Liputan6.com, Jakarta Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti, mengatakan sebenarnya total anggaran Dana insentif Daerah (DID) tahun 2022 mencapai Rp 7 triliun, namun sudah dibagi menjadi beberapa tahap.
"DID untuk tahun anggaran 2022 ini total sebenarnya adalah Rp 7 triliun kita bagi menjadi beberapa tahap, yang pertama yang Rp 4 triliun ini sudah dibagi berdasarkan kinerja tahun sebelumnya," kata Astera dalam Media Briefing insentif fiskal daerah penanganan inflasi, Selasa (20/9/2022).
Baca Juga
Kemudian, masih ada Rp 3 triliun lagi yang akan Kementerian keuangan bagikan pada September, yaitu Rp 1,5 triliun, dan nanti di bulan Oktober akan dibagikan lagi sekitar Rp 1,5 triliun.
Advertisement
Adapun Penghitungan alokasi DID Kinerja Tahun Berjalan periode pertama dihitung berdasarkan kinerja daerah dengan kategori penggunaan Produk Dalam Negeri dan UMK; Percepatan belanja daerah; Percepatan pelaksanaan vaksinasi COVID-19; Dukungan belanja daerah terhadap penurunan tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan stunting, Penurunan inflasi daerah.
Untuk rinciannya, DID Kinerja Tahun Berjalan dialokasikan kepada untuk tiap kategori kinerja penggunaan Produk Dalam Negeri, percepatan belanja daerah, percepatan pelaksanaan vaksinasi COVID-19, dan dukungan belanja daerah terhadap penurunan kemiskinan, pengangguran, dan stunting kepada 10 terbaik pemerintah provinsi; 10 terbaik pemerintah kota; dan 10 terbaik pemerintah kabupaten.
Sedangkan, untuk kategori kinerja penurunan inflasi daerah akan diberikan kepada 10 terbaik pemerintah provinsi; 15 terbaik pemerintah kota; dan 15 terbaik pemerintah kabupaten.
Lebih lanjut, kata Astera, maksud dan tujuan pemberian DID, adalah suatu penghargaan untuk daerah-daerah yang memiliki prestasi yang sejalan dengan program-program pemerintah.
Metode DID
Dia menjelaskan, DID tahun berjalan ini menggunakan metode yang berbeda dengan DID yang umum. Jika DID yang umum itu yang lihat adalah pencapaian di tahun yang lalu
"Kemudian dari situ masing-masing daerah sesuai dengan kriteria yang ada biasanya dilihat dari public servicenya itu nanti akan di Cluster menjadi beberapa Cluster, yaitu untuk daerah-daerah yang punya kapasitas fiskal sangat tinggi dan tinggi Grup 1, yang kedua adalah yang menengah, dan yang ketiga yang punya kapasitas fiskal rendah dan sangat rendah," jelasnya.
Lalu, dari situ ditarik daftarnya dan nanti dilihat penilaiannya. Sementara DID yang sekarang dibagikan berdasarkan betul-betul capaian pada tahun berjalan.
"Karena sekarang kita mood-nya adalah menurunkan inflasi baik di pusat maupun daerah, jadi untuk penurunan inflasi daerah kita berikan penilaian secara khusus sendiri. Jadi disini kita akan melihat championnya ada 10 daerah dalam provinsi, dari 34 provinsi yang ada di bandingkan diambil yang 10 yang terbaik," ujarnya.
Selanjutnya, akan dipilih 15 Kota yang terbaik dan 15 Kabupaten terbaik, maka totalnya ada sekitar 40 daerah yang akan mendapatkan penghargaan terkait penurunan inflasi di daerah.
"Untuk kategori yang lain adalah gabungan dari pada kriteria-kriteria lain. Jadi, ada penggunaan produk dalam negeri, percepatan belanja daerah, percepatan pelaksanaan vaksinasi dukungan belanja daerah terhadap kemiskinan pengangguran dan stunting," pungkasnya.
Advertisement
Sri Mulyani Janji Tahun 2023 Masih Bertabur Insentif Pajak, Nilainya Capai Rp 41 T
Pemerintah melihat bahwa dampak dari pandemi Covid-19 kepada ekonomi nasional masih akan terasa di tahun depan. Selain itu, tantangan geopolitik juga akan semakin mempersulit. Oleh karena itu, pemerintah sudah menyiapkan insentif pajak di 2023 dengan nilai Rp 41,5 triliun.
“Tahun depan, pajak itu masih akan memberikan insentif perpajakan yang mencapai Rp 41,5 triliun,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dikutip dari Belasting.id, Kamis (18/8/2022)
Namun sayangnya, Sri Mulyani belum merincikan rencana pemberian insentif pajak yang akan diberlakukan tahun depan.
Untuk diketahui, selama tahun 2022 ini, pemerintah juga memberikan berbagai insentif perpajakan. Tujuannya untuk meringankan masyarakat yang terdampak pandemi dan sebagai rangkaian program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Insentif perpajakan yang berlaku tahun ini mencakup pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 impor, pengurangan besar angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50 persen.
Lalu ada PPh final jasa konstruksi ditanggung pemerintah (DTP) atas Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air lrigasi (P3-TGAI). Ketiga insentif tersebut tertera dalam PMK-114/PMK.03/2022.
Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil DTP dan rumah DTP yang berlaku sampai dengan akhir tahun ini.
Penerimaan Pajak Rp 868,3 Triliun di Semester I 2022, Naik 55,7 Persen
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat kinerja penerimaan pajak hingga semester I tahun 2022 sangat positif dengan capaian sebesar Rp868,3 triliun.
Angka tersebut naik 55,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan telah mencapai 58,5 persen dari target penerimaan pajak dalam Perpres 98 Tahun 2022.
“Kinerja yang sangat baik pada periode tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tren harga komoditas, pertumbuhan ekonomi, basis yang rendah pada tahun 2021 akibat pemberian insentif, dampak implementasi UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), dan khusus di bulan Juni, utamanya ditopang oleh penerimaan PPS (Program Pengungkapan Sukarela) yang sangat tinggi di akhir periode tersebut,” kata Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo di acara Media Briefing DJP, Selasa (2/8/2022).
Rinciannya, capaian penerimaan pajak berasal dari Rp 519,6 triliun PPh non migas atau 69,4 persen target. Kemudian Rp 300,9 triliun PPN & PPnBM mencapai 47,1 persen target.
Lalu, Rp 43,0 triliun PPh migas atau 66,6 persen target. Dan Rp4,8 triliun PBB dan pajak lainnya atau 14,9 persem dari target.
Selain itu, pertumbuhan neto kumulatif seluruh jenis pajak dominan positif. PPh 21 tumbuh 19,0 persen, PPh 22 Impor tumbuh 236,8 persen, PPh Orang Pribadi tumbuh 10,2 persen.
Lalu, PPh Badan tumbuh 136,2 persen, PPh 26 tumbuh 18,2 persen, PPh Final tumbuh 81,4 persen, PPN Dalam Negeri tumbuh 32,2 persen, dan PPN Impor tumbuh 40,3 persen.
Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta dampak kebijakan (phasing-out insentif fiskal, UU HPP, dan kompensasi BBM).
“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yaitu industri pengolahan 29,7 persen tumbuh 45,1 persen, perdagangan 23,4 persen tumbuh 62,8 persen, jasa keuangan dan asuransi 11,5 persen tumbuh 16,2 persen, pertambangan 9,7 persen tumbuh 286,8 persen, dan sektor konstruksi dan real estate 4,1 persen tumbuh 13,0 persen,” ujarnya.
Advertisement