Liputan6.com, Jakarta - Freeport McMoRan memastikan akan membangun industri pengolahan atau smelter di Papua. Pembangunan ini dilakukan usai smelter yang berada di Gresik, Jawa Timur, rampung pada 2024.
Chairman of the Board & CEO Freeport McMoRan Richard C Adkerson mengatakan, Freeport Indonesia pasti akan membangun fasilitas pengolahan di Papua. Namun hal itu harus menunggu dulu karena pemerintah meminta agar Freeport mengakselerasi pembangunan smelter yang di Gresik dahulu.
Baca Juga
"Saat ini pemerintah sudah memperingatkan kami untuk gerak cepat," katanya dalam Orasi Ilmiah: Transformasi Ekonomi melalui Hilirisasi dengan Kearifan Lokal yang digelar di Universitas Cenderawasih, Papua, seperti dikutip dari Antara, Kamis (6/10/2022).Â
Advertisement
Richard mengakui awalnya Freeport berjanji akan menyelesaikan pembangunan smelter pada 2023. Namun dengan adanya pandemi COVID-19 dan perubahan rantai suplai yang terjadi di dunia, mau tidak mau target tersebut harus molor.
"Kita sudah 40 persen komplit, kita akan rampung 2024. Di masa depan, akan ada peluang kami untuk membangun fasilitas industri, fasilitas kelistrikan untuk mendukung pengembangan industri di Papua. Kami berkomitmen untuk melakukan itu," imbuhnya.
Berdasarkan bahan paparan Richard, smelter baru Freeport di JIIPE Gresik, Jawa Timur, itu akan menjadi smelter single-line terbesar di dunia dengan kapasitas produksi pengolahan tembaga hingga 1,7 juta ton konsentrat per tahun.
Freeport juga akan menambah kapasitas smelter tembaga pertamanya yakni PT Smelting yang juga berada di Gresik dari produksi 1 juta ton menjadi 1,3 juta ton konsentrat per tahun. Selain itu juga akan ada fasilitas pemurnian logam mulia sebesar 6.000 ton per tahun.
Â
Progres Pembangunan
Dengan investasi USD 3 miliar, hingga akhir Juli 2022 tercatat progres pembangunan fisik telah mencapai 39,9 persen dengan total serapan biaya sekitar 1,2 miliar dolar AS. Ada pun pekerjaan concrete sudah hampir mencapai 10 persen dengan penyerapan 98 persen tenaga kerja Indonesia.
Freeport menargetkan kemajuan pembangunan fisik pada akhir 2022 mencapai 50 persen dengan serapan biaya sekitar USD 1,5 miliar.
Dalam kesempatan yang sama Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya hilirisasi bagi terbukanya lapangan pekerjaan di daerah, termasuk Papua. Namun syaratnya, harus ada kolaborasi dengan pengusaha dan UMKM di daerah tersebut.
"Hilirisasi yang menjadikan anak daerah menjadi tuan di negerinya sendiri," kata Bahlil.
Kendati demikian sebagai seorang putra Papua, Bahlil mengakui kesuksesan Freeport masih belum optimal melibatkan anak-anak Papua. Ia pun mengajak masyarakat Papua untuk bisa meningkatkan kualitas diri agar bisa lebih banyak terlibat dalam bisnis Freeport di Bumi Cenderawasih itu.
"Kita harus menjemput kualitas diri kita," katanya.
Advertisement
Cerita Jokowi Sulitnya Minta Freeport Bangun Smelter Meski Diancam Tak Perpanjang Kontrak
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menceritakan bagaimana sulitnya kala itu memerintahkan PT Freeport Indonesia untuk membangun smelter untuk mengolah hasil tambangnya.
Selama ini, hasil tambang milik Freeport masih dijual dalam bentuk mentahan sehingga Indonesia tidak mendapatkan nilai tambahnya.
"Dulu sulit menyuruh Freeport buat smelter, mundur-mundur aja. Gak, gak gak gak kamu buat smelter kita perpanjang, gak bisa juga," kata Jokowi di Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengakuisisi saham Freeport hingga 51 persen. Barulah, pemerintah bisa memerintahkan Freeport untuk membuat smelter.
"Ya udah kita akuisisi saja 51 persen, setelah dapat mayoritas buat smelter, baru bikin di Gresik," kata dia.
"Nanti bapak ibu lihat, Gresik 2024 kelihatan berapa nilai tambah tembaga yang lebih dari 50 tahun kita ekspor raw material," sambung Jokowi.
Upaya hilirisasi juga dilakukan pada produk hasil tambang lainnya seperti bauksit, nikel dan copper. Hasil penghentian ekspor ini telah memunculkan nilai tambah hingga USD 30 miliar.
Berkat kebijakan tersebut, neraca dagang Indonesia dengan China saat ini mengalami perbaikan. Tahun 2014 neraca perdagangan minus USD 13 juta.
Namun di tahun 2021 sudah mengalami perbaikan menjadi minus USD 2,4 juta. Angka ini pun akan terus membaik di tahun ini hingga 2024 mendatang.
Â