Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari terakhir, kurs USD terhadap Rupiah masih berada di kisaran yang sama. Seperti pada Rabu (12/4/2023), menurut informasi dari laman resmi Bank Indonesia, kurs jual dolar AS berada di Rp 14.962,44 dan kurs belinya di Rp 14.813,56.
Di sisi lain, kurs jual Poundsterling Inggris hari ini berada di Rp 18.596,82 dan kurs beli Rp 18.405,85. Sementara Euro hari ini memiliki kurs jual Rp 16.307,56 dengan kurs beli Rp 16.139,37. Belum ada perubahan yang signifikan.
Kurs jual dolar Australia sebesar Rp 9.975,46 dan kurs beli Rp 9.873,24.
Advertisement
Beralih ke negara kawasan ekonomi besar di Asia, kurs jual Yen Jepang hari ini berada di Rp 11.238,97 per 100 Yen dan kurs beli Rp 11.126,30 per 100 Yen. Sementara Kurs jual Yuan China sebesar Rp 2.179,54 diikuti kurs beli Rp 2.151,13.
Diikuti kurs jual Won Korea Selatan hari ini Rp 11,31 dengan kurs beli Rp 11,20 per Won dan juga dolar Hong Kong hari ini dengan kurs jual Rp 1.906,09 serta kurs beli sebesar Rp 1.887,10.
Selanjutnya, negara kawasan Asia Tenggara hari ini mulai dari dolar Singapura (SGD) memiliki kurs jual Rp 11.242,35 dan kurs beli Rp 11.126,30 juga Ringgit Malaysia dengan kurs jual Rp 3.391,31 dan kurs beli Rp 3.353,76.
Kurs jual Peso Filipina hari ini berada di Rp 272,44 dan kurs beli Rp 269,66 juga Thailand dengan kurs jualnya Rp 437,50 dan kurs belinya Rp 432,64 per Baht.
Kurs Rupiah Melemah Menanti Data Ekonomi AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada awal perdagangan Rabu merosot seiring pasar menunggu risalah Federal Open Market Committee (FOMC) atau rapat dewan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat terkait kebijakan suku bunga acuannya.
Kurs rupiah pada Rabu pagi dibuka melemah tiga poin atau 0,02 persen ke posisi Rp14.889 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.886 per dolar AS.
"Rupiah masih berpotensi menguat namun terbatas. Investor wait and see menantikan data inflasi AS dan risalah FOMC malam nanti," kata analis DCFX Futures Lukman Leong dikutip dari Antara, Rabu (12/4/2023).
Lukman mengatakan inflasi Amerika Serikat (AS) secara year on year (yoy) diperkirakan akan melambat ke 5,2 persen dari 6 persen, menyebabkan dolar AS tertekan.
Sementara itu, belum ada ekspektasi pada FOMC malam ini. Namun, Bank Sentral AS atau The Fed diperkirakan akan lebih dovish terkait kebijakan suku bunga acuannya dari sebelumnya.
Advertisement
Faktor Domestik
Dari domestik, investor menantikan data penjualan ritel Indonesia bulan Februari yang telah terus menurun dalam enam bulan terakhir. Namun, apabila data ritel bisa lebih baik maka rupiah berpotensi untuk melanjutkan penguatan.
Lukman menuturkan penguatan rupiah belakangan ini didukung oleh faktor domestik dengan permintaan kuat Surat Berharga Negara (SBN) terutama dari asing sehingga aliran dana asing terus berlanjut ke pasar domestik.
Ketertarikan investor berinvestasi di pasar keuangan domestik dipengaruhi oleh data ekonomi Indonesia yang bagus dan pertumbuhan yang kuat, suku bunga yang relatif tinggi, ekspektasi akan kenaikan besar pada cadangan devisa dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor.
Pada triwulan IV 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat tetap tinggi yakni 5,01 persen (yoy), di tengah pertumbuhan ekonomi global yang dalam tren melambat.
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan tahun 2022 tercatat 5,31 persen (yoy), jauh meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar 3,7 persen (yoy).
Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3 persen, didorong oleh peningkatan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi.