Harga Minyak Dunia Cetak Kenaikan Tertinggi, Diprediksi Tembus USD 100 per Barel

Harga minyak dunia hari ini mencatatkan kenaikan terbesar dalam hampir setahun setelah OPEC+ mengumumkan untuk memangkas produksi sebesar 1,16 juta barel per hari.

oleh Arief Rahman H diperbarui 04 Apr 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2023, 08:00 WIB
Harga minyak mentah berjangka Brent naik 6,31 persen ke level USD 84,93 per barel. Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP
Harga minyak mentah berjangka Brent naik 6,31 persen ke level USD 84,93 per barel. Komoditas ini mencatatkan kinerja harian terbaiknya sejak 21 Maret 2022 dengan naik 7,12 persen. Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia hari ini mencatatkan kenaikan terbesar dalam hampir setahun setelah OPEC+ mengumumkan untuk memangkas produksi sebesar 1,16 juta barel per hari.

Mengutip CNBC, Selasa (4/4/2023), harga minyak mentah berjangka Brent naik 6,31 persen ke level USD 84,93 per barel. Komoditas ini mencatatkan kinerja harian terbaiknya sejak 21 Maret 2022 dengan naik 7,12 persen.

Sedangkan harga minyak dunia West Texas Intermediate AS menetap lebih tinggi sebesar 6,28 persen ke level USD 80,42 per barel. Ini adalah kenaikan harian terbesar untuk WTI sejak 12 April 2022, ketika naik 6,69 persen.

OPEC+ sepakat untuk melakukan pemotongan produksi minyak mentah sukarela yang dimulai pada Mei dan berjalan hingga akhir 2023. Arab Saudi mengumumkan langkah ini dilakukan OPEC sebagai tindakan pencegahan yang ditargetkan untuk menstabilkan pasar minyak dunia.

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan, langkah ini diambil setelah keputusan Rusia untuk memangkas produksi minyak sebesar 500.000 barel per hari hingga akhir 2023.

Selain pengurangan produksi Arab Saudi sebesar 500.000 barel per hari, negara-negara anggota lainnya juga telah berjanji untuk memangkas:

  • UEA akan memangkas produksi sebesar 144.000 barel per hari
  • Kuwait, Oman, Irak, Aljazair, dan Kazakhstan juga akan mengurangi produksi.

"Keterlibatan yang dipilih dari anggota OPEC+ menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap pengurangan produksi mungkin lebih kuat daripada yang terjadi di masa lalu," kata analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar.

Harga Minyak Dunia Bisa Tembus USD 100 per Barel?

"Rencana OPEC+ untuk pengurangan produksi lebih lanjut dapat mendorong harga minyak menuju angka USD 100 per barel lagi, mengingat pembukaan kembali China dan pengurangan produksi Rusia sebagai langkah pembalasan terhadap sanksi barat," jelas analis CMC Markets Tina Teng kepada CNBC.

Teng mencatat, bagaimanapun, bahwa pemotongan itu juga dapat membalikkan penurunan inflasi, yang akan memperumit keputusan suku bunga bank sentral.

Pada Maret, harga minyak jatuh ke level terendah sejak Desember 2021, karena para pedagang khawatir kekalahan perbankan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi global.

Seorang analis mengatakan, kartel minyak dunia ini dan sekutunya berusaha menghindari terulangnya kecelakaan 2008.

"Mereka melihat paruh kedua tahun ini bakal sulit dan memutuskan untuk tidak ingin mengalami lagi kejadian di tahun 2008," kata Presiden Rapidan Energy Group Bob McNally.

Saat itu, harga minyak dunia jatuh dari USD 140 per barel menjadi USD 35 per barel hanya dalam waktu enam bulan.

McNally menambahkan bahwa meskipun itu bukan kasus dasarnya, harga minyak dapat mencapai USD 100 jika permintaan China kembali ke 16 juta barel per hari pada paruh kedua tahun ini dan jika pasokan Rusia mulai berkurang karena sanksi dan sebagainya.

 

Joe Biden Kecewa dengan Keputusan OPEC+

Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP
Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

Pada Oktober kemarin, kartel minyak mengumumkan keputusannya untuk memangkas produksi sebesar dua juta barel per hari.

Gedung Putih mengatakan pada saat itu bahwa Presiden Joe Biden kecewa dengan keputusan picik yang dijalankan oleh OPEC + untuk memotong kuota produksi sementara dunia masih bergulat dengan perang di Ukraina.

Signifikan, tetapi tidak dibangun dengan pondasi yang kuat.

Namun, beberapa analis mengatakan pemotongan terbaru akan memberikan dampak yang lebih signifikan daripada yang ditetapkan tahun lalu.

“Sebagian besar pemotongan akan dilakukan oleh negara-negara yang memproduksi sesuai atau di atas kuota, yang menyiratkan bagian yang lebih tinggi dari pemotongan yang diumumkan akan diterjemahkan ke dalam pengurangan pasokan riil dibandingkan Oktober 2022,” kata Amrita Sen, pendiri Energy Aspects.

Jika keputusan ini berjalan dengan baik, ada kemungkinan harga minyak bisa sentuh USD 100 per barel.

Namun, Sen berpandangan bahwa penurunan output berpotensi dibalik, bergantung pada berkurangnya tekanan pasar global.

"Saya percaya jika pasar terlalu ketat, masalah eksogen atau guncangan memudar, mereka akan membalikkan batas ini sehingga ini tidak ditetapkan untuk sisa tahun ini - tetapi dengan sangat jelas mempertahankan harga dasar," kata dia.

 

Analisis Goldman Sachs

Goldman Sachs menulis dalam catatannya bahwa tidak seperti pemotongan pada Oktober lalu, saat ini momentum permintaan minyak global naik dengan pemulihan China yang kuat. Itu membuat perkiraan harga Brent naik sebesar USD 5 per barel menjadi USD 95 per barel untuk Desember 2023.
Goldman Sachs menulis dalam catatannya bahwa tidak seperti pemotongan pada Oktober lalu, saat ini momentum permintaan minyak global naik dengan pemulihan China yang kuat. Itu membuat perkiraan harga Brent naik sebesar USD 5 per barel menjadi USD 95 per barel untuk Desember 2023.

Goldman Sachs menulis dalam catatannya bahwa tidak seperti pemotongan pada Oktober lalu, saat ini momentum permintaan minyak global naik dengan pemulihan China yang kuat.

Itu membuat perkiraan harga Brent naik sebesar USD 5 per barel menjadi USD 95 per barel untuk Desember 2023.

Analis Goldman yang dipimpin oleh Daan Struyven mengatakan pemotongan kejutan itu "konsisten" dengan doktrin OPEC+ untuk bertindak lebih dulu.

"Kekuatan pengaturan harga minyak oleh OPEC lebih tinggi dari sebelumnya," kata kepala penelitian komoditas global Goldman Sachs Jeffrey Currie dalam sebuah wawancara dengan "Squawk Box" CNBC.

"Mereka akan terus menggunakan kekuatan itu."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya