Komisi VI DPR Dorong Erick Thohir Pungut Tarif OTT dari YouTube Dkk

Perusahaan telekomunikasi juga sudah membangun infrastruktur digital dengan dana yang tidak murah. Oleh karenanya, penyedia layanan OTT juga dikenai tarif.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 14 Feb 2023, 22:10 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2023, 22:10 WIB
Ilustrasi Aplikasi YouTube
Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid mendorong Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengenakan tarif khusus pada perusahaan yang memberikan layanan media Over The Top (OTT) seperti Youtube. Ilustrasi Aplikasi YouTube (Szabó Viktor on Pexels)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid mendorong Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengenakan tarif khusus pada perusahaan yang memberikan layanan media Over The Top (OTT), semisal untuk streaming penayangan konten di YouTube. Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja bersama Kementerian BUMN, Senin 13 Februari 2023.

Menurut dia, perusahaan telekomunikasi juga sudah membangun infrastruktur digital dengan dana yang tidak murah. Oleh karenanya, Nusron Wahid menilai penyedia layanan OTT juga dikenai tarif.

"Menteri BUMN harus mendorong dalam rapat kabinet, supaya Menkominfo didorong membuat kebijakan OTT. Harus ada tarif dari YouTube dan lain-lain," ujar Nusron Wahid, dikutip Selasa (14/2/2023).

Sebagai perbandingan, ia mencontohkan perusahaan jalan tol yang turut mengambil keuntungan dari tarif tol setelah mengeluarkan ongkos besar dalam pembangunan jalan bebas hambatan.

"Truk masuk jalan tol aja bayar kok, masak dia jualan iklan macam-macam tidak ada bayar sama sekali. Kalau ini diberlakukan revenue provider akan meningkat, termasuk Telkomsel," ungkapnya.

Lebih lanjut, Nusron turut menyoroti kinerja Telkomsel yang ekspansi bisnisnya ketinggalan dari PT Indosat Ooredo Hutchinson (IOH).

Pasalnya, Telkomsel pada tahun lalu hanya membangun 1.000 tower. Sementara IOH sudah mendirikan 6.000 tower buy the service (BTS), plus 3.000 tower milik Mitratel yang turut dimasukan oleh IOH.

"Saya membayangkan 10-15 tahun mendatang, Telkomsel itu hari ini menjadi kekuatan yang dominan dalam dunia seluler bakal kalah dan disalip oleh IOH. Bahkan tidak sampai 10-15 tahun, 5 tahun mendatang," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Studi: Konsumsi Konten OTT Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara

Ilustrasi Over The Top (OTT). Dok: npr.org
Ilustrasi Over The Top (OTT). Dok: npr.org

Sebelumnya, sebuah studi menyebut, konsumsi konten over-the-top (OTT) di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara, dengan pertumbuhan sebesar 40 persen. 

Hal ini seperti diungkap dalam studi berjudul Future of TV yang dilakukan The Trade Desk, lewat survei terhadap 6.700 konsumen di Filipina, Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia.

Seluruh responden berusia 16 tahun ke atas disurvei mengenai kebiasaan konsumsi media pada bulan November 2021.

Mengutip keterangan resminya, Selasa (22/3/2022), Trade Desk menemukan, satu dari tiga orang Indonesia menonton konten OTT, dengan konsumsi 3,5 miliar jam konten setiap bulannya.

Dengan pertumbuhan konsumsi sebesar 40 persen dari tahun ke tahun, Indonesia menjadi pemimpin dalam konsumsi OTT di Asia Tenggara.

Hal ini karena OTT menjadi salah satu platform hiburan yang paling banyak diminati masyarakat, untuk menonton acara favorit, yang bisa diakses kapan dan di mana saja, lewat berbagai macam perangkat.

Selain itu, jumlah penonton OTT berbasis iklan terus bertambah dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan konten on-demand. Studi ini menemukan, lebih dari 50 juta penonton Indonesia, bergantung pada OTT berbasis iklan. 


Paling Toleran Terhadap Iklan

Indonesia pun menjadi pasar yang paling toleran terhadap iklan di Asia Tenggara. 42 persen masyarakat Tanah Air, bersedia menonton empat iklan atau lebih setiap jamnya demi mendapatkan konten gratis.

Dengan jutaan orang bergantung pada konten yang didukung iklan, OTT pun dianggap bisa menjadi kanal yang penting bagi brand, untuk bersaing guna mendapatkan perhatian konsumen yang sangat terbatas.

Studi ini juga menemukan, konten OTT yang diproduksi secara profesional dan premium memberikan keuntungan bagi brand.

Secara spesifik, brand recall dari iklan di OTT, meningkat secara signifikan dengan 35 persen penonton OTT meningkat jenama yang diiklankan, dibandingkan tahun sebelumnya yaitu hanya 23 persen.

Florencia Eka, Country Manager The Trade Desk Indonesia, mengatakan konsumen secara agresif mulai beralih ke cara baru dalam mengonsumsi konten. Ini berarti pengiklan modern harus mengembangkan strategi baru untuk menjangkau mereka.

"OTT memungkinkan brand untuk menjangkau audiens mereka dengan lebih tepat dan akurat karena kami dapat memanfaatkan data dalam penerapan kampanye OTT yang tidak mungkin dilakukan pada TV tradisional," ujarnya. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya