Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (kemenkeu) terus mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk segera membelanjakan anggaran dan tidak menyimpannya di bank. Langkah belanja anggaran ini guna menciptakan kesejahteraan masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun sayangnya, keinginan dari Kementerian Keuangan tersebut bertepuk sebelah tangan. Uang pemda di bank justru terus meningkat dari bulan ke bulan.
Data APBN Kita hingga akhir September 2022 jumlah saldo pemda di perbankan mencapai Rp 223,84 triliun. Jumlah tersebut naik 10,04 peren dibandingkan posisi saldo akhir Agustus 2022 yang tercatat Rp 203,84 triliun.
Advertisement
Otoritas fiskal mengungkapkan dua faktor utama makin tebalnya uang daerah tersimpang di perbankan. Faktor pertama adalah kinerja pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat.
"Masih tingginya saldo dana pemda di perbankan antara lain disebabkan kenaikan PAD yang cukup signifikan," tulis laporan APBN Kita edisi September 2022 dikutip dari Belasting.id, Sabtu (22/10/2022).
Faktor kedua peningkatan saldo pemda di bank adanya kinerja belanja yang belum optimal.
Realisasi belanja APBD hingga akhir September 2022 masih minim dan belum mengalami perubahan tren peningkatan serapan belanja APBD pada penghujung tahun pada November dan Desember.
Pemerintah kabupaten/kota yang paling banyak simpan uang di bank ditempati oleh pemkab/pemkot di Jawa Timur. Akumulasi saldo pemkab dan pemkot di wilayah Jatim mencapai Rp 29,65 triliun.
Kemudian pemkab/pemkot dengan saldo bank paling rendah ditempati oleh pemda di wilayah Sulawesi Barat dengan nilai saldo Rp 1,07 triliun.
Sementara itu, provinsi yang paling banyak simpan uang di perbankan ditempati oleh DKI Jakarta yang mencapai Rp 13,52 triliun. Sedangkan Pemprov Sulawesi Barat paling rendah simpan uang di bank sejumlah Rp 380,10 miliar.
Kejar Realisasi APBD, Kemendagri Kirim Tim Gabungan ke Daerah
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus mengejar realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2022. Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni, tim gabungan sudah turun ke tiap daerah untuk mendorong percepatan realisasi APBD, salah satunya NTT.
“Kegiatan monitoring, evaluasi, dan asistensi penyerapan APBD dilakukan untuk mendorong percepatan penyerapan APBD TA 2022 bagi daerah yang masih rendah realisasinya,” kata Fatoni saat kunjungannya ke Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti dikutip dari siaran pers diterima, Kamis (25/8/2022).
Fatoni menambahkan, tim gabungan bertugas menggali sekaligus mengetahui penyebab rendahnya realisasi APBD. Tim gabungan ini, lanjut Fatoni, juga berupaya membantu pemerintah daerah untuk menemukan permasalahannya untuk kemudian dicari solusinya bersama-sama.
“Pemerintah daerah agar menyusun perencanaan dan penganggaran kegiatan secara konsisten dan terukur. Dalam melakukan transaksi belanja pengadaan barang/jasa, daerah dapat memanfaatkan fitur di e-Katalog dan Toko Daring,” jelas dia.
Fatoni mencatat, berdasar data yang dihimpun Kemendagri per tanggal 22 Agustus 2022, realisasi pendapatan APBD provinsi, khususnya di NTT, kota tengah dikunjunginya, TA 2022 sebesar Rp12.721,23 miliar atau 45,86 persen dari total anggaran pendapatan yang berjumlah Rp27.736,53.
Advertisement
Realisasi Belanja
Sedangkan, untuk realisasi belanjanya diketahui sebesar Rp10.501,27 miliar atau 35,07 persen dari total belanja Rp29.944,44 miliar. Kemudian, untuk anggaran tersisa dalam kas daerah (kasda) saat ini untuk provinsi adalah sebesar Rp230,10 miliar, dan total kasda kabupaten/kota berjumlah Rp2.051 miliar.
“Beberapa daerah di NTT realisasi pendapatannya terbilang cukup tinggi dengan angka di atas 40 persen. Daerah tersebut yakni Kabupaten Alor 53,99 persen, Kabupaten Sumba Tengah 47,42 persen, Kabupaten Flores Timur 43,71 persen, Kabupaten Manggarai Barat 43,03 persen, serta Kabupaten Manggarai Timur dengan angka 42,80 persen. Sementara untuk daerah lainnya capainnya masih berada di bawah 40 persen,” rinci Fatoni.
Fatoni meminta, Pemda agar terus memaksimalkan realisasi APBD baik dari segi pendapatan maupun belanja. Hal tersebut untuk mendukung pembangunan, serta memacu pertumbuhan ekonomi agar semakin meningkat.
“Dengan demikian, langkah itu juga bakal mendorong pelayanan yang maksimal kepada masyarakat,” Fatoni menutup.