RI Bakal Pimpin Pasar Karbon Dunia, Ini Alasannya

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan penetapan harga karbon sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim.

oleh Tira Santia diperbarui 27 Sep 2022, 16:30 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2022, 16:30 WIB
Menelusuri Gunung Patah Pagar Alam, Jalur Pendakian Terpanjang Kedua di Sumatra
Kawasan Gunung Patah di Pagar Alam - Bengkulu yang merupakan hutan hujan Sumatra, dengan vegetasi hutan hujan tropis yang sangat lebat (Dok. Pribadi Khotaman Mapala Hiawata UMP / Nefri Inge)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan penetapan harga karbon sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim. Lantaran, dapat memberikan insentif untuk mengurangi emisi.

“Sebagai salah satu alat kebijakan pemerintah, penetapan harga karbon sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim karena memberikan insentif untuk mengurangi emisi,” kata Mahendra dalam International Seminar on Carbon Trade 2022, Selasa (27/9/2022).

Mahendra menjelaskan, pada 22 April 2022 terdapat 268 instrumen penetapan harga karbon, termasuk pajak karbon dan skema perdagangan emisi telah dikembangkan secara global.

Meski dengan cakupan yang masih rendah, di sinilah Indonesia dapat melangkah dan memanfaatkan keunggulan sebagai pemimpin untuk menggunakan inisiatif pasar karbon untuk memberikan alternatif pembiayaan bagi sektor riil.

Menurutnya, Indonesia kaya dengan Sumber daya alam, dan Indonesia berpotensi besar untuk memimpin perdagangan karbon di dunia. Sebab, memiliki Kawasan hutan tropis terbesar ketiga di dunia yakni 125 juta hektar.

“Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin (perdagangan karbon), Indonesia memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia seluas 125 juta hektar. Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 Miliar karbon. Ini belum termasuk hutan bakau dengan potensi penyerapan karbon yang lebih besar,” kata Mahendra.

 

Hasil Perdagangan Karbon RI

Hutan Bakau di Pesisir Marunda Memprihatinkan
Kondisi hutan bakau di pesisir kawasan Marunda, Jakarta, Selasa (27/8/2019). Tutupan hutan tersebut berakibat bertambahnya emisi karbon dioksida hingga 4,69 kilo ton. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kata dia, berdasarkan angka-angka ini saja, Indonesia dapat menghasilkan pendapatan sebesar USD 565 miliar dari perdagangan karbon.

Dimana Pemerintah telah mengesahkan Perpres 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

“Salah satunya adalah pelatihan karbon ke pasar karbon. Agar inisiatif ini terealisasi, Kami akan mendapatkan kerangka peraturan yang jelas untuk otoritas dan pengoperasian Pasar karbon dari masa mendatang. Omnibus Law di bidang jasa keuangan dan peraturan lainnya yang sudah ada, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri,” ujarnya.

 

Mekanisme Pengawasan

Hadapi Global Warming, Mesin Penghisap Emisi Karbon Kini Dibangun
Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Disisi lain, hal penting lainnya untuk mendorong pasar karbon yaitu membangun dan memperkuat infrastruktur pasar untuk dapat mendukung beroperasinya pasar karbon. Selain itu, penting untuk menyiapkan mekanisme pengawasan yang sesuai bagi pasar karbon.

Maka dari itu, industri Jasa Keuangan Indonesia siap mendukung inisiatif tersebut. Meskipun tekanan dari perlambatan ekonomi global dan inflasi sangat tinggi. Namun, kata Mahendra, sektor keuangan Indonesia tetap tangguh di tengah ketidakpastian ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya