Maaf, Bunga Acuan BI Memang Harus Naik

Salah satu tindakan nyata dari Bank Indonesia untuk menangani masalah inflasi yaitu melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

oleh Tira Santia diperbarui 31 Okt 2022, 10:45 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2022, 10:45 WIB
BI Prediksi Inflasi Oktober Capai 0,05 Persen
Pedagang melayani pembeli di salah satu pasar tradisional di Jakarta, Rabu (26/10/2022). Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) memperkirakan tingkat inflasi hingga minggu ketiga Oktober 2022 mencapai 0,05% secara bulanan (month-to-month/mtm). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, mengatakan bahwa Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen ada Oktober ini sebagai langkah untuk menurunkan ekspektasi inflasi masih terlalu tinggi (overshooting).

Hal itu disampaikan dalam acara peresmian Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), yang dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tengah, Senin (31/10/2022).

“Bank Indonesia baru saja menaikkan suku bunga karena kita melihat ada potensi baru inflasi kita akan naik karena permintaan kita akan meningkat. Mobilitas sudah bergerak, banyak orang belanja di mall-mall penuh, travel juga banyak, potensi demand-nya sekarang meningkat,” kata Dody.

Menurutnya, ekspektasi inflasi jika tidak segera ditangani dengan cepat, akan membentuk ekspektasi inflasi yang sangat tinggi di masyarakat. Oleh karena itu, dengan menaikkan suku bunga menjadi salah satu cara Bank Indonesia untuk menekan ekspektasi inflasi masyarakat terlalu jauh.

“Yang kami takutkan inflasi ekspektasi, inflasi yang dibentuk oleh masyarakat besok, lusa, minggu depan, bulan depan, tahun depan. Ekspektasi itu paling bahaya kalau kita tidak atasi secara cepat,” ujarnya.

Dia pun mencontohkan bentuk ekspektasi inflasi yang sifatnya temporer seperti masalah cabai pasokannya berkurang sehingga menyebabkan harga cabai naik. Menurut dia, jika tidak diatasi segera, maka akan membentuk ekspektasi harga cabai akan naik terus dalam beberapa minggu sampai bulan depan.

“Oleh karena itu menjadi penting bagi Bank Indonesia untuk memerangi ekspektasi inflasi. Bukan hanya Bank Indonesia sebenarnya, tapi seluruh Bank Sentral yang punya mandate kepada inflasi dia harus bicara soal ekspektasi, dan ekspektasi itu harus dibuktikan dengan tindakan nyata dari otoritas untuk mengatasi masalah inflasi itu,” ujarnya.

Salah satu tindakan nyata dari Bank Indonesia untuk menangani masalah inflasi yaitu melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), yang berkolaborasi dengan Pemerintah daerah di berbagai Provinsi di Indonesia.

“Kami sangat senang Bank Indonesia punya komitmen yang tinggi untuk bersama-sama dengan Kementerian Lembaga terkait, termasuk Pemerintah daerah untuk memastikan permasalah inflasi ini kita atasi,” pungkasnya.

Ekonomi 2023 Diramal Gelap, Sri Mulyani: Ini Waspada, Bukan Menakut-nakuti

BI Prediksi Inflasi Oktober Capai 0,05 Persen
Pedagang beraktivitas di salah satu pasar tradisional di Jakarta, Rabu (26/10/2022). Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) memperkirakan tingkat inflasi hingga minggu ketiga Oktober 2022 mencapai 0,05% secara bulanan (month-to-month/mtm). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, prospek ekonomi global yang diprediksi “Gelap” oleh Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) bukan menakut-nakuti, tapi bentuk suatu kewaspadaan.

Menkeu menyebut, tahun depan Indonesia diperkirakan masih bisa menjaga pertumbuhan ekonominya, mungkin di sisi lain tekanan akan muncul bertubi-tubi karena seperti apa yang disampaikan IMF bahwa tahun 2023 akan gelap.

“Itu yang disebutkan gelap, kalau saya mengatakan begitu Saya dianggap menakut-nakuti, tapi sebetulnya enggak, hanya ingin menyampaikan bahwa resiko itu sangat ada dan oleh karena itu kita harus waspada,” kata Menkeu dalam Leaders Talk Series #2 dengan tema "Indonesia Energy Investment Landscape", Rabu (26/10/2022).

Kendati begitu, Menkeu menyampaikan momentum pemulihan ekonomi Indonesia cukup baik. Pertumbuhan ekonomi RI diperkirakan masih cukup kuat, Menkeu berharap kuartal ketiga bisa tumbuh di atas 5,5 persen. Namun, di kuartal IV Pemerintah Indonesia harus waspada terhadap trend pelemahan ekonomi dunia.

Oleh karena itu, APBN sebagai keuangan negara akan terus digunakan untuk menjaga ekonomi Indonesia. Namun, APBN sendiri juga harus tetap dijaga kesehatannya.

“Tahun 2020 tahun 2021 dan 2022 ini kita menghadapi pandemi yang luar biasa, yang kemudian kita harus melebarkan defisit dengan adanya undang-undang Nomor 2 atau perpu nomor 1 tahun 2020, kita mewujudkan apa yang yang disebut negara harus hadir pada saat ancaman muncul,” jelas Menkeu.

 

Negara Selalu Hadir

Negara harus hadir artinya keuangan negara juga harus bekerja ekstrem sangat keras yang kemudian menimbulkan defisit yang sangat besar. Tapi hal itu, kata Menkeu bisa dijaga selama keuangan negara tetap relatif sehat dan kuat.

“Sehingga pada saat situasi-situasi tertentu periode-periode tertentu Kita harus bekerja keras, sesudah itu kita kembali harus menguatkan atau menyehatkan kembali,” ujarnya.

Menkeu menyebut APBN sama seperti manusia. Sebagai manusia kadang-kadang harus kerja lembur selama berhari-hari dan seminggu, tentu selama lembur itu tidak mungkin tidak pernah tidur, jika begitu maka akan mati apabila tidak diistirahatkan.

“APBN sama seperti tubuh manusia kita bisa bekerja ekstrem tahun 2020 tahun 2021. Namun kita harus mulai kembali menyehatkan, karena negara dan bangsa serta perekonomian rakyat akan terus-menerus dihadapkan pada banyak ketidakpastian,” ungkap Menkeu.

Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Produk Domestik Bruto 2019-2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya