Harga Minyak Tergelincir ke USD 86,46 per Barel, Sentuh Level Terendah di 2022

Harga minyak anjlok sekitar 5 persen ke level terendah delapan bulan pada perdagangan Jumat karena nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mencapai level terkuatnya dalam lebih dari dua dekade.

oleh Tira Santia diperbarui 24 Sep 2022, 07:30 WIB
Diterbitkan 24 Sep 2022, 07:30 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak anjlok sekitar 5 persen ke level terendah delapan bulan pada perdagangan Jumat karena nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mencapai level terkuatnya dalam lebih dari dua dekade. 

Selain itu, merosotnya harga minyak dunia terjadi di tengah kekhawatiran kenaikan suku bunga yang diprediksi akan mengarahkan ekonomi ke resesi sehingga memangkas permintaan akan minyak.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (24/9/2022), harga minyak Brent berjangka turun USD 4 atau 4,4 persen menjadi USD 86,46 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 4,45 atau 5,3 persen menjadi USD 79,10.

Ini menempatkan kedua harga patokan minyak dunia ini ke wilayah oversold secara teknis. WTI berada di jalur penutupan terendah sejak 10 Januari dan Brent di jalur penutupan terendah sejak 13 Januari.

Itu adalah penurunan harga minyak minggu keempat berturut-turut untuk kedua harga patokan minyak dunia, sejak pertama kali terjadi pada Desember. Keduanya secara teknis berada di wilayah oversold, dengan WTI di jalur untuk penyelesaian terendah sejak 10 Januari dan Brent untuk terendah sejak 14 Januari. Bensin dan solar AS juga turun lebih dari 5 persen.

Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada perdagangan Rabu. Bank-bank sentral di seluruh dunia mengikuti dengan kenaikan mereka sendiri, meningkatkan risiko perlambatan ekonomi.

“Tangki minyak karena kekhawatiran pertumbuhan global mencapai mode panik mengingat paduan suara komitmen bank sentral untuk memerangi inflasi. Tampaknya bank sentral siap untuk tetap agresif dengan kenaikan suku bunga dan itu akan melemahkan aktivitas ekonomi dan prospek permintaan minyak mentah jangka pendek,” kata Analis Pasar Senior di perusahaan data dan analitik OANDA, Edward Moya.

 

Kurs Dolar

Kurs Rupiah terhadap Dolar
Karyawan bank menunjukkan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Senin (2/11/2020). Nilai tukar rupiah pada perdagangan Senin (2/11) sore ditutup melemah 0,1 persen ke level Rp14.640 per dolar AS, dari perdagangan sebelumnya yaitu Rp14.690 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar dolar AS berada di jalur untuk penutupan tertinggi terhadap mata uang lainnya sejak Mei 2002. Dolar yang kuat mengurangi permintaan minyak dengan membuat bahan bakar lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.

“Kami memiliki dolar yang meledak lebih tinggi dan menekan komoditas berdenominasi dolar seperti minyak dan meningkatnya kekhawatiran atas resesi global yang akan datang karena bank sentral menaikkan suku bunga,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.

Penurunan aktivitas bisnis di zona Euro semakin dalam pada bulan September. Hal ini menunjukkan jika resesi kian membayangi karena konsumen mengendalikan pengeluaran dan pemerintah mendesak konservasi energi menyusul langkah Rusia untuk memotong pasokan gas Eropa.

 

Wall Street

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis Michael Pistillo (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Indeks utama Wall Street turun lebih dari 2 persen pada hari Jumat karena investor khawatir tindakan kebijakan hawkish dari Federal Reserve AS untuk meredam inflasi yang dapat memicu resesi dan mengurangi pendapatan perusahaan. 

Indeks dolar AS mencapai level tertinggi dalam lebih dari dua dekade dan menekan harga minyak.

Rusia meluncurkan referendum yang bertujuan untuk mencaplok empat wilayah yang diduduki Ukraina, meningkatkan ketegangan dalam apa yang disebut 'Kyiv palsu'.

Di sisi penawaran, upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 telah terhenti karena Teheran bersikeras pada penutupan penyelidikan pengawas nuklir PBB mengurangi ekspektasi kebangkitan ekspor minyak mentah Iran.

 

Infografis SKK MIgas
Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya