Bank Dunia Pastikan Krisis Perbankan AS dan Eropa Tak Mampir ke ASEAN

Bank Dunia meminta agar industri perbankan di Indonesia dan ASEAN tak mau lengah. Berbagai perkembangan yang terjadi di AS dan Eropa akan terus dikawal ketat.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Mar 2023, 13:40 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2023, 13:40 WIB
Ilustrasi daftar kode bank
Industri keuangan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa tengah dilanda krisis kepercayaan. Hal tersebut terjadi setelah runtuhnya beberapa bank meskipun hanya bank kecil. Ilustrasi daftar kode bank. (Photo by vectorjuice on Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Industri keuangan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa tengah dilanda krisis kepercayaan. Hal tersebut terjadi setelah runtuhnya beberapa bank meskipun hanya bank kecil. Beberapa pihak pun melihat bahwa krisis perbankan di AS dan Eropa ini bisa menyebar.

Namun, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, menyebut krisis perbankan yang sedang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa tidak akan berdampak pada kondisi ekonomi Indonesia maupun negara kawasan ASEAN. 

“Di Indonesia sejauh ini, tantangan sektor keuangan yang dihadapi AS dan Eropa tidak mempengaruhi ASEAN,” kata Kahkonen saat ditemui di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali,  dikutip Rabu (29/3/2023). 

Ini tercermin dari pasar keuangan di ASEAN yang tidak memberikan respon saat krisis perbankan terjadi. 

“Saat ini, pasar keuangan di ASEAN tidak ada perhatian langsung, tetapi jelas ini hanya masalah yang perlu diawasi dengan sangat ketat,” kata dia.

Meski begitu, Bank Dunia tak mau lengah. Berbagai perkembangan yang terjadi di AS dan Eropa akan terus dikawal ketat. 

“Kami memantau dan mengamati apa yang terjadi dan hanya waktu yang akan memberi tahu apa yang sebenarnya akan terjadi di pasar keuangan global,” paparnya.

Termasuk dampaknya yang bisa terjadi di negara kawasan Asia Timur dan ASEAN. “ (Kita akan melihat)  implikasi apa yang akan terjadi untuk Asia Timur dan ASEAN,” sambungnya. 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Imbas Jatuhnya Silicon Valley Bank, Nasabah di AS Kurangi Simpanan di Bank Kecil

Nasabah Ramai-ramai Tarik Dana Usai Silicon Valley Bank Bangkrut
Orang-orang berbaris di luar kantor Silicon Valley Bank di Santa Clara, California, Senin (13/3/2023). Beberapa hari setelah Silicon Valley Bank mengalami kebangkrutan, nasabah mengantre untuk mencoba mengambil kembali dana mereka dari salah satu bank yang menjadi andalan para startup tersebut. (Justin Sullivan/Getty Images/AFP )

Jumlah simpanan nasabah di bank-bank kecil Amerika Serikat (AS) turun menyusul kolapsnya Silicon Valley Bank pada 10 Maret 2023. Penurunan itu diungkapkan melalui data yang dirilis oleh Federal Reserve (The Fed).

Mengutip CNN Business, Senin (27/3/2023) simpanan nasabah di bank kecil AS menurun hingga USD 119 miliar atau Rp 1,8 kuadriliun menjadi USD 5,46 triliun dalam pekan yang berakhir pada 15 Maret 2023.

Penurunan tersebut juga lebih besar dua kali lipat dari rekor penurunan sebelumnya dan penurunan terbesar sebagai persentase dari keseluruhan simpanan sejak 16 Maret 2007.

Sedangkan pinjaman di bank kecil, terkecuali di 25 bank komersial terbesar AS, meningkat sebesar USD 253 miliar ke rekor USD 669,6 miliar, menurut data mingguan The Fed.

"Akibatnya, bank-bank kecil memiliki USD 97 miliar lebih banyak uang tunai di akhir pekan, menunjukkan bahwa sebagian dari pinjaman itu untuk membangun peti perang sebagai tindakan pencegahan jika para deposan meminta untuk menebus uang mereka," kata analis Capital Economics, Paul Ashworth.

Sementara itu, simpanan di bank-bank besar AS naik hingga USD 67 miliar dalam sepekan menjadi USD 10,74 triliun.

Secara keseluruhan, simpanan bank AS telah menurun setelah sempat naik tajam menyusul bantuan pandemi pada tahun 2020 dan awal 2021.

Kenaikan tersebut setara dengan sekitar setengah dari penurunan simpanan di bank-bank kecil, menunjukkan sebagian uang tunai mungkin telah masuk ke dana pasar uang atau instrumen lainnya.

Bank-bank besar juga meningkatkan pinjaman dalam seminggu, sebesar USD 251 miliar.

Usai Silicon Bank Valley Kolaps, Senator: Mau Kaya Jangan Kerja di Bank

Nasabah Ramai-ramai Tarik Dana Usai Silicon Valley Bank Bangkrut
Antrean nasabah untuk mencoba mengambil kembali dana mereka di luar kantor Silicon Valley Bank di Santa Clara, California, Senin (13/3/2023). Awal runtuhnya SVB mulai terlihat pada 8 maret 2023, ketika SVB mengumumkan telah menjual sejumlah sekuritas yang mengalami kerugian. (Justin Sullivan/Getty Images/AFP )

Tutupnya Silicon Valley Bank (SVB) membuat resah para investor berbagai negara, termasuk China hingga ke Indonesia. Kegagalan SVB merupakan kegagalan bank terbesar nomor dua di Amerika Serikat. Tak heran jika hal tersebut mengingatkan masyarakat kepada krisis finansial 2008. 

Forbes melaporkan bahwa 50 pemimpin di sektor teknologi meminta pemerintah di Washington DC agar bertindak untuk menyelamatkan SVB. Akan tetapi, Senator Elizabeth Warren memberikan kritik pedas ke dunia perbankan. 

Senator Warren menyebut kolapsnya SVB akibat lobi-lobi untuk melakukan deregulasi, sehingga bank-bank lebih berani mengambil risiko. 

Pada 2018, Kongres AS meloloskan UU Pertumbuhan Ekonomi, Peringanan Regulasi, dan Perlindungan Konsumen (S.2155). Aturan itu disetujui pemerintahan Donald Trump. 

Situs Roosevelt Institute menyebut UU itu mengurangi ketatnya pengawasan kepada bank dengan aset besar pasca-krisis 2018. (Baca penjelasan di halaman selanjutnya.)

Setelah SVB kolaps, Elizabeth Warren pun meminta agar aturan kembali diperketat.

"Pekerjaan kita adalah memikirkan seluruh sistem. Itu artinya kita perlu Kongres bertindak. Kongres harus menggulung regulasi peringanan bank dari Trump. Kita harus membuat perubahan dalam hukum," ujar Elizabeth Warren saat wawancara dengan MSNBC, dikutip Kamis (16/3/2023). 

Elizabeth Warren berkata aturan itu akan menambah pengawasan pemerintah, serta mengurangi pemikiran CEO di perbankan agar bisa "mendapat jutaan dolar, dan banyak bonus, dan pesawat jet". 

Orang-orang yang ingin banyak duit pun diminta tidak bekerja di perbankan, karena sektor tersebut bukan untuk mengambil risiko. 

"Perbankan seharusnya membosankan. Siapa pun yang ingin mengambil banyak risiko, dan menghasilkan banyak uang, harusnya tidak berada di perbankan," tegas Elizabeth Warren.

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya