Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menemukan ada potensi pemasukan sebesar USD 115 Miliar atau setara Rp 1.600 triliun di sektor energi baru terbarukan. Untuk itu, ESDM menggandeng perusahaan asal Australia, Sun Cable.
Dana ini merupakan potensi investasi yang akan masuk pada sektor sumber daya dan EBT. Kerja sama keduanya dituangkan dalam penandatanganan nota kesepahaman atau MoU dalam momen KTT G20.
Baca Juga
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Arifin Tasrif mengatakan kalau infrastruktur energi merupakan aspek penting untuk menghubungkan pusat produksi energi skala besar dengan wilayah konsumsi energi yang tinggi.
Advertisement
"Oleh karena itu, Indonesia berencana membangun super grid untuk mengatasi ketimpangan antara lokasi sumber daya energi terbarukan dengan daerah yang memiliki permintaan listrik yang tinggi, serta menjaga stabilitas dan keamanan sistem kelistrikan," kata dia dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Selasa (15/11/2022).
Untuk diketahui, CEO Sun Cable David Griffin dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia Arifin Tasrif mengumumkan kerjasama formal untuk memajukan potensi pembangkitan dan transmisi energi terbarukan di Indonesia. Kolaborasi ini diresmikan dalam MoU yang ditandatangani selama forum Net Zero Transition pada hari Jumat 11 November oleh Sun Cable dan Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (BBSP EBTKE).
Sun Cable dan ESDM hari ini merilis temuan awal dari studi bersama dengan judul “The Green Komodo: Menuju Indonesia Memimpin Revolusi Industri Hijau”. Laporan ini mengakui pentingnya bagi Indonesia untuk mendukung kebutuhan energi terbarukannya dan menguraikan jalur pengembangan Industri Hijau.
Studi ini mengidentifikasi lima industri utama yang mewakili 30 persen dari PDB Indonesia, yang memiliki potensi untuk memacu pertumbuhan Industri Hijau di Indonesia dan menambahkan hingga 115 miliar dollar AS (Rp1.600 triliun) ke PDB pada tahun 2035.
"Sun Cable merasa terhormat untuk bermitra dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral disaat ESDM membentuk kebijakan dan program teknis Indonesia untuk konektivitas jaringan energi. Kami ingin berbagi keahlian Sun Cable dalam pembangkitan dan transmisi energi surya jarak jauh dengan Indonesia disaat ESDM membentuk kebijakan dan pendekatan teknis untuk konektivitas antar pulau," ungkap CEO Sun Cable David Griffin.
Area Potensial
Melalui MoU ini, keduanya membidik sektor yang termasuk membangun area potensial untuk pembangkit, mendefinisikan sumber daya yang tersedia, mengidentifikasi lokasi dan industri yang intensif energi, dan kemudian menyusunprogram untuk memanfaatkan peluang-peluang ini.
Lima industri utama yang diidentifikasi oleh studi ini adalahpengolahan pertambangan dan mineral seperti produksi nikel hijau, energi dan bahan bakar seperti hidrogen hijau. Kemudian manufaktur transportasi seperti kendaraan listrik, pengolahan makanan dan pertanian seperti pupuk hijau, dan infrastruktur TI seperti pusat data hijau.
Melalui studi ini, Indonesia dinilai memiliki sumber daya energi terbarukan terbaik di Asia dan kemampuan inti untuk menjadi pusat kekuatan Industri Hijau. Misalnya akses ke sumber daya mineral utama, akses ke tenaga kerja yang besar, dan lokasi strategis di jantung pertumbuhan Asia.
Advertisement
Peningkatan Kapasitas
Membuka potensi ekonomi dari Industri Hijau akan membutuhkan percepatan pesat pembangkitan baru dengan peningkatan kapasitas terbarukan sebesar 25 kali lipat yang diperlukan untuk mencapai kebutuhan nol karbon.
Menghubungkan kepulauan Indonesia melalui koridor transmisi bawah laut akan memainkan peran penting dalam memungkinkan Indonesia untuk membuka peluang Industri Hijau dengan mencocokkan potensi energi terbarukan dengan pusat permintaan industri.
Perjanjian antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia dan Sun Cable akan menempatkan keterhubungan jaringan listrik pada agenda kebijakan Indonesia menjelang Keketuaan ASEAN Indonesia pada tahun 2023. Langkah berikutnya akan berfokus pada evaluasi koridor transmisi dan investasi yang diperlukan, dengan studi bersama yang akan diselesaikan pada awal tahun 2023.