Ketahui 4 Cara Menjadi Generasi Sandwich Bahagia, Nomor 3 Bisa Dimulai Sekarang!

Generasi Sandwich adalah istilah untuk menyebut seseorang yang terhimpit banyak tanggungan finansial.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Okt 2022, 20:34 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2022, 20:33 WIB
Ilustrasi generasi sandwich (Liputan6.com / Abdillah)
Ilustrasi generasi sandwich (Liputan6.com / Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Melakoni peran sebagai generasi sandwich itu bukanlah pilihan, tapi kewajiban. Apalagi buat orang Indonesia yang sangat kental dengan budaya timurnya.

Menanggung kebutuhan orang tua, menopang ekonomi keluarga dan sekaligus menghidupi diri sendiri adalah keniscayaan tak terhindarkan. Sebuah panggilan hidup. 

Sandwich generation adalah istilah untuk menyebut seseorang yang terhimpit banyak tanggungan finansial. Di satu sisi ia mesti menghidupi orang tuanya, di sisi lain ia mesti menghidupi diri sendiri dan keluarga kecilnya bagi yang sudah menikah. Satu sumber penghasilan untuk tiga tanggungan sekaligus. 

Dalam istilah yang lebih praktis, menurut Annisa Steviani, Certified Financial Planner, generasi sandwich adalah suatu generasi di usia produktif di mana orangtuanya tidak bisa hidup apabila anaknya tidak memberikan uang untuk menghidupkannya. 

Situasi makin berat manakala si generasi sandwich, atau para pencari nafkah, punya adik yang masih dalam tahap mengenyam pendidikan. Inilah potret besar kelompok menengah masyarakat kita saat ini.   

Tapi, dalam menjalankan peran maha beratnya itu, generasi sandwich juga berhak bahagia. Berhak merealisasikan berbagai impiannya, mengejar cita cita.

Mereka juga tidak boleh melupakan kesenangan diri sendiri, termasuk mewujudkan obsesi besarnya. Bagaimanapun, hidup itu hanya sekali dan masa muda usia produktif tidak bisa diulang. 

Lalu, bagaimana caranya? Berikut ini lima tips menjadi generasi sandwich bahagia:

 Jujur Dalam Mengukur Diri

Bersikap jujur soal kemampuan merupakan langkah paling penting. Istilahnya membangun fondasi awal. Dengan bersikap terbuka soal penghasilan, maka ekspektasi keluarga bisa dikelola.

Jangan sampai keluarga terlalu tinggi menilai kemampuan finansial mu yang kemudian berujung pada praktik “besar pasak daripada tiang”. 

Karena “besar pasak dari pada tiang”, si pencari nafkah bisa terjerumus ke dalam lingkaran utang yang tak bertepi.Gali lubang, tutup lubang.

Ketika sudah terjebak dalam situasi seperti ini, maka kualitas hidup pencari nafkah akan menurun secara pelan pelan.

Ia merasa tak punya waktu lagi untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan diri sendiri. Boro boro mewujudkan mimpi besar, memenuhi kebutuhan hidup sehari hari saja sudah keteteran. 

Dan, bersikap jujur itu bukan hanya menyangkut penghasilan. Ceritakan juga rencana hidup mu ke depan.

Tentang cita cita setinggi langit yang ingin digapai yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif ke keluarga. Menjadi tulang punggung keluarga adalah perbuatan terpuji, tapi meningkatkan kapasitas diri adalah pekerjaan mulia. 

Jadi, intinya, komunikasikan kemampuan finansial sejujur mungkin. Jangan terlalu memaksakan diri agar terlihat sangat bertanggung jawab, padahal rapuh. Fokuslah pada pemenuhan kebutuhan dasar, bukan keinginan. Pisahkan antara pos pengeluaran yang bersifat primer dan tersier.

Generasi sandwich juga tidak perlu gede rasa. Sangat jarang orang tua yang ingin memposisikan anaknya dalam situasi sulit. Cinta kasih orang tua ke anak terlalu luber, tak terbatas. Mereka akan sangat pengertian selama kita mau berterus terang.

Ubah mindset, perkuat niat dan disiplin

Setelah jujur soal kemampuan dan mengkomunikasikan secara terus terang, maka langkah berikutnya adalah mengubah mindset, perkuat niat dan disiplin. Tiga hal ini penting agar peran sebagai generasi sandwich bisa dilakukan dengan tanggung jawab tapi penuh kegembiraan. 

Mengubah mindset itu intinya generasi sandwich melakukan perannya demi berbakti pada orang tua. Justru ini adalah momentum terbaik untuk membalas kasih sayang orang tua. Jangan sampai tercipta pola fikir situasi ini sebagai beban dan kegagalan finansial orang tua.   

“Banyak Gen Z yang memiliki mindset dan pola pikir bahwa mereka menjadi korban dari kegagalan finansial orang tua, sehingga merasa terbebani dan direpotkan akibat hal itu. Padahal dari dulu orangtua sudah melakukan yang terbaik dengan akses informasi dan keterbatasan yang mereka punya. Ubah mindset agar tidak selalu merasa direpotkan. Jadikan, ini sebagai pilihan untuk bertanggung jawab," ucap Annisa Steviani.

Setelah mengubah mindset dan memperkuat niat, maka langkah berikutnya adalah disiplin dalam pengelolaan finansial. Selalu tanamkan prinsip bahwa dari total penghasilan, ada sekian persen yang menjadi hak orang tua dan harus disisihkan di depan. Tanpa disiplin yang ketat akan membawa si pencari nafkah ke dalam kesulitan finansial.   

 

Tips Lain

3 Langkah Bantu Generasi Sandwich Bebas Menjalani Passion
Simak tips berikut ini bagi generasi sandwich yang ingin bebas menjalani passion. Credits: pexels.com by Ivan Samkov

Manajemen Keuangan    

Nah, untuk menciptakan disiplin finansial yang ketat, mulailah dengan melakukan manajemen keuangan secara terukur dan lakukan dengan konsisten. Prioritas pertama tentu saja menunaikan kewajiban finansial seperti pembayaran angsuran rumah dan jenis utang lainnya.

Prioritas selanjutnya sisihkan kebutuhan keluarga dan hak orang tua seperti yang sudah dikomunikasikan secara jujur dan terus terang di awal. Wah makin habis dong? Ya benar. Setelah menyisihkan semua kewajiban, itulah “kemampuan” finansial sesungguhnya. Membagi penghasilan ke semua pos pengeluaran akan menghindarkan kita dari ilusi finansial.

Dengan cara ini, generasi sandwich dihadapkan pada dua pilihan: Pertama, berhemat secara ketat. Kedua, menciptakan sumber pendapatan baru tanpa mengganggu pekerjaan inti. Kerja sampingan yang lebih mengandalkan bakat, keahlian dan part time, tentu layak dicoba. 

Ada banyak cara menyisihkan pengeluaran secara disiplin. Bisa pakai tips orang tua dengan memasukkan uang ke berbagai amplop yang disesuaikan dengan tujuannya. Seperti amplop untuk orang tua, tabungan pendidikan anak, dana darurat dan sebagainya. Ada juga yang memilih membuka banyak rekening bank agar tidak tercampur aduk. 

Atau, mengikuti saran Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar. Yakni, menggunakan fitur Kantong (pokcet) yang tersedia di aplikasi Bank Jago. “Fitur ini memudahkan pengguna untuk mengalokasikan dana sesuai dengan kebutuhan mereka, termasuk untuk kebutuhan sehari-hari, liburan, dana pendidikan dan juga biaya untuk kebutuhan bulanan orang tua. Mengelola uang bukan hanya menjadi lebih disiplin, juga mudah dan menyenangkan,” kata Kharim pada acara Indonesia Millennial dan Gen Z Summit 2022, pekan lalu.

Cara kerja fitur Kantong bisa dibilang sama dengan digitalisasi amplop. Prinsip utamanya memisahkan uang berdasarkan tujuannya. “Nasabah dapat membuat hingga 40 kantong, yang memiliki nomor rekening yang berbeda untuk setiap kantongnya. Ini memudahkan pengguna untuk mengatur dana masuk dan keluar langsung dari kantong yang diinginkan hanya cukup dari satu rekening Bank Jago,” kata Kharim.  

Menariknya, nasabah bisa membuat Kantong Bersama. Ini sangat membantu generasi sandwich membuat urunan dengan saudara nya yang lain dalam menopang kebutuhan finansial orang tua secara bersama sama. “Jadi semua transaksi bisa lebih transparan dan terasa lebih ringan,” kata Kharim.

Mulailah Investasi

Setelah disiplin mengatur pengeluaran, maka langkah berikutnya adalah memulai investasi. Sekecil apapun nilainya, investasi tetap harus dirintis dan lakukan dengan konsisten. 

Namun demikian, Annisa Steviani mewanti wanti untuk menyesuaikan pilihan produk investasi dengan profil risiko. Kalau penyuka risiko tinggi, investasi saham bisa menjadi pilihan. Tapi, kalau tipe moderat, emas, reksadana atau obligasi ritel, bisa menjadi alternatif. Atau, memilih instrumen deposito sebagai tempat menyimpan dana darurat.

Kolaborasi mendalam antara Jago dengan Bibit, Stockbit, Trimegah, memungkinkan nasabah dapat melakukan transaksi investasi dengan lebih mudah, cepat. Dengan memanfaatkan fitur plan ahead, nasabah dapat melakukan otomatisasi transaksi agar lebih disiplin dalam berinvestasi.

“Menabung dan berinvestasi harus menjadi budaya Gen Z. Mengingat hidup tidak hanya untuk saat ini, tetapi ada masa mendatang yang tidak diketahui,” katanya. 

Jadi, apapun pilihannya, investasi harus dimulai sejak dini. Dengan investasi sejak usia muda, Generasi Sandwich bisa menyiapkan kebutuhan finansial masa depan, setelah tidak lagi produktif. Inilah cara paling elegan dalam memutus rantai generasi sandwich.

Infografis: Siapa Generasi Sandwich (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Siapa Generasi Sandwich (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya