Harga Minyak Dunia Naik ke USD 93,67 per Barel karena Inflasi AS Terkendali

Harga minyak mentah berjangka menguat setelah data inflasi mendukung harapan investor bahwa Federal Reserve akan meredam kenaikan suku bunga.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Nov 2022, 08:00 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2022, 08:00 WIB
Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP
Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik lebih dari 1 perse pada perdagangan kamis karena data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan. Kenaikan harga minyak hari ini mengakhiri pelemahan yang sudah dibukukan dalam perdagangan tiga hari sebelumnya.

Para pelaku pasar melihat, angka inflasi yang rendah ini mampu mengimbangi sentimen kekhawatiran pembatasan covid-19 di China yang banyak berpengaruh ke harga minyak dunia.

Harga minyak mentah berjangka menguat setelah data inflasi mendukung harapan investor bahwa Federal Reserve akan meredam kenaikan suku bunga, yang dapat mendukung permintaan minyak mentah.

"(Data Indeks Harga Konsumen) bisa menjadi titik balik yang didambakan investor,” kata analis pasar senior OANDA, Craig Erlam, dikutip dari CNBC, Jumat (11/11/2022).

“Masih ada banyak rasa sakit di depan tetapi segalanya tiba-tiba terlihat sedikit lebih positif,” tambah Erlam.

Harga minyak mentah Brent naik naik USD 1,02 atau 1,1 persen ke level USD 93,67 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 0,8 persen menjadi menetap di USD 84,67 per barel.

 

Dolar AS

Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP
Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

Indeks dolar AS juga turun lebih dari 2 persen, karena data ekonomi yang cerah memikat investor menjauh dari safe-haven menuju aset berisiko termasuk minyak mentah.

Melemahnya AS dolar membuat harga minyak mentah yang saat ini dijual dengan denominasi dolar AS lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.

Namun di sisi lain, China sedang berjuang melawan peningkatan infeksi Covid-19 di beberapa kota yang vital secara ekonomi, termasuk Beijing.

Analis komoditas UBS Giovanni Staunovo menerangkan, kekhawatiran tentang pembatasan mobilitas tambahan membatasi kenaikan harga minyak mentah.

Di pusat manufaktur Guangzhou, jutaan penduduk diperintahkan untuk dites pada hari Rabu.

 

Rusia

Matt Smith, analis di Kpler meihat bahwa penarikan pasukan Rusia dari Kherson di Ukraina juga menahan kenaikan harga.

Minyak mentah melonjak awal tahun ini karena invasi Rusia ke Ukraina meningkatkan kekhawatiran tentang pasokan, dengan Brent mendekati rekor tertinggi USD 147 per barel.

Harga sejak itu jatuh di tengah kekhawatiran kemungkinan resesi. Harga minyak Brent telah turun lebih dari 6 persen minggu ini.

Pasar juga berada di bawah tekanan pada hari Rabu dari kenaikan besar dalam persediaan minyak mentah AS, naik 3,9 juta barel ke level tertinggi sejak Juli 2021.

Infografis Ladang Gas
10 Ladang Gas Terbesar Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya