Liputan6.com, Jakarta Indonesia merupakan negara yang menganut paham kesejahteraan. Untuk itu, diperlukan APBN yang pendanaannya terutama dari penerimaan pajak. Pajak adalah juga instrumen keadilan ekonomi, pemerataan kekayaan dan pengurang kesenjangan pendapatan si kaya dan si miskin.
Untuk mencapai cita-cita negara kesejahteraan itu, pemerintah harus berdiri di tengah, di antara kepentingan pengusaha dan kepentingan rakyat. Indonesia akan mencapai puncak kesejahteraan sesuai dengan cita-cita founding fathers jika saja tidak terdapat korupsi.
Korupsi merupakan fenomena gunung es, sehingga tidak akan dapat terbayangkan seberapa banyak korupsi yang terjadi di Indonesia. Salah satu cara untuk mencegah korupsi sekaligus meningkatkan penerimaan perpajakan secara jitu dan sistemik adalah melalui Single Identity Number atau SIN Pajak.
Advertisement
Menurut Hadi Poernomo, SIN Pajak merupakan sistem yang menghubungkan data seluruh wajib pajak dengan sistem otoritas pajak. Sistem tersebut mengawasi seluruh transaksi keuangan, sehingga menciptakan transparansi yang bisa mencegah korupsi sekaligus meningkatkan penerimaan.
“SIN Pajak menjadi sebuah sistem yang paling sesuai dengan cita-cita seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan pemberantasan korupsi dan meningkatkan penerimaan negara dengan digitalisasi dan transparansi,” katanya.
1. Cara Kerja
Pembuatan SIN Pajak tidak hanya untuk mengejar penerimaan negara, tetapi juga untuk pencegahan korupsi. Sistem tersebut bekerja dengan menghubungkan semua pihak di Indonesia, dan akan membuka semua informasi dan data finansial/nonfinansial baik yang rahasia/nonrahasia.
Dengan sistem itu, dapat dipetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak. SIN Pajak juga menyediakan data wajib pajak yang belum membayar pajak. Bahkan, SIN Pajak juga mampu memetakan sumber harta, baik legal maupun ilegal, yang merupakan pintu masuk korupsi.
2. Payung Hukum
Sistem tersebut telah memiliki payung hukum, yakni Pasal 35A UU No. 28 Tahun 2007. Pasal itu menyebut setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada otoritas pajak.
Dengan Pasal 35A tersebut, semua pihak baik pemerintah pusat/daerah, lembaga, swasta dan pihak-pihak lain wajib saling membuka diri dan menyambung sistemnya ke otoritas pajak, dan membagi datanya yang rahasia/nonrahasia berupa data finansial/nonfinansial.
Namun, masih ada beberapa hambatan mengenai masih diperbolehkannya rahasia pada UU lain, seperti UU Perbankan. Hingga akhirnya terbit Perpu Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Perpu yang disahkan menjadi UU No. 9 Tahun 2017 ini menggugurkan ketentuan kerahasiaan dalam beberapa UU. Dengan demikian, semua pihak wajib membuka dan menghubungkan sistemnya ke otoritas pajak, dan membagi data finansial/nonfinansial yang rahasia/nonrahasia.
“SIN Pajak menjadi perwujudan digitalisasi transparansi, dan akan bekerja melakukan audit pajak secara elektronik (e-audit) dengan konsep link and match,” kata Hadi.
Advertisement
3. Wajib Pajak Tidak Bisa Sembunyikan Harta
Dalam SIN Pajak, harta baik dari sumber legal maupun ilegal yang selalu digunakan dalam sektor konsumi, investasi, dan tabungan, akan terekam secara sempurna. Wajib pajak akan menghitung kewajiban pajaknya, membayar, dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) ke otoritas pajak.
Setelah itu, otoritas pajak mencocokkan data SPT itu dengan data SIN Pajak. Dari situ, otoritas pajak bisa memetakan mana data SPT yang benar dan mana data yang tidak benar, dan mana data yang tidak dilaporkan dalam SPT. Dengan demikian, tidak ada harta yang dapat disembunyikan.
“Dalam penanganan kasus korupsi ada dikenal sistem pembuktian terbalik. Untuk itu, wajib pajak yang melaporkan SPT secara tidak benar akan diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa hartanya diperoleh secara legal,” kata Hadi.
Namun, hal tersebut dengan sendirinya akan membuat wajib pajak berpikir ulang melakukan perolehan harta secara ilegal dalam SPT. Singkatnya, dengan penerapan SIN Pajak, pada awalnya wajib pajak merasa dipaksa untuk jujur, tetapi lambat laun akan berubah menjadi jujur.
4. Pemerintah Harus Konsisten Memperkuat Penerapan SIN Pajak
Meski telah memiliki landasan hukum yang kuat, tetapi hingga kini SIN Pajak belum terlaksana. Sebab, masih banyak regulasi yang belum sejalan dengan fungsi dari sistem tersebut, terutama terkait dengan akses otoritas pajak terhadap data transaksi keuangan.
“Inkonsistensi regulasi diduga menjadi salah satu penyebab kenapa SIN Pajak tidak bisa terlaksana. UU-nya sudah benar, tetapi peraturan pelaksanaannya seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri harus konsisten dengan bunyi UU,” tegas Hadi.
Untuk itu, pemerintah perlu meluruskan peraturan perundangan pelaksanaan dan pemberlakuan SIN Pajak, karena aturan payungnya sudah cukup memadai saat ini. Hal ini sangat berbeda dengan situasi pada saat sebelum 2007 yang mana pada saat itu payung hukumnya belum tersedia. SIN Pajak merupakan rumah besar yang mengelola data dan informasi dari seluruh Instansi Pemerintah, Lembaga-lembaga, Asosiasi-asosiasi, dan Pihak-pihak Lain (ILAP).
Semua data itu dikumpulkan untuk tujuan perpajakan, yang apabila tidak dipenuhi kewajiban penyampaiannya, pihak yang tidak memberikan data diancam pidana. Risiko ini sepadan dengan manfaatnya, yaitu kepastian penerimaan, kemandirian APBN, menuju cita-cita Indonesia Sejahtera.
Belum Kunjung Terbentuk
SIN Pajak belum terbentuk setelah 20 tahun berlalu. Namun, bukan berarti tidak mau, karena kemauan tanpa disertai kemampuan sangat sulit terwujud. Otoritas pajak mau mewujudkan SIN Pajak, tetapi bisa jadi tidak mampu karena levelnya di bawah pihak yang wajib menyetorkan data.
SPT adalah jantung negara kita. Korupsi akan terhapus secara sistemik dan penerimaan pajak akan meningkat secara signifikan melalui pengisian SPT yang benar, lengkap, dan jelas. Prinsipnya, tidak ada pengawasan yang kuat dalam pengisian SPT yang benar.
Jika ada pengawasan secara sistemik, petugas pajak tidak bisa sembarangan lagi memeriksa SPT wajib pajak. Petugas pajak juga tidak bisa ‘bermain’ sendiri. Monitoring melalui SIN Pajak atau CCTV Pajak ini terobosan nyata guna meningkatkan kualitas pengawasan sekaligus optimalisasi penerimaan negara.
“Melalui CCTV Pajak ini saya yakin penerimaan negara akan naik, sehingga tax ratio meningkat. Itu modal melunasi utang negara dan mewujudkan Indonesia Sejahtera. Jika tax ratio tinggi, otomatis korupsi melandai, begitu pula kredit macet. Itu sudah saya laksanakan dan buktikan,” pungkas Hadi.*
Advertisement