Perda KTR Diharap Tak Matikan Pelaku Usaha

Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) harus pegang prinsip keadilan dan keseimbangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Sep 2022, 22:49 WIB
Diterbitkan 26 Sep 2022, 15:25 WIB
Kampung Kawasan Tanpa Rokok di Matraman
Warga melintas dekat mural kawasan bebas asap rokok di lingkungan RW 06 Kelurahan Kayu Manis, Matraman, Jakarta, Jumat (8/10/2021). Beberapa titik pada kawasan tersebut juga terdapat mural-mural tentang pemberitahuan serta peringatan untuk tidak dan berhenti merokok (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menyerukan Pemprov DKI Jakarta untuk menerapkan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) di DKI Jakarta. Terlebih, regulasi ini menyangkut dua kepentingan yang seringkali berseberangan yaitu kesehatan dan ekonomi.

“Perda tugasnya untuk mengatur. Mengatur itu tidak boleh saling membunuh. Bagaimana cari jalan tengah untuk cari keseimbangan agar masyarakat yang ingin hidup sehat terlindungi, dan pelaku usaha tidak dibunuh, disitulah peran kebijakan” ujar Gembong Warsono dikutip Senin (26/9/2022).

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pembahasan atas Raperda KTR untuk dapat diterapkan di wilayah Ibukota. Atas rencana ini, sejumlah masyarakat memberikan respon yang beragam.

Beberapa lembaga swadaya masyarakat mendesak Pemprov DKI Jakarta agar segera mengesahkan Raperda tersebut. Di sisi lain, sejumlah pelaku usaha di sektor tembakau mengeluhkan aturan ini karena dinilai dapat mengganggu ekosistem pertembakauan.

Peraturan daerah, kata Gembong, harus mampu menjaga keseimbangan antara pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, baik kepentingan kesehatan maupun ekonomi harus diakomodir. Jangan sampai, Raperda KTR mendiskriminasi dan merugikan salah satu pihak.

“Mengatur kan menjaga keseimbangan, jangan sampai membunuh pelaku usaha dan jangan sampai merugikan masyarakat yang berkeinginan hidup sehat. Prinsip dasarnya kan itu,” tegasnya.

Ia juga menegaskan bahwa sesuai mekanisme penyusunan peraturan daerah, Raperda KTR DKI Jakarta harus mengacu pada peraturan di atasnya yaitu PP 109/2012.

Perda KTR ini pasti akan diselaraskan dengan PP 109/2012. Dasarnya akan ke sana. Mekanisme pembahasan suatu aturan kan diatur dengan undang-undang,” tegasnya.

 

Proses Penyusunan Kebijakan

KTR
Petugas menempelkan stiker kawasan tanpa rokok di kawasan Braga yang menjadi salah satu lokasi KTR di Kota Bandung, Senin (15/11/2021). (Foto: Tim Penyelenggara Acara HKN)

Gembong memastikan pihaknya akan melakukan proses hearing untuk mendengar dan menyerap aspirasi seluruh pemangku kepentingan terkait legislasi Raperda KTR DKI Jakarta. Menurutnya, Rancangan Perda tersebut akan dibahas bersama antara legislatif dan eksekutif.

“Namanya pembahasan Perda pasti dilakukan dengar pendapat dahulu dengan semua stakeholders apalagi yang akan terdampak. Ini pasti dilakukan oleh DPRD sesuai Peraturan dan Perundang- undangan yang berlaku di Indonesia” tuturnya.

Undang- undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang- Undangan mewajibkan pelibatan pemangku kepentingan untuk dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan.

 

Pemerintah Diminta Libatkan Konsumen Susun Regulasi KTR

Kampung Kawasan Tanpa Rokok di Matraman
Anak-anak melintasi mural bertema bebas asap rokok di lingkungan RW 06 Kelurahan Kayu Manis, Matraman, Jakarta, Jumat (8/10/2021). Warga sejumlah RT di RW 06 berkomitmen menjaga lingkungan dari asap rokok dengan memberikan teguran dan sanksi bagi yang melanggar. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, dalam penyusunan dan penerapan peraturan seperti Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai lokasi, konsumen tidak pernah dilibatkan di dalamnya.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Pakta Konsumen (PK) Andi Kartala pada Focus Group Discussion (FGD) Ketimpangan Perlindungan Hak Konsumen dalam Kebijakan Ekosistem Pertembakauan di Yogyakarta.

"Sejak dilahirkan dan diterapkannya Perda KTR, konsumen tidak pernah dilibatkan. Padahal kebijakan dan regulasi tersebut secara jelas mengatur konsumen dengan sangat ketat," ujarnya, dikutip Minggu (21/8/2022)

Andi menegaskan bahwa konsumen produk tembakau memiliki tanggung jawab pada negara dalam bentuk cukai hasil tembakau (CHT) dan pajak yang disampaikan dalam PMK 192/PMK.010/2021.

Menurutnya, partisipasi konsumen dalam regulasi nyaris tidak ada, dilihat dari public hearing, penyusunan naskah akademik sampai sosialisasi, sehingga regulasi yang dihasilkan tidak berkeadilan dan hanya timpang di satu sisi saja.

"Konsumen tidak antiregulasi. Konsumen bersedia diatur dan siap memenuhi kewajibannya, tetapi tidak sebanding dengan sumbangsih yang diberikan. Kebijakan, aturan, dan regulasi yang ditunjukan pada konsumen produk tembakau hanya menekankan pada pelarangan bukan pembatasan," katanya.

Infografis Bahaya Merokok
Infografis Bahaya Merokok
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya