Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Raja Juli Antoni, mengungkapkan masih ada satu pulau terluar di Kepulauan Riau yang belum tersertifikasi.
Hal itu disampaikan dalam Kickoff Meeting Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit Road to Karimun Tahun 2023, di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Baca Juga
Diketahui terdapat 22 pulau terluar di Kepulauan Riau, satu diantaranya belum tersertifikasi yakni pulau Sentut. Pulau ini berada di sebelah timur dari pulau Bintan.
Advertisement
"Seluruh pulau terluar di Kepri jumlahnya 22, ada satu pulau lagi yang belum terverifikasi yaitu pulau Sentut di Bintan," ujarnya.
Dia menegaskan sertifikasi pulau itu penting, agar kedepannya tidak terjadi kasus sengketa pulau dengan negara tetangga, seperti yang terjadi pada Pulau Sipadan dan Ligitan yang kini menjadi milik Malaysia.
Sebagai informasi, Pulau Sipadan terletak di Selat Makassar atau tepatnya di sebelah utara Pulau Tarakan, Kalimantan Utara. Bahkan pulau ini sudah menjadi sengketa sejak 1967.
Sama halnya dengan Pulau Sipadan, Pulau Ligitan termasuk pulau yang disengketakan antara Indonesia dan Malaysia. Pulau ini memiliki luas 7,9 hektar yang terletak di ujung timur laut Pulau Kalimantan.
"Kalau kita sertifikasi seluruh pulau terluar ini InsyaAllah kasus semacam Sipadan dan Ligitan tidak akan terjadi," pungkasnya.
157 Warga Pulau Terluar di Indonesia Terima Izin Pemanfaatan Ruang Laut
157 warga Kecamatan Pulau Maratua akhirnya menerima izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut atau KKPRL. Izin yang dikeluarkan Kementerian Kelautandan Perikanan (KKP) itu diterima langsung oleh Bupati Berau Sri Juniarsih.
Dijelaskan bupati, izin KKPRL ini dikeluarkan kementerian karena Pulau Maratua masuk dalam Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT). Hal itu sesuai dengan Keputusan Presiden yang mengakui bahwa Pulau Sambit dan Pulau Maratua adalah pulau-pulau kecil terluar.
Sebagai wilayah yang masuk KSNT, pemanfaatan ruang laut di Pulau Maratua dan Pulau Sambit kewenangannya ada di kementerian pusat.
“Dari 157orang penerima izin KKPRL itu tersebar di dua kampung yakni Kampung Bohe Silian 88 orang, dan Kampung Teluk alulu 69 orang,”ujarnya Kamis (09/12/2021).
Sri Juniarsihmenyebut, izin yang mereka dapatkan ini khusus izin pemukiman karena mereka tinggal di atas air. Tetapi jika nanti warga ini mau mengubah fungsi rumah tinggal mereka sebagai homestay izinnya jelas berbeda.
Dalam prosesnya,izin yang dikeluarkan pemerintah pusat melalui KKP untuk masyarakat lokal dilakukan cukup panjang. Dimulai dari inventarisir hingga mencocokan titik koordinat jumlah warga yang tinggal di atas air.
“Setelah itu baru diterbitkan SK bupati yang kemudiandiusulkan oleh bupati ke Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mendapatkanizin pemanfaatan ruang laut,” jelasnya.
Advertisement
Jumlah Rumah Warga
Hanya saja, ia mengaku belum mengetahui lagi jumlah rumah warga di Maratua yang berada di atas laut bertambah atau tidak. Tetapi, walaupun nanti bertambah, tentu perlu dilakukan identifikasi lagi dan itu yang melakukan kementerian.
Orang nomor satu di Kabupaten Berau ini menyebut, saat ini syarat mendirikan bangunan di atas laut sangat ketat. Sebab, dikhawatirkan akan merusak ekosistem yang ada.
“Kemudian keasrian lingkungan juga tidak akan terjaga dengan baik. Pulau Maratua kita ingin lebih tertib dan rapi, tidak seperti Pulau Derawan yang sudah terlanjur padat bangunan diatas air,” tutupnya.