's kan, makan Baba Rafi lah, dan kadang-kadang apa yang kita lihat, itu sangat berbeda dari perspektif mungkin geopolitik, mungkin dari segi makroekonomi," kata Sandiaga dikutip melalui akun TikTok-nya @sandiagauno.official, Minggu (21/8).

Menurutnya, memang itu kondisi dilema dan menantang bagi Indonesia. Sebab, Negara Barat itu memiliki kekuatan besar dalam mengatur teknologi dan pembayaran.

 

3 Pertimbangan Pemerintah Sebelum Naikkan Harga BBM Pertalite dan Solar

Pertamax Cs Turun Harga
Petugas mengisi BBM pada sebuah motor di salah satu SPBU, Jakarta, Sabtu (5/1/2019). PT Pertamina (Persero) menurunkan harga BBM non subsidi masing-masing Dexlite Rp 200 per liter, dan Dex Rp 100 per liter. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sinyal kenaikan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak bersubsidi terus didengungkan pemerintah. Dari kepala negara hingga para menterinya telah memberikan isyarat akan ada kenaikan harga Solar dan Pertalite.

Namun hingga kini, belum ada keputusan yang diambil pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam mengambil keputusan terkait harga BBM bersubsidi ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan penting.

Pertama, menjaga daya beli masyarakat. Sri Mulyani menurutkan di Indonesia daya beli masyarakat berbeda. Masyarakat kelas menengah ke atas memiliki daya beli yang cukup tinggi.

Tercermin dari tingkat konsumsi pada kuartal kedua yang tumbuh signifikan. Sedangkan daya beli masyarakat kelas bawah yang jumlahnya mencapai 40 persen masih rentan.

"Masyarakat kelas atas ini konsumsinya tinggi bangt kalai dibandingkan dengan 40 persen kelas terbawah. Ini akan beda karena rakyat tidak satu daya beli, makanya harus dilihat," tutur Sri Mulyani di Kompleks DPR-MPR, Jakarta, Selasa (23/8).

Dia menjelaskan, tingginya daya beli masyarakat kelas atas ini membuat konsumsi BBM bersubsidi semakin besar ketimbang yang dinikmati masyarakat kelas bawah. Sementara daya beli masyarakat kelas terbawah ini masih rentan. Sehingga kebijakan yang harus diambil pemerintah semestinya yang memberikan pemihakan kepada masyarakat kelas bawah.

"Jadi kita harus memilih dan memilih, agar masyarakat yang 40 persen ini yang memang jadi fokus kita bisa ditolong," kata dia.

Kondisi APBN

Harga BBM nonsubsidi
Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) secara berkala melakukan penyesuaian harga BBM di 3 produk.

Pertimbangan kedua yang perlu diperhatikan yakni kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menahan kenaikan harga BBM di tingkat masyarakat. Sebagaimana diketahui, harga minyak dunia (ICP) terus meningkat hingga di atas USD 100 per barel.

Demi menjaga daya beli masyarakat selama masa pemulihan ekonomi ini, pemerintah telah menahan kenaikan harga BBM dengan menambah anggaran kompensasi dan subsidi energi sebesar Rp 502,4 triliun. Jatah subsidi ini naik 3 kali lipat dari yang dianggarkan pemerintah di pada APBN 2022 yakni Rp 158 triliun.

"Kita sudah naikkan (subsidi BBM) 3 kali lipat. Memang penerimaan kita lagi bagus, makanya penerimaan negara ini bisa dipakai subsidi sekarang," kata dia.

Hanya saja, jatah subsidi yang ditetapkan tidak cukup untuk konsumsi sampai akhir tahun. Selain karena harga minyak dunia yang tinggi, konsumsi BBM juga mengalami peningkatan. Kebutuhannya mencapai 29 juta kilo liter dari yang disiapkan sebanyak 23 juta kilo liter.

Sri Mulyani mengatakan, jika pemerintah tidak menambah anggaran kompensasi dan subsidi tahun ini, maka akan ditagihkan di tahun anggaran 2023. Sebagaimana yang dilakukan tahun 2021 lalu, pemerintah harus membayar utang kompensasi BBM hingga Rp 104,8 triliun.

"Kalau kita enggak bayar, ini akan meluncur di tahun 2023. Tahun 2022 saya masih bayarkan sisa utang tahun lalu yang Rp 104 triliun untuk kompensasi. Kalau ini tidak selesai, nanti meluncur lagi buat tahun 2023," kata dia.

Beban pemerintah pun akan semakin berat, karena mulai tahun depan harus menyiapkan anggaran untuk pemilihan umum (pemilu). Sehingga keputusan yang diambil harus melihat kondisi APBN tahun depan.

"Tahun 2023 ini kita juga ada pemilu, jadi kita harus liat APBN dengan teliti," kata dia.

Infografis Subsidi Harga BBM hingga Tarif Listrik Bakal Dihapus? (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Subsidi Harga BBM hingga Tarif Listrik Bakal Dihapus? (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya