Baru Pulih dari Pandemi, Industri Rokok Minta Cukai Tak Naik di 2023

Agar industri rokok tidak semakin menderita dan tumbang, pemerintah diminta bijaksana dengan tidak menaikan cukai rokok di 2023 mendatang.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Sep 2022, 16:20 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2022, 16:20 WIB
20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Liputan6.com, Jakarta Kenaikan cukai rokok setiap tahun dinilai tidak adil. Saat pendemik Covid-19 sedang menggila pada 2020-2021, industri lainnya di tanah air mendapat insentif, industri rokok justru dibebani dengan kenaikan cukai rokok yang besar dan memberatkan.

Tahun 2022 pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak negatif ke berbagai sektor kehidupan masyarakat termasuk industri.

Untuk itu, agar industri rokok tidak semakin menderita dan tumbang, pemerintah diminta bijaksana dengan tidak menaikan cukai rokok di tahun 2023 mendatang.

“Kami sangat menolak kenaikan cukai rokok di tahun 2023. Kami sudah sampaikan hal ini ke Menteri (Keuangan) dengan alasan tentunya, bukan hanya sekedar menolak karena selama ini Formasi realistis saja. Tahun depan dengan baru pulihnya ekonomi seusai pandemi kita memohon pemerintah untuk tidak menaikkan cukai di tahun depan,” pinta ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (28/9/2022).

Lebih lanjut Heri menjelaskan, apabila pemerintah ngotot menaikan cukai rokok banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Pertama, akan terjadi pengurangan pegawai atau buruh yang berarti menghasilkan pengangguran yang sangat banyak. Padahal saat ini ekonomi sedang sangat sulit.

Yang kedua akan semakin banyak rokok illegal. Dan yang ketiga, industri rokok terutama pabrikan rokok menengah dan kecil semakin banyak yang gulung tikar alias bangkrut. Itu berarti menimbulkan efek negatif juga bagi pemerintah. Akan semakin mempersulit ekonomi.

Pemerintah pun diharapkan segera membuat road map industri tembakau Indonesia. Namun pembuatan road map terebut harus melibatkan semua pihak, bukan hanya perwakilan masyarakat dan professional bidang Kesehatan, tapi juga pelaku IHT termasuk di dalamnya perwakilan petani tembakau dan perewakilan buruh IHT.

“Dengan adanya roadmap, rencana pemerintah ke depan terhadap masa depan IHT jelas. Berapa kenaikan cukainya, kapan perlu dinaikannya juga semakin jelas, Sehingga masyarakat industri rokok maupun industri hasil tembakau tidak kaget,” papar Heri Susianto.

 

 

Pemerintah Butuh Dana

Ilustrasi APBN. Dok Kemenkeu
Ilustrasi APBN. Dok Kemenkeu

Hal yang sama disampaikan Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi. Menurutnya, usulan kenaikan cukai rokok setiap tahun selain karena pemerintah membutuhkan dana juga karena adanya tekanan dari dunia luar terutama kalangan lembaga swadaya masayrakat, agar menaikan cukai rokok.

Benny berharap pemerintah berani melawannya dengan tidak menaikan cukai rokok. Sekiranya karena terpaksa harus menaikan, kenaikannya tidak lebih dari angka pertumbuhan ekonomi nasional.

“Pemerintah harusnya mempertimbangkan kepentingan industri nasional, kepentingan ekonomi nasional, kepentingan petani, dan kepentingan buruh. Di sini harusnya ada keseimbangan. Apalagi kita baru saja menghadapi Covid-19 yang memporak porandakan sektor ekonomi secara keseluruhan. Industri rokok sebagai bagian dari industri dan bagian dari ekonomi harusnya dapat pulih dulu, terlepas dari adanya gerakan anti tembakau tadi,” tegas dia.

Penolakan yang sama juga disampaikanm kalangan petani tembakau. Penasehat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) willayah Jawa Tengah Tryono dengan tegas menolak rencana atau usulan kenaikan cukai rokok di tahun 2023 mendatang.

“Tidak perlu adanya kenaikan Cukai Rokok, Sebesar apapun tidak perlu dinaikan, Karena selama ini cukai rokok sudah sangat tinggi. Karena itu pemerintah tidak perlu manaikannya lagi,” tegas Penasehat APTI Jawa Tengah, Tryono.

 

Imbas ke Petani

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Petani Tembakau (Foto:Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Menurut Tryono, kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah setiap tahun, bukan hanya merugikan kalangan industri rokok beserta para buruhnya. Petani tembakau pun terkena imbasnya. Sebab pembelian tembakau produksi petani menjadi semakin berkurang. Hal ini merugikan dan menyengsarakan nasib dan perekonomian petani tembakau yang sedang susah karena terkena dampak kenaikan BBM.

“Kalau pemerintah masih juga menaikan cukai rokok, akan semakin memperburuk kondisi kesejahteraan petani tembakau. Akan banyak dari para petani tembakau yang berhenti menanam tembakau karena terus merugi. Dan itu menyengsarakan nasib petani tembakau,”tegas Pryono.

Penolakan yang sama disampaikan ketua umum Koalisi masyarakat tembakau Indonesia, Bambang Elf. Menurutnya, kenaikan cukai rokok akan berdampak pada pengurangan pegawai di sektor industri tembakau. Setiap kali ada kenaikan cukai rokok, akan ada pengurangan buruh dan pegawai di sektor IHT.

“kenaikan cukai ini berpotensi dan punya pengaruh negative terhadap sektor ketenagakerjaan di sektor industri hasil tembakau. Tahun 2022 dan tahun 2023 ini pemerintah harus memberikan kompensasi dengan tidak menaikkan cukai agar IHT tetap bertahan,” tegas Bambang Elf.

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya