Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan B20 Summit Indonesia 2022 yang diselenggarakan pada 13-14 November 2022 turut mengangkat isu soal transformasi menuju energi baru terbarukan (EBT). Dalam hal ini, Pemerintah RI merayu investor top dunia untuk mau menanamkan modalnya di Tanah Air.
Upaya itu berbuah manis dengan adanya sejumlah nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU), seperti kerjasama antara PLN dan Amazon untuk proyek EBT berkapasitas 210 megawatt (MW).
Baca Juga
Namun, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mencermati, pelaksanaan B20 Summit 2022 ini nampaknya melupakan satu hal yang kini justru jadi perdebatan sengit, soal energi fosil semisal minyak.
Advertisement
Menurut dia, pelaksanaan B20 Summit kali ini seakan mengulangi formalitas serupa pada pembahasan-pembahasan di tahun sebelumnya, yang berputar pada perkara transisi energi.
"Dengan demikian masa depan energi fosil sepertinya tidak dianggap dalam B20 ini. Padahal sampai saat ini energi fosil masih menjadi isu utama dalam perekonomian global," kecam Mamit seperti disampaikan kepada Liputan6.com, Selasa (15/11/2022).
"Runtuhnya ekonomi global saat ini karena tingginya harga minyak dan gas serta batubara yang notabene adalah energi fosil," tegas dia.
Seharusnya, ia menekankan, selain berbicara tentang energi bersih semustinya dipikirkan juga soal kondisi ekonomi global saat ini. Terlebih dengan adanya konflik geopolitik Rusia-Ukraina, yang menekan harga komoditas energi fosil, sehingga mengancam terjadinya gelombang resesi pada 2023 mendatang.
"Jadi, jangan dipinggirkanlah isu ini. Energi bersih adalah keniscayaan, tapi energi fosil masih menjadi pilihan utama saat ini. Selain itu, perlu di-highlight bahwa untuk menuju green energy butuh biaya besar. Perlu dukungan dan kerjasama semua pihak agar NZE bisa berjalan sesuai dengan rencana," ungkapnya.
"Komitmen negara maju untuk membantu negara berkembang termasuk kita dalam menuju NZE adalah keharusan. Jangan hanya menjadi wacana saja," pinta Mamit.
Mamit lantas coba mewajari, absennya pembahasan mengenai minyak dan energi fosil dalam forum B20 Indonesia jadi cara untuk meredakan tensi atas isu sensitif tersebut jelang KTT G20 yang bakal digelar 15 November 2022 besok.
"Padahal isu resesi sudah mereka gaungkan sendiri. Kenapa ini (minyak dan energi fosil) bukan jadi pembahasan utama," keluh Mamit.
Jokowi di B20 Summit 2022: Indonesia Jadi Titik Terang saat Ekonomi Dunia Suram
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memamerkan keberhasilan Indonesia mengatasi krisis ekonomi yang terjadi saat ini, ketika negara-negara dunia tengah berada di titik suram. Hal itu diucapkan saat menutup rangkaian acara B20 Summit Indonesia 2022 jelang KTT G20 Bali, Senin (14/11/2022).
RI 1 bercerita, pada Januari 2022, ia sempat berbicara di depan forum B20 pada awal masa tugasnya. Kala itu masih masuk masa pandemi Covid-19, dan Jokowi mendesak agar pelaku usaha tida putus asa.
"Bulan Januari yang lalu saya berbicara di depan B20 pada awal masa tugasnya. Masih pandemi berat saat itu, saya menyampaikan bahwa di setiap kesulitan, bahwa di setiap tantangan pasti ada peluang. Jangan pesimis, titipan saya saat itu saya ingat, jangan pesimis," tegas Jokowi.
Sekitar 10 bulan berselang, krisis pandemi perlahan mulai mereda, namun tergantikan oleh konflik geopolitik yang turut menyebabkan terjadinya krisis pangan, krisis energi, hingga keuangan.
Namun, Jokowi bersyukur pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2022 masih konsisten naik jadi 5,44 persen, dan berlanjut pada kuartal III 2022 yang menguat jadi 5,72 persen.
"Inflasi juga bisa kita kelola di angka di September karena kenaikan harga BBM, naik menjadi 5,9 persen. Tetapi di bulan Oktober inflasi kita sudah bisa turun lagi di angka 5,7 persen," ungkapnya.
Capaian tersebut lantas mendapat pengakuan dari Managing Director IMF Dana Moneter Internasional, Kristalina Georgieva, yang memuji perolehan Indonesia kala situasi ekonomi dunia tengsh dilanda kegelapan.
"Managing director dari IMF Kristina menyampaikan, bahwa Indonesia menjadi salah satu titik terang di tengah kesuraman ekonomi dunia. Oleh sebab itu, perlu strategi besar yang sudah sering saya sampaikan itu secara konsisten itu terus kita jalankan," tuturnya.
Advertisement
Sri Mulyani: Situasi Global Akhir-Akhir Ini Begitu Rapuh
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut akhir-akhir ini situasi global sedang rapuh, sehingga kepercayaan di sektor keuangan, pasar dan ekonomi akan mudah terpengaruh.
“Situasi akhir-akhir ini begitu rapuh sehingga kepercayaan di sektor keuangan dan pasar dan ekonomi secara keseluruhan dapat dengan mudah terhalang, Jika kita tidak hati-hati dengan perumusan kebijakan kita,” kata Menkeu dalam B20 Summit Indonesia 2022 Day 2, Senin (14/11/2022).
Kata Menkeu, banyak pembuat kebijakan sebenarnya sekarang dihadapkan dengan ketidakpastian sehingga sulit menentukan kebijakan, baik itu secara fiskal maupun moneter.
Namun, khusus untuk Indonesia setidaknya bisa mengkolaborasikan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter secara sinkron dan harmonis.
Untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap pemulihan ekonomi, diperlukan kebijakan yang tersusun dengan baik, terencana, konsisten dan kredibel. Menurutnya, juga perlu menggunakan semua alat variabel secara efektif untuk meningkatkan kepercayaan ekonomi lebih jauh.
“Kita harus memberikan dukungan yang tepat sasaran, apalagi karena ruang kebijakan yang semakin terbatas harus lebih tepat sasaran, terutama dalam melindungi masyarakat miskin dan rentan. Banyak perusahaan besar seperti Unilever, Freeport, sungguh, mudah-mudahan melihat pertumbuhan perusahaan Anda yang lebih inklusif,” ungkap Menkeu.
Lebih lanjut, Menkeu membahas soal pandemi covid-19 yang telah menciptakan situasi yang sangat unik dan menantang dalam Pemulihan. Kemampuan setiap negara diuji untuk mengelola penyebaran covid. Namun, dengan adanya vaksin setidaknya mampu menciptakan momentum pemulihan.