Harita Nickel Kucurkan Rp 15 Triliun Bangun Smelter di Pulau Obi

Anak usaha Harita, HPL tengah membangun smelter mineral bijih nikel dengan kapasitas 870,000 MT/ tahun Feronikel, dengan investasi USD 703 juta.

oleh Nurmayanti diperbarui 08 Nov 2022, 17:43 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2022, 13:55 WIB
Harita Nickel.
Harita Nickel.

Liputan6.com, Bogor - Harita Nickel, mengembangkan pemurnian (smelter) nikel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Perusahaan menggelontorkan investasi hingga USD 1 miliar atau lebih dari Rp 15 triliun.

Head of HSE & Sustainability Harita Nickel Tonny Gultom mengakui jika saat ini nikel tengah jadi incaran. Ini seiring gencarnya produksi kendaraan atau mobil listrik.

Maklum, nikel adalah salah satu bahan baku utama untuk menghasilkan bahan baku baterai. “Masa depan industri nikel ke depan sangat cerah. Kit beruntung memiliki potensi sumber daya alam nikel,” kata dia saat media gathering di Bogor, Sabtu (5/11/2022).

Sebelum booming kendaraan listrik, dia menjelaskan jika nikel hampir 70 persen merupakan bahan baku produk stainles steel, kemudian 16 persen baterai.

Ke depan, komposisi ini diprediksi berubah. Di mana, 40 persen akan memasok kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik dan sisanya untuk stainless steel.

Jauh sebelum era mobil listrik, Harita menjadi pionir dalam memproduksi mixed hydroxide precipitate (MHP). Sekadar diketahui, MHP adalah salah satu bahan baku baterai yang antara lain digunakan untuk kendaraan listrik.

“Kami belum berencana mengembangkan usaha pengembangan industri penghasil baterai karena tak mudah,” ujar Tony.

Harita Nickel saat ini memiliki lima anak perusahaan, masing-masing-masing perusahaan bergerak di pertambangan Nikel.

Kelima perusahaan tersebut yaitu PT Trimegah Bangun Persada (TBP) dan PT Gane Permai Sentosa (GPS). Tiga lainnya bergerak di sektor hilirisasi, yaitu PT Halmahera Jaya Ferronicel (HJF), PT Halmahera Persada Lygend (HPL), dan PT Megah Surya Pertiwi (MSP).

 

Operasional

Harita Nickel.
Harita Nickel.

TBP mengantungi IUP yang akan berakhir pada 8 Februari 2030 dengan luas 4.247 ha. TBP menambang bijih nikel untuk bahan baku pabrik pengolahan MSP dan pabrik pengolahan & pemurnian HPL, serta ekspor bijih.

PT Gane Permai Sentosa (GPS) juga menambang nikel, di atas lahan seluas 1.128,83 Ha, dengan izin IUP hingga 22 Maret 2030. Produksi penambangan bijih nikel sebagai bahan baku pabrik pengolahan MSP.

Adapun untuk kegiatan hilirisasi dikerjakan PT MSP yang diketahui telah membangun empat jalur pabrik pengolahan (smelter) mineral bijih nikel, berkapasitas 240.000 MT Feronikel per tahun, dengan total investasi mencapai USD 361 juta.

Sedangkan PT HPL membangun pabrik pengolahan dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang telah beroperasi sejak Juni 2021.

HPL tengah membangun smelter mineral bijih nikel dengan kapasitas 870,000 MT/ tahun Feronikel, dengan investasi USD 703 juta.

Tony menegaskan, saat ini fokus perusahaan nikel adalah mengolah sisa hasil pengolahan (SHP) nikel yang jumlahnya sangat banyak, yaitu 90-97% karena bijih tidak bisa masuk line produksi seluruhnya.

“Di berbagai dunia persoalan SHP menjadi penting. Kami memanfaatkan semua SHP atau slag nikel jadi batako kelas premium,” jelas Tony. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya