Menakutkan, Gubernur BI Ungkap Ancaman Resesi di 2023

Penurunan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih besar pada 2023 terutama di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Sep 2022, 15:45 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2022, 15:45 WIB
Ilustrasi resesi. Foto: Freepik
Ilustrasi resesi. Foto: Freepik

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 sudah melandai tetapi tantangan ekonomi dunia belum selesai. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengingatkan bahwa perekonomian global masih akan lesu hingga 2023. Bahkan, banyak negara maju diperkirakan jatuh ke jurang resesi.

"Penurunan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih besar pada 2023 terutama di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China, bahkan disertai dengan risiko resesi di sejumlah negara maju," kata Perry dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (22/9/2022).

Perry menyampaikan, lesuhnya perekonomian global hingga tahun depan imbas tingginya tekanan inflasi, persoalan rantai pasok, krisis energi yang berakibat pada ketidakpastian pasar keuangan global.

"Di tengah perlambatan ekonomi, disrupsi pasokan meningkat sehingga mendorong harga energi bertahan tinggi," jelas Perry.

Di sisi lain, kebijakan proteksionisme oleh sejumlah negara masih berlangsung, serta terjadinya fenomena gelombang panas (heatwave) di beberapa negara akan menjadi tekanan baru bagi perekonomian global.

Tak hanya itu, sejumlah bank sentral di banyak negara melanjutkan kebijakan moneter agresif. Perkembangan terkini menunjukkan kenaikan Fed Fund Rate yang lebih tinggi dan diprakirakan masih akan meningkat.

Perkembangan tersebut mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS dan semakin tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, sehingga mengganggu aliran investasi portofolio dan tekanan nilai tukar di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.

"Alhasil, inflasi di negara maju maupun emerging market meningkat tinggi, bahkan inflasi inti berada dalam tren meningkat," tutupnya.

Suku Bunga Acuan BI Naik 50 Bps, Jadi 4,25 Persen

BI Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur BI Perry Warjiyo bersiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Rapat memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia (BI) berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen. Sementara suku bunga Deposit Facility naik sebesar 50 bps menjadi 3,5 persen, dan suku bunga Lending Facility juga naik 50 bps menjadi 5 persen.

“Berdasarkan assessment, dan perkiraan ke depan, rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam pengumuman RDG BI September 2022, Kamis (22/9/2022).

Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi inti kembali ke sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada paruh kedua tahun 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global ditengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

Lebih lanjut, Perry menyampaikan perbaikan ekonomi nasional terus berlanjut, dengan semakin membaiknya permintaan domestik dan tetap positifnya kinerja ekspor. Konsumsi swasta tumbuh tinggi didukung dengan kenaikan pendapatan, tersedianya pembiayaan kredit, dan semakin kuatnya keyakinan konsumen seiring dengan meningkatnya mobilitas.

“Dorongan terhadap konsumsi rumah tangga juga didukung dengan kebijakan Pemerintah yang menambah bantuan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat, utamanya kelompok bawah dari dampak kenaikan inflasi sebagai konsekuensi pengalihan subsidi BBM,” ujarnya.

 

Perbaikan Ekonomi Domestik

Selanjutnya, kenaikan permintaan domestik juga terjadi di investasi, khususnya investasi non bangunan. Berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik tersebut tercermin dalam perkembangan indikator dini pada Agustus 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur terus membaik.

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor terus membaik khususnya ekspor CPO, batubara, besi dan baja seiring dengan permintaan mitra dagang utama yang masih kuat dan kebijakan Pemerintah untuk mendorong ekspor CPO dan pelonggaran akses masuk wisatawan mancanegara.

“Secara spasial kinerja positif ekspor ditopang oleh seluruh wilayah terutama Kalimantan dan sumatera yang tetap tumbuh kuat. Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada lapangan usaha utama, seperti industri pertambangan, pengolahan, dan pertanian,” pungkasnya.

Infografis Indonesia Keluar dari Lubang Resesi. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Indonesia Keluar dari Lubang Resesi. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya