Liputan6.com, Jakarta - Pakistan tengah dilanda krisis ekonomi, salah satunya termasuk krisis neraca pembayaran.
Melansir CNN Business, Jumat (3/2/2023) krisis itu didorong oleh besarnya biaya belanja untuk aktivitas perdagangan. Namun besarnya dana yang dkeluarkan tidak menghasilkan keuntungan.Â
Baca Juga
Mata uang Pakistan, rupee, baru-baru ini turun ke posisi terendah terhadap dolar AS setelah pihak berwenang negara itu melonggarkan kendali mata uang untuk memenuhi salah satu persyaratan pinjaman IMF.
Advertisement
Pakistan sementara itu juga dilaporkan menolak usulan dari IMF, salah satunya pelonggaran subsidi BBM, karena akan menyebabkan lonjakan harga baru dalam jangka pendek.
Pemerintahan Perdana Menteri Shehbaz Sharif juga tengah mengupayakan kesepakatan pembiayaan darurat miliaran dolar dari Dana Moneter Internasional (IMF).
IMF pun telah mengirim delegasi untuk melakukan pembicaraan dengan Pakistan terkait bantuan tersebut.
âKami membutuhkan persetujuan IMF untuk dilaksankannya (bantuan) sesegera mungkin agar kami dapat menyelamatkan (ekonomi)," kata Maha Rehman, seorang ekonom dan mantan kepala analitik di Pusat Riset Ekonomi di Pakistan.
Selain itu, Pakistan juga menghadapi lonjakan inflasi. Bank sentral negara itu telah menaikkan suku bunga utamanya menjadi 17 persen dalam upaya untuk menekan inflasi konsumen tahunan yang hampir mencapai 28 persen.
Belum lagi, Pakistan beberapa waktu lalu dilanda oleh bencana banjir terbesar dalam sejarahnya, juga pemadaman listrik yang luas, menyebabkan tagihan besar untuk rekonstruksi dan bantuan.
Bank Dunia memperkirakan bahwa negara itu memerlukan setidaknya dana USD 16 miliar untuk mengatasi kerusakan dan kerugian.
Namun kondisi global juga memperburuk situasi. Perlambatan ekonomi telah membebani permintaan ekspor Pakistan, sementara nilai dolar AS tahun lalu menambah tekanan pada negara-negara yang mengimpor makanan dan bahan bakar dalam jumlah besar.Â
Pakistan Menanti Keputusan IMF untuk Bantuan Ekonomi
Agar Pakistan terhindar dari gagal bayar atau default, pembicaraan dengan IMF untuk memulai kembali program bantuannya yang macet diharapkan berhasil, menurut investor dan ekonom.Â
"Ketersediaan pinjaman IMF sangat penting," kata Ammar Habib Khan, seorang non-residen senior di Atlantic Council.
Di sisi lain, Farooq Tirmizi, CEO Elphinstone, sebuah startup yang ditujukan untuk investor di Pakistan, menyebutkan bahwa meskipun program IMF dilanjutkan, hal itu tidak akan menyelesaikan semua masalah, karena masalah utama yang mengganggu Pakistan adalah "bukan ekonomi, tetapi politik, dengan pemerintah di tempat yang tidak mau melakukan perubahan struktural.
Advertisement
IMF Beri Kabar Baik, Jokowi Tak Ingin Terlena
Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak ingin gegabah meskipun rilis terbaru Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi duniamembaik di tengah ancaman resesi global.
RI 1 mengaku sudah menerima kabar bahwa ekonomi tidak segelap yang diperkirakan, tapi dia ingin negara tetap waspada.Â
"Ya, tekanan global dari sisi ekonomi memang mereda. Tapi bukan berarti resesi tidak terjadi. Bisa saja belum," kata Jokowi saat ditemui di Fairmont Hotel, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
"Kuartal IV (2022) memang sudah mereda. Tadi pagi kita baru dapat informasi itu, tapi kita sendiri memang harus tetap optimis tapi tetap harus waspada," tegasnya.Â
Sebelumnya, IMF lewat laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Januari 2023 telah menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023 dari 2,7 persen menjadi 2,9 persen.Â
Salah satu indikatornya, pencabutan kebijakan Zero Covid-19 China yang diharapkan bakal mendorong kembali aktivitas masyarakat dan perputaran ekonomi di Negeri Tirai Bambu.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2023 diprediksi tumbuh lebih baik 0,4 poin menjadi 1,4 persen, di tengah ancaman efek kenaikan suku bunga bank sentral The Fed. Senada, IMF juga mendongkrak prediksi pertumbuhan ekonomi Eropa tahun ini 0,2 poin menjadi 0,7 persen. Â
Prospek lebih cerah ditunjukkan berbagai negara berkembang (emerging market), yang diperkirakan ekonominya tumbuh 4 persen, naik dari 2022 sebesar 3,9 persen.Â
Jokowi Ungkap Ada 47 Negara Jadi Pasien IMF, Minta Diselamatkan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan ada 47 negara yang menjadi pasien Dana Moneter Internasional (IMF) yang meminta bantuan untuk untuk diselamatkan.
"Guncangan ekonomi karena pandemi karena perang sudah menyebabkan 47 negara masuk menjadi pasien IMF," ujar Jokowi dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepala Daerah dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) se-Indonesia," Selasa (17/1).
Dia pun menjelaskan saat situasi dimana Indonesia pernah menjadi pasien IMF pada tahun 1997-1998 yang mana kondisi ekonomi dan politik Indonesia ambruk.
"Kita ingat tahun 97-98 Indonesia menjadi pasien IMF, ambruk ekonomi dan politiknya," terang dia.
Jokowi menyatakan bahwa diprediksi IMF ada sepertiga negara yang akan mengalami resesi bahkan untuk negara yang tidak terkena resesi pun akan ikut merasakan seperti sedang resesi.
"Hati-hati, sepertiga itu artinya ada 70 negara, kurang lebih," katanya.
Dirinya pun meminta semua pihak supaya memiliki frekuensi yang sama untuk menghadapi situasi ini. Khususnya pada pengendalian inflasi yang menjadi momok semua negara.
"Situasi global masih sangat tidak mudah. Yang menjadi momok semua negara adalah inflasi. Coba lihat ada yang 92 persen inflasi. Uni Eropa sudah di 92 persen. Saya minta seluruh Gubernur, Bupati, dan walikota bersama dengan Bank Indonesia terus memantau harga-harga barang dan jasa yang ada di lapangan. Sehingga selalu terdeteksi sedini mungkin sebelum kejadian besar itu terjadi," tambahnya.
Advertisement