Liputan6.com, Jakarta - Menjelang perayaan Valentine Day, inflasi di Amerika Serikat sudah menunjukkan penurunan. Negara itu mencatat inflasi telah menurun menjadi 6,5 persen pada Desember 2022.
Meski inflasi sudah menunjukkan penurunan, masyarakat di AS masih menghadapi mahalnya harga di pertokoan dan restoran, salah satunya untuk perayaan Hari Valentine.
Melansir CNBC International, Jumat (10/2/2023) tingginya biaya hidup telah mendorong 41 persen orang di Amerika untuk memutuskan tidak mengeluarkan banyak uang saat Hari Valentine, dan 23 persen lainnya masih ragu apakah akan merayakan Valentine tahun ini, menurut survei terbaru oleh platform ulasan Trustpilot.
Advertisement
Alih-alih membeli cokelat dan kencan makan malam, survei tersebut juga menemukan hampir separuh orang di AS Amerika berencana tidak akan membuat pengeluaran Hari Valentine, dan uang tersebut akan dipakai untuk keperluan sehari-hari seperti bensin, biaya sewa, dan bahan makanan.
Perayaan Valentine Day tampaknya juga masih cukup mahal di negara itu.
Data yang dikumpulkan oleh situs keuangan pribadi The Balance menunjukkan, harga cokelat dan kartu Hari Valentine di AS ikut terdampak inflasi.
Sejumlah harga sebatang permen coklat di AS naik menjadi USD 2,60 pada Desember 2022, yang kira-kira mewakili kenaikan 12 persen dari tahun sebelumnya.
Selain itu, biaya makan malam di restoran juga semakin mahal.
Restoran merasakan sedikit kenaikan biaya untuk bahan dan tenaga kerja, menyebabkan beberapa orang menaikkan harga menu mereka dan membebankan biaya kepada pelanggan. Biaya keseluruhan untuk makan di luar di AS per Desember 2022 naik 8,2 persen dibandingkan tahun lalu, menurut data BLS.
Bakal Rogoh Rp 389 Triliun, Ini Sederet Hadiah Valentine Day Paling Diminati Warga AS
Warga di Amerika Serikat berencana menghabiskan pengeluaran hingga USD 25,9 miliar atau setara Rp 389,8 triliun pada perayaan Valentine's Day atau Hari Kasih Sayang tahun ini.
Hal itu diungkapkan dalam survei tahunan dari National Retail Federation (NRF).
Melansir CNBC International, Selasa (31/1/2023) angka tersebut naik dari USD 23,9 miliar tahun lalu dan menandai tahun pengeluaran tertinggi kedua sejak NRF mulai mensurvei pada tahun 2004.
Lebih dari separuh responden juga mengatakan berencana untuk merayakan Hari Valentine. Meskipun demikian, tidak semua akan mengeluarkan uang untuk perayaan tersebut.
Adapun temuan dalam survei NFR yang mengungkapkan generasi milenial menjadi kelompok usia dewasa di AS yang akan menghabiskan pengeluaran terbanyak saat perayaan Hari Valentine. Mereka berencana menghabiskan rata-rata USD 336 untuk menyambut Hari Kasih Sayang bersama pasangan.
Kemudian ada konsumen berusia 25 hingga 34 tahun di AS yang berencana membelanjakan rata-rata USD 238.
Dari responden yang mengatakan akan membelanjakan uang selama Hari Valentine, berikut sederet kado yang akan mereka beli:
- Permen: 57 persen
- Kartu ucapan: 40 persen
- Bunga: 37 persen
- Makan malam romantis : 32 persen
- Perhiasan: 21 persen
- Kartu hadiah: 20 persen
- Pakaian: 19 persen
Pakar keuangan di Amerika Serikat, Pattie Ehsaei pun menyarakan pasangan yang merencanakan pengeluaran di Hari Valentine agar jangan sampai berutang.
"Uang yang Anda simpan bisa digunakan untuk banyak hal lain, seperti cicilan rumah, melunasi hutang atau tabungan," jelasnya.
Selain itu, juga ada pilihan hadiah dengan harga yang lebih terjangkau, Alih-alih mengirim mawar segar, mungkin Anda bisa memilih mawar yang kering, menurut Ehsaei.
"Mawar kering harganya kurang dari setengah (harga mawar segar) dan bertahan selama berbulan-bulan, terkadang bertahun-tahun," imbuhnya.
Advertisement
Ekonomi Terhimpit, Warga AS Masih Mau Belanjakan Rp 387,9 Triliun demi Rayakan Valentine's Day
Konsumen di Amerika Serikat telah merasakan beratnya lonjakan inflasi dan terkurasnya tabungan. Tetapi survei baru-baru ini menemukan bahwa hal itu tidak akan menghentikan mereka meningkatkan pengeluaran untuk perayaan Valentine's Day atau Hari Kasih Sayang tahun ini.
Mengutip Fox Business, Jumat (27/1/2023) data yang dirilis National Retail Federation dan Prosper Insights & Analytics menemukan bahwa total pengeluaran warga Amerika akan mencapai sekitar USD 25,9 miliar atau setara Rp 387,9 triliun saat perayaan Valentine's Day tahun ini.
Angka pengeluaran itu naik dari USD 23,9 miliar atau Rp. 357,9 triliun (asumsi kurs Rp. 15.500 per dolar AS) tahun lalu, memungkinkan 2023 menjadi salah satu tahun dengan pengeluaran tertinggi untuk musim libur di AS.
Lebih dari separuh responden, atau sekitar 52 persen mengungkapkan berencana untuk merayakan Hari Valentine dan akan menghabiskan rata-rata USD 192,80 – naik dari USD 175,41 tahun lalu.
Mengingat tren baru-baru ini, beberapa ahli menyoroti perayaan Hari Valentina tahun ini akan berkontribusi pada meningkatnya tagihan kartu kredit masyarakat Amerika yang sudah membengkak.
David Ragland, CEO IRC Wealth dan perencana keuangan bersertifikat, mengatakan proyeksi pengeluaran yang tinggi dipastikan akan terjadi pada kartu kredit bagi banyak konsumen.
Meskipun tabungan anjlok, menurutnya, konsumen di AS masih merasa nyaman berbelanja karena tingkat lapangan kerja tinggi dan banyak yang masih memiliki sisa uang di kantong mereka dari stimulus pandemi.
"Ini adalah contoh sempurna bagaimana perasaan benar-benar mengendalikan pengeluaran kita, yang terkadang menghambat perkembangan finansial dan kesuksesan finansial kita," ujar Ragland.
Inflasi Masih Tinggi, Warga AS Dihimbau Hati-hati Belanja Saat Hari Valentine
Penasihat keuangan itu juga melihat bahwa situasi inflasi yang tinggi tahun lalu mengganggu anggaran masyarakat, dan dia merekomendasikan agar semua kliennya mempertimbangkan kembali pengeluaran mereka yang kurang mendesak.
"Saat ini, karena inflasi, bantulah diri Anda sendiri: duduk dan lihat dan lihat apa yang telah Anda belanjakan atau apa yang Anda belanjakan di bulan Januari dan Februari," kata Ragland.
"Hal itu akan memberi Anda umpan balik yang lebih baik sehingga Anda dapat membuat keputusan keuangan yang lebih baik," ujarnya.
Advertisement