Jaga Daya Beli saat Harga Pertalite Naik, Pemerintah Bakal Sebar BLT

Pemerintah tahun ini mengalokasikan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502 triliun. Subsidi ini untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), Elpiji atau gas dan juga listrik.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Agu 2022, 19:45 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2022, 19:45 WIB
Komisi VII DPR Panggil Menteri ESDM
Menteri ESDM, Arifin Tasrif (tengah) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2021). Rapat kerja itu membahas strategis program kerja Kementerian ESDM tahun 2021 serta evaluasi kinerja Kementerian ESDM Tahun 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa pemerintah mungkin akan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) jika nanti ada keputusan kenaikan harga BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar.

Kebijakan itu dipertimbangkan untuk menjaga daya beli masyarakat, sekaligus menjaga angka inflasi dimana per Juli 2022 sudah mencapai angka 4,94 persen secara tahunan (YoY).

"Itu juga memang untuk bisa mengurangi beban (anggaran untuk subsidi BBM). Tapi memang betul-betul untuk masyarakat yang memerlukan, sehingga penyalurannya tepat sasaran," ujar Menteri Arifin di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (26/8/2022).

Untuk pemberian BLT ini, pemerintah bakal menyalurkannya berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Opsi lainnya, dengan menggunakan data pelanggan listrik milik PT PLN (Persero).

Menurut tinjauan lapangan, Arifin memaparkan, mayoritas penikmat BBM subsidi memang berasal dari golongan menengah atas. Padahal, konsumsi Pertalite dan Solar diperuntukan bagi kelompok rentan dan membutuhkan.

"Jadi konsumsi Pertalite masyarakat mampu 33,3 liter per rumah tangga per bulan. Sementara yang tidak mampu 17,1 liter per rumah tangga per bulan," ungkapnya.

Selain penyaluran BLT, ia pun menjabarkan dua strategi lain terkait kebijakan harga BBM subsidi. Antara lain, pembatasan pembelian Pertalite dan Solar, serta kenaikan harga produk-produk tersebut.

Namun, pemerintah tak mau sembarang menaikan harga Pertalite dan Solar. Dalam hal ini, Arifin mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar putusan tersebut dihitung lebih seksama, sehingga dampaknya tidak terlalu menekan masyarakat luas.

"Pak Presiden Jokowi minta kita hitung hati-hati. Kita menghitung dari range paling bawah ke range paling tinggi (probablitas kenaikan harga Pertalite)," tuturnya.

 

Ingin Tahu Harga Elpiji, Pertalite dan Solar Jika Tanpa Subsidi? Ini Hitungannya

FOTO: Antrean Kendaraan di SPBU Jelang Kenaikan Harga Pertamax
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) ke dalam kendaraan di sebuah SPBU di Jakarta, Kamis (31/3/2022). PT Pertamina (Persero) akan memberlakukan tarif baru BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 pada 1 April 2022. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pemerintah tahun ini mengalokasikan subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502 triliun. Subsidi ini untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), Elpiji atau gas dan juga listrik.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pun menjabarkan besaran harga BBM dan Elpiji jika tanpa subsidi dari pemerintah atau nilai keekonomian dari BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar.

Untuk harga Solar yang saat ini dipatok Rp 5.150 per liter, jika tanpa subsidi atau harga keekonomiannya di angka Rp 13.950. Maka selisih harga yang ditanggung pemerintah sebesar Rp 8.300 per liter.

"Jadi bedanya antara harga sebenarnya di luar dengan harga yang berlaku di kita itu Rp 8.300 per liter," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI di Kompleks DPD RI, Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Hal serupa juga terjadi pada harga Pertalite. Di tingkat konsumen, harganya masih Rp 7.650 per liter, sedangkan berdasarkan nilai keekonomian BBM ron 90 ini Rp 14.450. Sehingga selisih harga yang ditanggung APBN sebesar Rp 6.800 per liter.

"Kita jualnya hanya Rp 7.650 (per liter). Perbedaannya yang sebesar Rp 6.800 itu yang harus kita bayar ke Pertamina," kata dia.

Begitu juga dengan harga LPG 3 kg. Saat ini harga ditingkat konsumen sebesar Rp 4.250 per kg. Padahal harga keekonomiannya mencapai Rp 18.500 per kg.

"Jadi subsidinya jauh lebih besar Rp 14.000 per kg," kata dia.

Sri Mulyani mengatakan, harga-harga tersebut masih menggunakan perhitungan dengan asumsi harga minyak dunia (ICP) USD 100 dengan nilai tukar Rp 14.450 per dolar Amerika Serikat. Sehingga pemerintah pada Juni 2022 mengalokasikan anggaran kompensasi dan subsidi sebesar Rp 502, triliun.

Namun yang terjadi sekarang harga minyak dunia terus naik dengan rata USD 104 - USD 105 per barel. Belum lagi nilai tukar rupiah yang terus melemah di kisaran Rp 14.750.

"Itu nambah lagi jadinya karena minyaknya masih diimpor," kata dia.

Belum lagi tingkat konsumsi yang terus meningkat. Sehingga alokasi yang ada dinilai tidak cukup untuk sampai akhir tahun 2022.

 

Menteri Suharso: Mau Tak Mau Subsidi BBM Harus Ditambah

Pemerintah terus menggodok rencana tambahan kompensasi dan subsidi energi. Hal ini mengingat berbagai indikator dari pembentuk subsidi tersebut terus mengalami kenaikan. Subsidi dan kompensasi tersebut untuk Bahan Bakar Minyak (BBM), gas dan juga listrik.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, pemerintah berencana menambah anggaran kompensasi dan subsidi BBM, gas dan listrik.

Tiga Indikator pembentuk subsidi dan kompensasi tersebut terus meningkat yaitu volume konsumsi yang melonjak, harga minyak mentah dunia yang melambung dan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terus melemah.

"Nah kombinasi dari ini mengakibatkan pasti ada tambahan subsidi dan juga kombinasi," kata Suharso di Istana Negara, Jakarta, Kamis (25/8/2022).

Di 2023 ini tingkat konsumsi BBM terus mengalami kenaikan. Hal ini sejalan dengan tingginya aktivitas masyarakat dan tingkat konsumsi yang meningkat seiring dengan membaiknya ekonomi nasional.

Di paruh kedua tahun ini, konsumsi BBM tersebut juga diperkirakan makin meningkat. Namun jumlah kenaikan konsumsi tersebut yang belum bisa diperkriakan.

"Pertama kan volumenya naik tuh, kita enggak tahu nanti sampai berapa volumenya naik," kata Suharso.

Selain itu, harga-harga komoditas energi terus mengalami kenaikan. Harga minyak dunia (ICP) di pasar global telah melebihi asumsi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar USD 100 dolar per barel.

"Kemudian harga (ICP) kan enggak turun-turun," kata dia.

Infografis Siap-Siap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Siap-Siap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya