Liputan6.com, Jakarta Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melaporkan kesiapan dua ruas Jalan Tol Trans Sumatera untuk diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kepala BPJT Kementerian PUPR Danang Parikesit mengatakan, ruas Tol Pekanbaru-Bangkinang dan Tol Bengkulu-Taba Penanjung sudah mengantongi sertifikat Uji Laik Operasi (ULO).
Baca Juga
Selanjutnya, peresmian kedua ruas Jalan Tol Trans Sumatera itu itu tinggal menunggu jadwal dari Jokowi.
Advertisement
"Sampai akhir tahun ini kita harapkan yang sudah mendapatkan sertifikat Uji Laik Operasi ada Pekanbaru-Bangkinang, mungkin yang paling promising itu," ujar dia di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
"Yang lain Bengkulu-Taba Penanjung, itu kan sudah dioperasikan. (Kapan diresmikan?) Tergantung jadwal Presiden," kata Danang.
Adapun PT Hutama Karya (Persero) selaku pengelola Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang sepanjang 40 km tengah menunggu proses peresmian ruas tol tersebut oleh Jokowi.
Project Director Tol Pekanbaru-Bangkinang Bambang Eko mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan 30,7 km ruas Tol Pekanbaru-Bangkinang, yang menghubungkan on/off ramp STA 9+300 hingga Gerbang Tol (GT) Bangkinang.
"Statusnya udah oke ya, jadi kita udah siap. Panjang total kita 40 km, sedangkan yang sudah siap 31 km. Sudah mendapat uji laik fungsi (ULF) dari Kementerian Perhubungan dan sertifikat laik operasi (SLO) dari Bina Marga (Kementerian PUPR)," terangnya di on/off ramp STA 9+300, Kabupaten Kampar, Riau beberapa waktu lalu.
Â
Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang
Menurut data dari PT Hutama Karya (Persero), Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang dari STA 0+000 hingga GT Bangkinang total memiliki panjang 40,00 km. Namun, rencana operasional baru sepanjang 30,7 km lantaran sisa sekitar 9 km dari STA 0+000 sampai STA 9+300 masih dalam proses pembebasan lahan.
"Statusnya sedang dalam proses. Artinya kita sudah melakukan pekerjaan 3 km, tinggal yang sisa 6 km adalah tanah kehutanan. Pembebasan lahan sekarang sudah sekitar 86 persen," jelas Bambang.
Secara target, ia menyebut proses land clearing bisa selesai pada Desember 2022. Akan tetapi, target waktu tersebut masih tentatif karena pihaknya terus mengikuti proses pembebasan lahan sisa yang cenderung sulit.
"Kebetulan di kehutanan itu ada tanah yang diakui masyarakat. Lalu masyarakat juga punya alat sah, kayak sertifikat. Sehingga harus dilepaskan dulu dari Kehutanan (KLHK) ke PUPR, nanti akan dilakukan APL (area peruntukan lain)," bebernya.
Â
Â
Advertisement
Kenaikan Tarif Tol Diteken 7 Oktober 2022, Ruas Mana Saja?
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danang Parikesit, mengabarkan bakal memproses persetujuan tarif tol baru untuk beberapa ruas pada Jumat, 7 Oktober 2022.
BPJT disebutnya telah memproses sejumlah usulan penyesuaian tarif dari Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Namun, ia belum menyebut secara rinci mana saja ruas yang terkena kenaikan tarif tol, atau mungkin tidak ada perubahan sama sekali.Â
"Kita sudah ada beberapa yang diproses. Penyesuaian tarif tol ini menunggu ada tanda tangan amandemen BPJT, yang Insya Allah akan kita lakukan pada Jumat (7/10/2022) ini," kata Danang di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
"Jumat ini akan amandemen BPJT, setelah itu baru ada penyesuaian tarif. BPJT kan ada nilai investasi baru, dari situ ada tarif yang baru," imbuh dia.Â
Sebelumnya, pada Juni 2022, Danang menyebut ada lebih dari 30 ruas jalan tol yang akan terkena penyesuaian atau kenaikan tarif pada 2022 ini.Â
"Ada beberapa yang baru kita ajukan ke pak Menteri (PUPR). Kalau di tahun in cukup banyak, lebih dari 30 ruas kira-kira yang mengalami tarif adjusment," ujar Danang pada 7 Juni 2022 lalu.Â
Danang menyatakan, penyesuaian ongkos ini akan dilakukan secara bertahap. Pemerintah ingin memastikan kenaikan tarif tol itu sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang diberikan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
Adapun kenaikan tarif ini tidak hanya berlaku bagi tol yang berada di Pulau Jawa, tapi juga untuk ruas lainnya yang berlokasi di Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Sulawesi.
Menurut Danang, kenaikan tarif nantinya akan mengikuti angka inflasi yang terjadi di daerah bersangkutan.Â
"Tergantung inflasi di daerah masing-masing. Kalau tolnya di Jawa Timur, di kabupaten mana, kita menuggu data yang diterbitkan BPS (Badan Pusat Statistik)," ujar dia.Â
Meski Sering Kena Banjir, Tarif Tol Tak Bisa Gratis Begitu Saja
Cuaca ekstrem yang terjadi di musim penghujan saat ini membuat sejumlah ruas tol seperti Tol Pondok Aren-Serpong Km 8+500 hingga Tol Jakarta Outer Ring Road Seksi S (JORR-S) tergenang banjir. Sejumlah pihak pun menuntut agar tarif tol bisa digratiskan, sebagai ganti rugi bagi pengguna jalan.
Namun, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane Bambang Heri Mulyono menyatakan, tarif tol tidak bisa gratis begitu saja. Pasalnya, insiden banjir kerap jadi suatu hal yang berada di luar kuasa badan usaha jalan tol (BUJT).
"Menyangkut masalah tol gratis, karena masing-masing ruas itu pengelolanya berbeda, tentunya tidak bisa bahwa itu gratis. Sebab kejadian banjir ini bukan dari kejadian penguasaan badan usaha jalan tol," ujarnya dalam sesi media briefing di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (5/10/2022).
Senada, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan, keputusan pemberian sanksi bagi BUJT untuk urusan bencana alam, semisal pencabutan tarif tol memang membutuhkan banyak pertimbangan.
"Memang kalau kita mau memberikan sanksi itu sangat ditentukan atas sebab kejadiannya, dan apakah badan usaha bertanggung jawab atas sebab kejadian tersebut. Ini saya kira menjadi penting untuk kita mengatakan, kita beri sanksi atau tidak," ungkapnya.
Danang menceritakan, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memang pernah memberikan sanksi kepada BUJT atas insiden banjir.
Kasusnya, pengusaha jalan tol mengabaikan adanya drainase yang melintang di jalan tol sehingga seringkali tertutup. Namun untuk urusan perubahan lansekap di sekitar jalan tol seperti pemukiman yang makin bertumpuk, itu berada di luar tanggung jawab BUJT.
"Jadi kita memberikan sanksi karena tidak terpenuhinya SPM, karena drainasenya tidak sesuai dengan persyaratan teknisnya," kata Danang.
"Tapi kalau memberikan sanksi akibat adanya limpasan air yang itu muncul dari sungai yang tidak bisa jadi tanggung jawab sepenuhnya dari BUJT, memang tidak bisa kita lakukan," tegasnya.Â
Advertisement