Ekonom Ingatkan Kenaikan Harga BBM Subsidi Bisa Picu Inflasi Tinggi

Pemerintah hingga kini belum memastikan kenaikan harga BBM.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Sep 2022, 09:51 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2022, 09:51 WIB
Kenaikan Harga BBM
Aktivitas perdagangan di Pasar Senin, Jakarta, Rabu (22/6/2022). Kenaikan harga BBM bisa memicu inflasi tinggi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Liputan6.com, Jakarta

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef/Ekonom Rizal Taufikurahman memprediksi bila pemerintah memutuskan harga BBM naik untuk bersubsidi dan LPG 3 kg bisa menaikkan inflasi bulan selanjutnya hingga angka 4,8 - 5,2 persen.

"Skenario adanya rencana kenaikan BBM bersubsidi dan LPG 3 kg, inflasi diprediksi kisaran sebesar 4,8-5,2 persen (yoy)," kata Rizal kepada Liputan6.com, Jumat (2/9/2022).

Menurutnya, faktor penyebab kenaikan inflasi imbas kenaikan harga BBM karena dorongan harga di beberapa komoditas pangan.

Selain disebabkan sensitifitas elastisitas harga komoditas pangan, kondisi ini menyebabkan IHK pangan diprediksi pada Bulan Agustus 2022 sebesar 10,23 persen (yoy).

Kenaikan harga ini juga disebabkan oleh kenaikan harga komoditas pangan dan energi di Bulan Agustus yang mulai naik. Bahkan biaya input produksinya yang semakin tidak mudah dikendalikan.

Dia menilai laju inflasi inti ini bisa dikendalikan dengan melakukan, pertama, Pemerintah perlu melakukan koordinasi dan sinergitas antara Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dari level kab, provinsi dan nasional. Terutama mendeteksi dan identifikasi komoditas yang sangat volitile untuk bisa dikendalikan.

Kedua, Bank Indonesia dengan menaikan suku bunga 25 point menjadi absorber gejolak inflasi dan stabilitas harga akibat gejolak kenaikan harga pangan dan energi.

Ketiga, laju inflasi inti akan rendah apabila efektifitas kebijakan peningkatan harga bisa diredam dengan TPID yang saling koordinasi dan mengambil kebijakan yang saling memperkuat.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2022 terjadi inflasi sebesar 4,69 persen secara tahunan.

Penyebab utamanya inflasi berasal dari makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,73 persen secara tahunan.

"Tingkat inflasi tahun kalender pada Agustus 2022 tercatat sebesar 3,63 persen, sementara itu tingkat inflasi tahunan dari tahun ke tahun pada Agustus 2022 sebesar 4,69 persen," kata Kepala BPS Margo Yuwono, dalam keterangan pers, Kamis (1/9/2022).

Jika dirinci komoditas yang dominan atau memberikan andil pada inflasi adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau diantaranya cabe merah, minyak goreng, rokok kretek filter, telur ayam ras, Ikan Segar, dan bawang  merah.

 
 
 
 
 
 

Indonesia Disebut Termasuk Kelompok Negara dengan Harga BBM Murah

FOTO: Antrean Kendaraan di SPBU Jelang Kenaikan Harga Pertamax
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) ke dalam kendaraan di sebuah SPBU di Jakarta, Kamis (31/3/2022). PT Pertamina (Persero) akan memberlakukan tarif baru BBM jenis Pertamax menjadi Rp 12.500 pada 1 April 2022. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Pengamat Ekonomi Unika Atma Jaya Rosdiana Sijabat menilai pemerintah sudah sepatutnya merasionalisasi harga BBM bersubsidi. Ada kondisi yang menuntut perubahan kebijakan, seperti permasalahan geopolitik.

Rosdiana Sijabat mengatakan, bagi Indonesia, penyesuaian harga BBM bersubisidi harus dilakukan, karena jika tidak anggaran subsidi energi bisa mencapai Rp700an triliun per akhir tahun. "Dan ini menjadi sangat boros," kata Rosdiana di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Rosdiana mengatakan, saat ini BBM jenis Pertalite dan Pertamax masuk kategori BBM khusus penugasan atau JBKP. Setiap liter Pertalite dan Pertamax mendapat subsidi. Pertamax misalnya, mendapat subsidi 53% dari harga jual saat ini. "Kalau itu (subsidi) terjadi terus, di tengah naiknya harga minya dunia, maka APBN akan semakin tertekan. Oleh karena itu, memang ada urgensi untuk mengurangi subsidi," ujar Rosdiana.

Menurut dia, masyarakat perlu tahu bahwa sebenarnya harga BBM di Indonesia termasuk murah, dibandingkan negara-negara Asean.

"Kita termasuk kelompok 3 negara yang harga BBM-nya murah. Kalau kita bandingkan dengan Amerika Serikat dan negara maju sekalipun, itu harga jual BBM-nya rata-rata Rp17.500. Negara yang paling mahal harga BBM Hongkong misalnya, mereka menjual Rp49 ribu per liter," kata Rosdiana.

Dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR, kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinci kenaikan subsidi dan kompensasi untuk bahan bakar minyak (BBM) menjadi Rp502,4 triliun. Dia menyebut angka itu merupakan lonjakan dari tahun sebelum-sebelumnya.

"Hitung-hitungan ini menggambarkan bagaimana perubahan kenaikan subsidi dari tahun 2018 hingga 2022 yang melonjak. Kompensasi meledak, kalau subsidi melonjak karena bicara Rp 130-140 triliun menjadi Rp208 triliun atau naik Rp79,9 triliun, (kompensasi) dari 2021 Rp47 triliun, ini hanya Rp18 triliun, ini meledak menjadi Rp293,5 triliun," kata Sri.

Menurut dia, kuota BBM saat ini juga akan habis pada Oktober 2022. Tidak hanya kuota yang akan meningkat, subsidi BBM juga disebut berpotensi naik di atas Rp698 triliun.

Tanggapan Warga soal Harga BBM Naik: Pertalite Jangan Lebihi Rp 10 Ribu per Liter

Kenaikan harga BBM
Sejumlah kendaraan terlihat antri di salah satu SPBU yang ada di Kota Gorontalo (Arfandi/Liputan6.com)

Isu kenaikan harga BBM subsidi pada tanggal 1 September 2022 telah ramai beredar di masyarakat. Namun, harga BBM subsidi tersebut tidak jadi naik pada hari ini.

Sementara itu harga Pertalite masih berada di harga Rp 7.650 per liter dan biosolar di harga Rp 5.150 per liter.

Isu kenaikan harga BBM subsidi tersebut sebelumnya membuat kegelisahan di masyarakat.

Tidak jadi naiknya harga BBM subsidi pada hari ini tentunya juga disyukuri masyarakat, salah satunya seorang pengendara motor di daerah Bogor, Marchelly (25).

"Semalam saya sempat dengar mau ada kenaikan harga BBM. Saya panik karna tidak ke SPBU, kemarin isi motor sampai penuh. Tapi syukur Alhamdulillah tidak jadi naik, soalnya yang diisukan naiknya sangat tinggi," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com usai mengisi BBM di SPBU Bojong Nangka, Bogor, Kamis (1/9/2022).

Sebagai warga, tentunya Marchelly tetap berharap tidak ada kenaikan harag BBM, khususnya Pertalite. Kalaupun terpaksa naik, dirinya berharap kenaikannya tidak tinggi.

“Kalau memang akan naik nanti ya kalau bisa ga lebih dari 10 persen deh. Kalau bisa tidak usah naik saja,” ujarnya.

Ia juga mengatakan saat BBM naik sebelumnya, dirinya lebih memilih mengurangi penggunaan kendaraan. Hal itu dilakukan untuk menekan pengeluaran hariannya.

“Kalo BBM naik kebutuhan lain seperti sembako kan tidak mungkin ya dikurangi, masa saya tidak makan gara-gara BBM naik. Ya paling saya lebih membatasi penggunaan kendaraan yang berlebih jadi seperlunya saja," tambahnya.

 

Infografis Siap-Siap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Siap-Siap Kenaikan Harga BBM Bersubsidi. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya