Bos BPJS Kesehatan Bongkar Rahasia Keuangan dari Defisit Jadi Surplus

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, mengatakan BPJS berhasil membalikkan kondisi keuangannya menjadi surplus dari sebelumnya selalu defisit.

oleh Tira Santia diperbarui 30 Jan 2023, 16:00 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2023, 16:00 WIB
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti (dok: Tira)

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, mengatakan BPJS berhasil membalikkan kondisi keuangannya menjadi surplus dari sebelumnya selalu defisit. Keberhasilan tersebut membuat banyak orang heran, termasuk Presiden Joko Widodo.

"Sejak di dirikan BPJS itu selalu defisit dan itu membuat pusing semua pihak. Kondisi BPJS yang mulai bagus itu dua faktor eksternal dan internal. Tetapi ini merupakan sebuah hal yang luar biasa, dan saya selalu ditanya," kata Ghufron dalam Diskusi Publik dengan tema “Outlook JKN : Satu Dekade Jaminan Kesehatan Nasional, Sudahkah Sesuai Harapan?”, Senin (30/1/2023).

Dari sisi internal, BPJS Kesehatan gencar melakukan terobosan besar-besaran, sekaligus terus meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia.

Untuk faktor eksternal berasal dari peserta BPJS Kesehatan. Kata Ghufron, umumnya masyarakat Indonesia menghindari tindakan atau terapi medis.

"Saya sampaikan memang orang-orang Indonesia itu sukanya negatif, lah kalau ditanya anda hasil periksanya bagaimana positif atau negatif? ya lebih baik hasil periksanya negatif karena kalau positif jadi persoalan," ujar Ghufron.

"Setelah positif kita banyak terobosan baru sampai rumah sakit itu kita bayar, dari dulu BPJS Kesehatan belum bisa bayar akhirnya kita minta bank untuk bisa bayar dulu. Tapi sekarang tidak hanya kita berharap dan saya yakin tidak punya utang tapi belum terverifikasi saja kita sudah jaga cashflow RS yang pelayannya bagus kita berikan uang muka," tambahnya.

Lebih lanjut Ghufron mengungkapkan, tidak hanya Presiden Joko Widodo saja yang heran dengan kondisi keuangan BPJS Kesehatan bisa surplus, melainkan dunia internasional pun bertanya-tanya bagaimana cara membuat keuangan BPJS Kesehatan bisa surplus.

"Tidak hanya bapak presiden yang menanyakan kok bisa jadi positif, bagaimana? Tetapi teman-teman dari berbagai negara nanya kok bisa positif, bagaimana?" pungkasnya.

Pertumbuhan Ekonomi Terdongkrak Tingginya Jumlah Peserta BPJS Kesehatan

Iuran BPJS Kesehatan Naik
Suasana pelayanan BPJS Kesehatan di Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Jumlah kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah mencapai mencapai 90,3 persen dari total penduduk Indonesia. Angka ini cukup tinggi mengingat BPJS Kesehatan baru dibentuk pada 2014. 

Direktur Eksekutif SEGARA Research Institute, Piter Abdullah, mengatakan bahwa tingginya persentase kepesertaan BPJS Kesehatan dibanding jumlah penduduk Indonesia ini berdampak positif jika dilihat dari ekonomi makro.

Semakin tinggi jaminan kesehatan yang diberikan oleh negara, maka pengeluaran masyarakat untuk kesehatan akan menurun dan dapat beralih ke daya konsumsi. Dengan data tersebut maka pengeluaran dari 90 persen penduduk Indonesia sudah dijamin oleh BPJS Kesehatan.  

Dengan terjaminnya kesehatan masyarakat oleh BPJS Kesehatan ini maka dana yang dimiliki oleh penduduk bisa disalurkan ke sektor konsumsi. Maka secara otomatis berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Meningkatkan layanan jaminan kesehatan universal health coverage menurunkan secara signifikan pengeluaran biaya kesehatan, bisa dipergunakan untuk belanja dan potensi meningkatkan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi," ujar Piter di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (30/1/2023).

 

Hampir Sama dengan Malaysia

Ilustrasi BPJS Kesehatan
Ilustrasi BPJS Kesehatan

Piter bahkan menyebut beban minim pengeluaran masyarakat Indonesia untuk kesehatan hampir sama dengan Malaysia. Meski di satu sisi, pengeluaran kesehatan masyarakat Thailand disebut Piter masih lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia dan Malaysia.

Piter menganalisa, kondisi tersebut bukan karena layanan BPJS Kesehatan yang belum optimal namun beberapa faktor yang membatasi cakupan JKN seperti perbaikan pelayanan di rumah sakit.

"Sebenarnya bukan perbaikan dari BPJS-nya justru tuntutannya adalah bagaimana kita memperbaiki layanan rumah sakitnya," sebut Piter.

Faktor selanjutnya adalah ketimpangan kualitas layanan kesehatan di wilayah Indonesia. Selanjutnya adalah layanan kesehatan yang belum terjangkau di daerah-daerah miskin, dan terpencil.

"BPJS sudah menyediakan layanan yang sudah baik tapi karena ketidakmerataan ini masih banyak masyarakat kita yang harus memilih di luar layanan BPJS Kesehatan dan ini yang menyebabkan biaya kesehatan masyarakat kita masih relatif tinggi," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya