Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan ketentuan cuti melahirkan tetap ada, meskipun Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja.
"Untukmu Rekan pekerja perempuan, Aturan cuti melahirkan DIPASTIKAN tetap ada lho pasca terbitnya #Perppuciptakerja," tulis @kemnaker, dikutip Jumat (6/1/2023).
Kemnaker menegaskan, Pasal yang tidak dicantumkan dalam Perppu Cipta Kerja, bukan berarti dihapus. Ketentuan cuti melahirkan tetap ada di Pasal 82 ayat 1 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan"Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan."
Advertisement
Selain ketentuan istirahat panjang dalam Perppu Cipta Kerja juga tidak dihapus. Ketentuan istirahat panjang masih ada dalam Pasal 79 ayat 5 Perppu Cipta Kerja yang berbunyi "Perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama."
Bagi perusahaan yang telah memberlakukan istirahat panjang tidak boleh mengurangi dari ketentuan yang sudah ada.
Lebih lanjut, yang menjadi pertanyaan masyarakat terkait hak cuti. Hak cuti dalam Perppu Cipta Kerja tetap ada. Pengusaha wajib memberi cuti. Cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja. Perusahaan dapat memberikan istirahat panjang. Pekerja yang menjalankan cuti tetap mendapatkan upah.
Tak hanya itu saja, yang menjadi pertanyaan masyarakat terkait aturan uang pesangon. Kemnaker menegaskan, uang pesangon dalam Perppu Cipta Kerja juga tetap ada. Bila terjadi PHK, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang besarannya sesuai alasan PHK.
Kemudian, upah minimum (UM) juga tetap ada. Gubernur wajib menetapkan UM Provinsi dan dapat menetapkan UM Kabupaten/Kota.
Â
Outsourcing
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perpu pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perpu 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja/buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis," kata Menaker melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Rabu (4/1/2023).
Adapun substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dalam Perpu ini antara lain, Pertama, ketentuan alih daya (outsourcing). Dalam UU Cipta Kerja tidak diatur pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, sedangkan dalam Perpu ini, jenis pekerjaan alih daya dibatasi.
Â
Advertisement
Upah Minimum
Kedua, penyempurnaan dan penyesuaian penghitungan upah minimum. Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam PP.
Pada Perppu ini ditegaskan gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi. Gubernur juga dapat menetapkan UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.
Ketiga, penegasan kewajiban menerapkan struktur dan skala upah oleh pengusaha untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 1 tahun atau lebih.
Keempat, terkait penggunaan terminologi disabilitas yang disesuaikan dengan UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Kelima, perbaikan rujukan dalam pasal yang mengatur penggunaan hak waktu istirahat yang upahnya tetap dibayar penuh, serta terkait manfaat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.