Liputan6.com, Jakarta 7 orang tersangka pengoplos beras Bulog ditangkap Polda Banten di wilayahnya. Seluruhnya merupakan pelaku yang mengoplos beras impor Bulog yang sejatinya sebagai upaya stabilisasi harga pasar.
Diketahui, ada barang bukti sebanyak 350 ton beras yang sudah dioplos maupun akan dioplos, kemudian ada timbangan digital, hingga nota transaksi terkait beras oplosan.
Baca Juga
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menegaskan penangkapan 7 tersangka ini jadi langkah lanjutan dari dugaan permainan harga beras yang dia sampaikan sebelumnya.
Advertisement
"Sebagai naluri saya mantan polisi saya bilang pasti ada pelanggaran itu kenapa saya waktu itu degan wartawan sidak dadakan yang tak direcanakan. Sehingga saya temukan pelanggaran itu, seperti yang diperiksa dan hari ini ditemukan oleh Polda Banten," kata dia dalam konferensi pers di Polda Banten, Jumat (10/2/2033).
Modus yang dilakukan pelaku ini adalah mengoplos beras Bulog dan mengganti kemasan ke kemasan premium yang biasa dijual di pasaran. Ada 6 merek yang saat ini terungkap diantaranya:
- Dewi Sri
- PS
- Badak
- Rojo Lele
- SB, dan
- PL
Pelaksanaannya, beras Bulog kemasan 50 kilogram dikemas ulang ke beberapa ukuran, mulai dari 5 kilogram hingga 25 kilogram.
"Bagaimana mungkin beras Bulog, mereka beli Rp 8.300 (per kilogram harga gudang), langsung diganti bajunya. Sia jual harga pasar (beras) premium rata-rata Rp 12.000 (per kilogram)," ungkapnya.
Â
Barang Bukti
Pada kesempatan yang sama, Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Hariyanto menerangkan ada 350 ton beras yang menjadi barang bukti. Kemudian, 3 timbangan digital, 6 mesin jahit karung, dan ribuan karung beras.
"Ada 50 bundel nota penjualan, adapun motifnya mencari keuntungan probadi dengan modus re-packing menjadi beras premium dari beras Bulog," tuturnya.
Dia menyebut, 7 tersangka yang ditangkap ini dituntut hukuman paling lama 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar. Diketahui, para tersangka ini ditangkap di daerah Lebak, Cilegon, Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Pandeglang.
Â
Advertisement
Oknum
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Pamrihadi Wiraryo menyebut dugaan ada oknum pedagang mengoplos beras Bulog dengan beras lainnya dan dimasukkan dalam kemasan premium.
"Waktu kemarin kami melakukan inspeksi (bersama Bulog). Temuannya ada oknum pedagang yang diduga mencampur beras Bulog dengan beras lain dan dijual premium. Kemarin sore sudah kami tindaklanjuti bersama satgas pangan untuk diproses," kata Pamrihadi dalam pesan singkatnya di Jakarta, Sabtu.
Pamrihadi memastikan pedagang tersebut tidak membeli beras dari PT Food Station Tjipinang Jaya, dan saat ini temuan tersebut sedang diperiksa kembali oleh satgas pangan dan aparat hukum.
Kemudian, lanjut dia, jika terbukti maka pedagang tersebut akan dikeluarkan dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).
"Untuk hukuman menjadi kewenangan aparat penegak hukum. (Tapi) kalau terbukti tindak pidana, maka sewa gudang akan kami hentikan," kata Pamrihadi.
Dari sejumlah pedagang yang menyewa gudang di PIBC, kata Pamrihadi, hanya satu pedagang yang ketahuan mencampur beras Bulog.
Namun, jelasnya, Satgas Pangan akan memastikan kembali beras yang dicampur itu beras Bulog atau bukan.
"Pedagang yang mengoplos tidak membeli beras nya dari Food Station. Kalau melalui Food Station ada mekanismenya, pedagang wajib membuat surat pernyataan untuk tidak menjual di atas Rp8.900, tidak mencampur atau mengoplos dan tidak menyalahgunakan penyaluran beras bulog," kata Pamrihadi.
Â
Sidak ke Cipinang
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) melakukan sidak ke gudang milik PT Food Station Tjipinang Jaya di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (3/2).
Hasilnya, ia mendapati karung beras impor ukuran 50 kilogram dan tumpukan karung beras merek lokal ukuran kecil dalam keadaan kosong pada dua gudang.
Buwas menduga karung beras untuk operasi pasar yang merupakan beras premium dijual dengan harga medium.
Sementara beras yang dipindahkan ke karung beras lokal lalu dijual seharga beras premium.
"Ini beli dari saya Rp8.300, dipindahkan ke situ jadi Rp12 ribu. Dijual Rp12 ribu, karena dianggap ini adalah produksi dalam negeri," kata Buwas.
Advertisement