Naik, Sebesar Ini Harga Referensi CPO dan Patokan Ekspor Terbaru

Penetapan Harga Referensi CPO tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2023

oleh Arief Rahman H diperbarui 18 Jan 2023, 12:20 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2023, 12:20 WIB
Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 2 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali mengeluarkan harga referensi CPO atau produk minyak kelapa sawit untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola DanaPerkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPD-PKS) atau pungutan ekspor (PE).

Untuk periode 16–31 Januari 2023 tarid yang ditetapkan sebesar USD 920,57 per metrik ton. Nilai ini meningkat sebesar USD 61,61 atau 7,17 persen dari periode1—15 Januari 2023, yaitu sebesar USD 858,96/MT.

Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit periode 16-31 Januari 2023.

“Saat ini harga referensi CPO mengalami peningkatan dan kembali menjauhi ambang batas sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, maka Pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar USD 74/MT dan pungutan ekspor CPO sebesar USD 95/MT untuk periode 16—31 Januari 2023,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso dalam keterangannya.

Adapun besaran Bea keluar CPO periode 16─31 Januari 2023 merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.010/2022 sebesar USD 74/MT.

Sementara itu, pungutan ekspor CPO periode 16—31 Januari 2023 merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2022 sebesar USD 95/MT.  Nilai BK CPO dan PE CPO tersebut meningkat dari BK CPO dan PE CPO untuk periode 1—15 Januari 2023.

Peningkatan harga referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya perubahan kebijakan biodiesel Indonesia dari B30 menjadi B35, penguatan mata uang ringgit Malaysia terhadap dolar Amerika Serikat, dan penurunan produksi CPO karena musim hujan di Indonesia dan Malaysia.

Malaysia Ancam Hentikan Ekspor Sawit ke Eropa, Bagaimana Dampak ke Indonesia?

Ilustrasi CPO 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Malaysia bakal menghentikan ekspor minyak kelapa sawit ke Uni Eropa (UE). Lantas bagaimana tanggapan emiten crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit?

Head of Investor Relation PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) Stefanus Darmagiri mengatakan, ancaman Malaysia yang melarang ekspor CPO ke Uni Eropa akan menyebabkan keterbatasan persediaan minyak nabati yang dapat berdampak positif terhadap harga minyak nabati dunia. 

"Secara garis besar, permintaan CPO diperkirakan masih akan tetap baik dengan diskon harga minyak CPO dengan soybean oil yang masih tinggi, dapat meningkatkan permintaan CPO khususnya di negara-negara yang sensitif terhadap harga, seperti India dan Pakistan," kata Stefanus kepada Liputan6.com, ditulis Rabu (18/1/2023).

Menurut ia, permintaan minyak kelapa sawit di Indonesia diperkirakan meningkat seiring dengan rencana implementasi B35 yang akan mulai pada Februari 2023.

Dengan demikian, Sampoerna Agro telah menyiapkan sejumlah strategi pada tahun ini. Sampoerna Agro tetap fokus kepada program intensifikasi guna meningkatkan produktivitas, seperti mekanisasi, water management system dan perbaikan infrastruktur. 

 

Fokus

Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Di sisi lain, Sampoerna Agro juga tetap fokus untuk memperkuat neraca keuangan Perseroan. Namun, proyeksi pertumbuhan laba dan pendapatan Sampoerna Agro pada 2023 sangat ditentukan oleh harga jual CPO, di mana sangat bergantung mekanisme pasar dan fluktuatif harga. 

Stefanus menegaskan, dengan kondisi curah hujan yang sangat baik dalam dua tahun terakhir ini, pihaknya melihat produksi tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sementara itu, Perseroan juga menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar Rp 400 miliar sampai dengan Rp 700 miliar pada 2023.

"Sekitar 50 persen belanja modal untuk pengembangan perkebunan dan sisanya untuk pemeliharaan aset tetap seperti bangunan, infrastruktur dan mesin," kata dia.

 

Infografis Alasan Larangan Ekspor CPO dan Bahan Baku Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Alasan Larangan Ekspor CPO dan Bahan Baku Minyak Goreng. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya