Sri Mulyani Pede Ekonomi RI Lebih Tahan Inflasi Dibandingkan AS

Sri Mulyani mengakui bahwa sebagai negara ekonomi terbesar di dunia, apa yang dilakukan AS memiliki implikasi yang kuat bagi Indonesia.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Feb 2023, 18:30 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2023, 18:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam UOB Annual Economic Outlook 2023 bertajuk “Emerging Stronger in Unity and Sustainably”, Kamis (29/9/2022).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam UOB Annual Economic Outlook 2023 bertajuk “Emerging Stronger in Unity and Sustainably”, Kamis (29/9/2022).

Liputan6.com, Jakarta Indonesia mengambil langkah-langkah untuk mendorong ekonominya lebih tangguh sehingga dapat menahan guncangan global seperti lonjakan inflasi, terutama seperti yang dialami Amerika Serikat. 

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sela sela perjalanannya ke India untuk menghadiri pertemuan menteri keuangan dan kepala bank sentral negara anggota G20.

Mengutip CNBC International, Kamis (23/2/2023) Sri Mulyani mengakui bahwa sebagai negara ekonomi terbesar di dunia, apa yang dilakukan AS memiliki implikasi yang kuat di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Untuk melawan inflasi, AS telah menaikkan suku bunga, yang telah mempengaruhi arus keluar modal karena penguatan dolar.

Ketahanan Ekonomi

Sehubungan dengan itu, Menkeu mengungkapkan, Indonesia berupaya lebih keras untuk meningkatkan ketahanan ekonominya.

Upaya itu termasuk "memastikan terlebih dahulu bahwa sektor keuangan sehat dan kuat untuk pergerakan suku bunga AS. Kedua, ekonomi sektor riil juga akan menjadi tangguh untuk menyerap guncangan ini," kata Sri Mulyani kepada CNBC "Street Signs Asia".

Pada awal Februari 2023, Federal Reserve AS menaikkan suku bunga acuannya sebesar seperempat poin persentase dan memberikan sedikit indikasi bahwa siklus kenaikan ini sudah mendekati akhir.

Inflasi Indonesia

Berbeda dengan Amerika Serikat, di mana inflasi tetap tinggi, inflasi Indonesia melambat di Januari 2023.

Indeks harga konsumen utama Indonesia, yang menjadi indikator utama inflasi, turun menjadi 5,28 persen YoY di bulan Januari dari 5,51 persen di bulan Desember 2022 menurut data pemerintah RI.

Sementara inflasi inti Indonesia mencapai 3,27 persen YoY pada Januari, turun sedikit dari 3,36 persen pada Desember 2022.

Pekan lalu, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga di 5,75 persen, berhenti setelah enam kenaikan berturut-turut. Namun inflasi masih jauh di atas kisaran target Bank Indonesia antara 2 dan 4 persen.

 

Sri Mulyani Pastikan Inflasi RI Moderat di 2023

Paripurna Pengesahan RUU APBN 2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menyampaikan laporan pemerintah terkait RUU APBN 2023 saat Rapat Paripurna DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Agenda rapat paripurna kali ini adalah pembicaraan tingkat II/pengambilan keputusan atas RUU tentang APBN tahun anggaran 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun, Indonesia telah berhasil mengoordinasikan alat kebijakan fiskal dan moneternya dengan baik untuk menahan inflasi dan menjaga pertumbuhan, kata Sri Mulyani.

Menkeu menambahkan, pemerintah juga mendukung bank sentral untuk memastikan inflasi tetap rendah sehingga tidak mengganggu daya beli masyarakatnya.

"Kita juga tahu bahwa sumber inflasi bukan dari bank sentral, melainkan dari peredaran uang atau uang beredar. Kami juga melihat bahwa inflasi berasal dari beberapa sisi penawaran. Itu sebabnya kami membahas masalah ini," kata Sri Mulyani, memastikan bahwa inflasi RI akan moderat tahun ini.

Meskipun terjadi perlambatan global, Sri Mulyani melihat, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap kuat karena permintaan domestik terus membaik.

"Tahun lalu, kita memiliki tahun yang sangat baik dalam hal pertumbuhan.Kita tumbuh 5,3 persen. Saya kira ini juga…yang tertinggi di antara G-20 maupun negara-negara ASEAN," imbuhnya.

Tahun ini, pertumbuhan Indonesia berasal dari konsumsi domestik dan investasi, yang "semuanya pulih dengan sangat kuat,” tambahnya.

"Kepercayaan konsumen juga sangat tinggi," ungkap dia.

Bakal Jadi Gubernur BI 2 Periode, Perry Warjiyo Punya PR Jaga Inflasi dan Rupiah

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam peluncuran buku KSK secara virtual, Jumat (21/10/2022).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam peluncuran buku KSK secara virtual, Jumat (21/10/2022).

Masa jabatan Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia (BI) akan habis pada Mei 2023. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencalonkannya untuk kembali menakhodai bank sentral dalam 5 tahun ke depan.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad pun mengapresiasi pilihan Jokowi, dan memuji Perry sebagai sosok dengan track record bagus di Bank Indonesia.

Namun, masa jabatan Bos BI ke depan menurutnya tidak akan mudah karena dihadapkan pada sejumlah PR yang harus dibenahi. Tantangan pertama, Tauhid menilai bank sentral harus merumuskan kembali penanganan inflasi daerah.

"Karena enggak bisa lagi mengatur inflasi dari sisi inti saja, core inflation. Tapi juga inflasi harga bergejolak maupun administered price. Karena mandatnya bank sentral bukan inflasi inti, tapi nilai inflasi secara keseluruhan," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (22/2/2023).

Tauhid melanjutkan, Perry dan Bank Indonesia juga wajib mampu mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) agar tidak semakin lemah.

"Itu saya kira jadi mandat utama. Kalau nilai tukarnya tidak stabil, naik/turun, depresiasi sampai 9-10 persen seperti tahun 2022, tidak boleh terjadi lagi. Karena dampak negatifnya jauh lebih besar," tegasnya.

 

 

Menjaga Suku Bunga

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkap kondisi ekonomi global saat ini. Menurutnya, dunia masih terus bergejolak imbas dari perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai.

Berikutnya, ia berharap Perry Warjiyo bisa kembali merumuskan peran Bank Indonesia dalam kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya sekadar melakukan pembagian beban alias burden sharing dengan kementerian/lembaga terkait lain.

"Utamanya adalah menjaga agar suku bunga bisa lebih rendah lagi, kemudian bunga pinjaman dari kredit bank bisa lebih rendah lagi. Itu lah kontribusi sesungguhnya BI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya