Bank Dunia: Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan di Timur Tengah Sangat Rendah

Isu kesetaraan dan mengurangi ketimpangan gender kali ini bukan hanya berbicara soal status sosial perempuan, tapi juga ekonomi.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 14 Nov 2022, 17:15 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2022, 17:15 WIB
20160513-Konferensi-Internasional-Jakarta-SBY-Angga-Yuniar
Managing Director of Development Policy and Partnership Bank Dunia, Mari Elka Pangestu. (Liputan6.com/Angga Yuniar).

Liputan6.com, Jakarta - Managing Director of Development Policy and Partnership Bank Dunia, Mari Elka Pangestu, menyoroti partisipasi angkatan kerja bagi kaum perempuan yang masih lebih rendah daripada laki-laki, khususnya di Timur Tengah. Sorotan itu diberikannya dalam rangkaian acara B20 Summit 2022 yang digelar jelang KTT G20 Bali, Senin (14/11/2022).

Eks Menteri Perdagangan RI ini menilai, isu kesetaraan dan mengurangi ketimpangan gender kali ini bukan hanya berbicara soal status sosial perempuan, tapi juga ekonomi.

"Partisipasi angkatan kerja perempuan sekitar 50 persen, dibandingkan laki-laki 80 persen. Di beberapa wilayah seperti Timur Tengah itu 20-30 persen. Di Asia itu sedikit lebih baik, mendekati 60 persen, tapi masih lebih sedikit dari laki-laki," ungkapnya.

Mari Elka Pangestu lantas mengambil salah satu contoh kecil dari kebijakan yang pernah diterapkan di Arab Saudi, mengizinkan perempuan untuk berpergian sendiri. Menurutnya, upaya tersebut setidaknya bisa sedikit berdampak terhadap peningkatan partisipasi kerja oleh kaum hawa.

"Saya pikir ada aspek kultural yang harus disoroti. Anda harus betul-betul memahami kenapa partisipasi angkatan kerja rendah. Apakah itu dari regulasinya, itu harus disoroti," ujar dia.

Hal lain yang benar-benar jadi perhatiannya, soal keselamatan transportasi bagi perempuan yang juga rendah di Timur Tengah. Ia berasumsi, itu mungkin ada hubungannya dengan lingkungan kerja.

"Ini yang harus kita kerjakan bersama sektor swasta. Punya tempat kerja yang kondusif bagi perempuan adalah aspek penting lainnya," tegas Mari Elka Pangestu.

Selanjutnya, ia pun ingin memastikan adanya strategi bagi pekerja perempuan agar mampu meningkatkan kompetensinya, selain daripada hak bagi kaum hawa yang tengah dalam kondisi khusus semisal hamil.

"Lalu kesetaraan akses ke pendidikan, juga kesetaraan akses terhadap kesempatan kerja, dan punya kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan peningkatan keterampilan. Sehingga mereka tidak berada dalam posisi yang dirugikan," tutur Mari Elka Pangestu.

Menlu Retno Dorong Peran Perempuan Lawan Terorisme

Menlu RI Retno Marsudi dalam Presidensi G20 Indonesia. (Dokumentasi Kemlu RI)
Menlu RI Retno Marsudi dalam Presidensi G20 Indonesia. (Dokumentasi Kemlu RI)

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan pentingnya peran perempuan melawan terorisme. Gagasan itu menjadi salah satu ide yang ia bawa pada Pertemuan Tingkat Menteri Global Counter-terrorism Forum Ke-12 di New York (21/9).

Dilaporkan situs Kemlu RI, Sabtu (24/9/2022), Menlu Retno menekankan perlunya pengelolaan ancaman terorisme yang lebih baik, melibatkan pemerintah dan masyarakat melalui pendekatan “Whole Society".

Menlu Retno sampaikan tiga saran prioritas bagi GCTF di masa depan:

Pertama, penguatan kerja sama dengan para ahli bidang teknologi, guna memperkuat upaya pencegahan penggunaan teknologi informasi untuk aksi terorisme.

Kedua, penguatan upaya memutus rantai pendanaan terorisme, termasuk merespon berbagai tren baru seperti penggunaan mata uang virtual. Diperlukan kerja sama antar Financial Intelligence Units (FIUs) dengan sektor perbankan dan institusi keuangan lainnya.

Ketiga, penguatan peran perempuan dalam merespon ekstremisme dan menanggulangi terorisme.

 

Penanggulangan Terorisme

Pertemuan GCTF yang dihadiri Menlu Retno Marsudi itu diselenggarakan di sela-sela High Level Week Sidang Majelis Umum PBB 2022 dan bertujuan untuk merumuskan prioritas dan aktivitas GCTF ke depan.

GCTF merupakan forum yang fokus pada pengembangan kapasitas dan jejaring dalam penanggulangan terorisme serta memberikan wadah untuk berbagi pengalaman, strategi, dan pengembangan kapasitas, serta best practices dalam penanggulangan terorisme. Indonesia merupakan satu dari 30 negara pendiri GCTF yang dibentuk pada tahun 2011.

Menlu Retno hadir dalam kapasitasnya sebagai Co-Chair Countering Violent Extremism (CVE) Working Group (WG), yang telah dijabat Indonesia sejak tahun 2017 bersama Australia. Indonesia dan Australia baru saja meluncurkan toolkit terkait pendekatan sensitif gender dalam menanggulangi ekstremisme.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya