Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan ada dua sosok yang masuk pantauan karena memiliki transaksi bernilai triliunan rupiah pada periode 2017-2019. Kedua sosok yang dibongkar Sri Mulyani tersebut berinisial SB dan DY.
Sri Mulyani mengatakan, transaksi tersebut hasil penelitian Ditjen Pajak yang merupakan tindak lanjut dari surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Kementerian Keuangan, kata Sri Mulyani di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Senin (20/3).
"Pajak melakukan penelitian dari sisi pajak dari 2017 hingga 2019," jelasnya, dikutip Selasa (21/3/2023).Â
Advertisement
Lalu siapa sosok SB dan DY yang memiliki transaksi besar hingga menjadi pantauan Kemenkeu dan PPATK?
Sosok SB
Untuk sosok SB, Menkeu mengungkapkan, Data PPATK menunjukkan dia memiliki omzet senilai Rp 8,247 triliun.
"Data dari SPT pajak adalah Rp 9,68 triliun, lebih besar di pajak daripada yang diberikan oleh PPATK. Itu pun kita tetap pakai data PPATK," terang Sri Mulyani.
Selain itu, SB juga diketahui memiliki saham di PT BSI. Penelusuran pun berlanjut ke perusahaan tersebut.Â
Disebutkan, dalam data PPATK menunjukkan transaksi Rp 11,77 triliun. Di sisi lain, dalam laporan SPT menunjukkan nilai yang lebih sedikit selama priode 2017-2019.
"Di SPT pajaknya Rp 11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp 212 miliar, itu pun tetap dikejar. Dan kalau memang buktinya nyata, maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen," tegas Menkeu.
Adapun perusahaan lainnya yaitu PT IKS selama periode 2018-2019. Menurut data PPATK, transaksi mencapai Rp 4,8 triliun sementara SPT perusahaan tersebut hanya Rp. 3,5 triliun.
Sosok DY
Sosok lain yang diungkap Menkeu Sri Mulyani adalah DY. Sosok tersebut diketahui melapor dalam SPT hanya Rp 38 miliar.Â
Sementara hasil temuan PPATK, nilai transaksinya menembus Rp 8 triliun.
"Nah, perbedaan data ini yang kemudian dipakai oleh Direktorat Jenderal Pajak memanggil kepada yang bersangkutan. Muncul modus bahwa tadi SB menggunakan tadi nomor akun 5 orang yang merupakan karyawannya," beber Sri Mulyani.
"Termasuk kalau kita bicara tentang transaksi ini adalah transaksi money changers, jadi anda bisa bayangkan money changers cash in, cash out orang," terangnya.
Terkait temuan ini, Sri Mulyani memastikan telah terjalinnya kerjasama antara Kemenkeu dan PPATK dalam meneliti berbagai transaksi janggal.
Sri Mulyani Beber Penjelasan Kronologis Transaksi Rp 300 Triliun di Kemenkeu
Sri Mulyani sebelumnya juga membeberkan penjelasan kronologis terkait kabar transaksi senilai Rp. 300 triliun di Kementerian Keuangan.Â
Seperti diketahui, Kemenkeu sebelumnya telah menegaskan bahwa transaksi tersebut bukanlah tindakan pidana korupsi atau pencucian uang.
 "Heboh berita mengenai transaksi Rp 300 Triliun berhubungan dengan dua surat PPATK nomer SE-2748/AT.01.01/III/2023 tanggal 7 Maret 2023 dan Surat nomer SR/3160/AT.01.01/III/2023 dan pernyataan Menko Mahfud MD mengenai kedua surat itu. Lihat kronologis slide 1-6 untuk penjelasannya," tulis Sri Mulyani melalui unggahan di Instagram pribadinya @smindrawati, dikutip Selasa (21/3/2023).
Sri Mulyani merinci, pada 8 Maret 2023 Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan ke media ada pergerakan uang mencurigakan di Kemenkeu senilai Rp 300 triliun - sumbernya surat PPATK ke Menkeu.Â
"Menkeu menanyakan ke Kepala PPATK Ivan Yustiavandana - Tidak ada surat PPATK diterima Kemenkeu hingga Kamis pagi pukul 08.00," ungkapnya.
Kemudian pada Kamis, 9 Maret 2023Â Kepala PPATK mengirim surat nomer SR/2748/ AT.01.01/11/2023 tertanggal 7 Maret 2023, namun baru dikirim pada 9 Maret 2023 pukul 09.00.
"Surat dengan lampiran 36 halaman berisi daftar 196 laporan PPATK ke Itjen Kemenkeu sejak 2009-2023 berisi daftar nomer surat dan nama pegawai terlapor - dan tindak lanjut Kemenkeu. Surat PPATK ini tidak mencantum data uang," terang Sri Mulyani.
Menkeu kemudian menanyakan kembali kepada Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK terkait informasi dan data Rp. 300 Triliun yang tidak ada dalam surat PPATK SR/2748/AT.01.01/2023.
Di hari selanjutnya pada Jumat, 1 Maret 2023 Sri Mulyani mengutus Wamenkeu, lrjen, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai dan Sekjen Kemenkeu menghadap Mahfud MD untuk klarifikasi dan cek data agar tidak terjadi simpang siur pernyataan publik.
Langkah itu diikuti penjelasan pers oleh Pak Mahfud dan Wamenkeu bahwa angka 300 Triliun BUKAN KORUPSI namun transaksi yang berhubungan dengan tugas Kemenkeu.
"Sabtu 11/3/2023 Pak Mahfud hadir di kantor Menkeu menjelaskan mengenai pernyataan terkait Rp. 300 Triliun bersama Menkeu. Menkeu menjelaskan seluruh 196 laporan PPATK sejak 2009 -2023 bahkan sejak 2007 Seluruhnya sudah ditindaklanjuti Itjen Kemenkeu," lanjut Sri Mulyani.
Advertisement
Hari Selanjutnya
ÂÂÂView this post on Instagram
Di hari yang sama, Sri Mulyani mengatakan pihaknya masih belum menerima data terkait transaksi Rp 300 Triliun dari PPATK, jadi tidak dapat menjelaskan ke publik tentang Rp. 300 Triliun.
Menkeu kemudian meminta kepala PPATK menjelaskan ke publik secara detail dan transparan dan segera mengirim data ke Kemenkeu.
Berlanjut pada Senin, 13 Maret 2023 Kepala PPATK BARU mengirim surat SR/3160/ AT.01.01/|/2023 kepada Menkeu dengan lampiran 43 halaman berisi tabel daftar 299 surat yang telah dikirim PPATK kepada APH dan Kemenkeu sejak 2009-2023, jelas Sri Mulyani.
"Dalam tabel tercantum nama (orang atau perusahaan) dan nilai transaksi Rp 349,87 Triliun yang DIDUGA BERINDIKASI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG," bebernya.
 "Selasa 14/3/2023 Kepala PPATK Ivan bersama Itjen Kemenkeu (Awan) menjelaskan ke publik mengenai transaksi Rp. 300 Triliun BUKAN DATA KORUPSI KEMENKEU namun NILAI TRANSAKSI yang berindikasi adanya tindak pidana pencucian uang," imbuhnya.
Menkeu selanjutnya meminta DJP DJBC dan Itien meneliti seluruh daftar 300 surat dan angka transaksi yang dikirim PPATK.99 surat dengan angka transaksi Rp 74 Triliun ditujukan ke APH (Kepolisian, KPK, Kejaksaan Agung). 65 surat menyangkut transaksi berbagai entitas sebesar Rp 253 Triliun. 135 surat terkait pegawai Kemenkeu, afiliasi dan individu/badan eksternal.
Contoh Kasus
Sri Mulyani mengungkapkan, contoh kasus yang sangat menonjol yaitu surat PPATK nomer SR/205/PR.01/V/2020 tertanggal 19/05/2020 dengan nilai transaksi sangat besar yaitu Rp. 189,27 Triliun dari 15 entitas perusahaan.
"DJBC telah melakukan penelitian transaksi ekspor-impor entitas tersebut dan sudah dibahas bersama PPATK September 2020," katanya.
"DJP juga melakukan penelitian dan menerima tambahan informasi dari PPATK dalam surat PPATK nomer SR/595/PR.01/X/2020. Penelitian transaksi Rp 189 Triliun justru merupakan kerjasama Tripartit/Jagadara (DJP-DJBC- PPATK) terkait dugaan TPPU melalui transaksi impor -ekspor emas dan money changer oleh 15 perusahaan/perorangan pada periode 2017-2019," jelas Menkeu.
Menkeu pun menyatakan, "Kemenkeu akan menindaklanjuti LHA PPATK dengan proses hukum sesuai tugas Kemenkeu, baik yang menyangkut pegawai Kemenkeu maupun pihak lain sesuai peraturan perundangan-undangan. Hingga 2023 in telah 17 kasus TPPU yang ditangani DJP yang menyelamatkan uang negara Rp. 7,88 T dan 8 kasus TPPU yang ditangani DJBC nilai Rp 1,1 Triliun".
"Kemenkeu terus fokus menjalankan tugasnya menjaga Keuangan Negara. Terus bersihkan dari yang kotor dan korupsi. Mari hargai mereka yang bekerja jujur dan kompeten. Terima kasih semua pihak yang terus mendukung perbaikan Kemenkeu dan ikut menjaga Keuangan Negara dan Indonesia" tutupnya.
Advertisement