DJP Gandeng Privy Luncurkan Lapor Pajak dengan Tanda Tangan Digital

Dalam rangka Reformasi Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berupaya melakukan percepatan dan pengembangan digitalisasi sistem berkenaan dengan pelaporan pajak.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Apr 2023, 17:20 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2023, 17:20 WIB
Ilustrasi pajak (Istimewa)
Dalam rangka Reformasi Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berupaya melakukan percepatan dan pengembangan digitalisasi sistem berkenaan dengan pelaporan pajak. (Istimewa)

 

Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka Reformasi Pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berupaya melakukan percepatan dan pengembangan digitalisasi sistem berkenaan dengan pelaporan pajak.

Berkat kemajuan teknologi digital, membayar pajak pun bisa dilakukan secara daring yang sangat efisien, namun di sisi lain sistem digital ini harus dapat memenuhi unsur keamanan dan keabsahan bagi penggunanya.

Untuk itu, DJP menggandeng Privy, salah satu PSrE (Penyedia Sertifikat Elektronik) di Indonesia yang telah berinduk ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI dalam menyediakan tanda tangan elektronik (TTE) tersertifikasi untuk pelaporan pajak.

"Saat ini kami tengah membangun dan memperbaharui sistem informasi untuk pelaporan pajak. Sistem yang sudah ada memang menggunakan tanda tangan elektronik, tetapi belum tersertifikasi. Untuk itulah kami bekerjasama dengan Privy untuk menyediakan tanda tangan elektronik yang tersertifikasi agar legalitas dan keabsahannya terjamin," ujar Kepala SubDirektorat Tata Kelola Sistem Informasi, Direktorat Jenderal Pajak Yanwas Nugraha melalui keterangan tertulis, Kamis (13/4/2023).

Yanwas menambahkan, kolaborasi dengan Privy sebagai PSrE di Indonesia yang memiliki keabsahan hukum tentunya akan menambah kepercayaan para Wajib Pajak (WP) dalam memberikan laporan pajak. "Keabsahan hukum sangat penting untuk meyakinkan wajib pajak untuk melaporkan pajaknya. Saat ini kami akan melakukan semacam sosialisasi atau piloting penggunaan TTE tersertifikasi, agar tahun depan bisa terealisir pelaksanaannya," imbuh Yanwas.

Pada September 2022, Privy telah ditunjuk sebagai Penyelenggara Sertifikat Noninstansi Dalam Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Secara Elektronik berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 454/KM.03/2022. Dengan demikian, perusahaan Wajib Pajak dapat menggunakan layanan TTE Privy yang sudah terintegrasi dengan sistem DJP untuk pelaporan pajak khususnya e-Faktur dan e-Bupot.

 

Keabsahan Hukum TTE

Pajak
Ilustrasi Pajak Credit: pexels.com/Karolina

Sementara itu Chief Information Officer (CIO) Privy, Krishna Chandra mengatakan, keabsahan hukum TTE tersertifikasi punya kekuatan yang sama dengan tanda tangan basah. Menurutnya, edukasi kepada masyarakat agar memilih tanda tangan digital yang sesuai dengan UU ITE pasal 11 harus terus dilakukan.

"Tanda tangan digital bukan sekadar memudahkan, namun juga dapat menghadirkan kepastian hukum yang setara dengan tanda tangan basah. Masyarakat harus diedukasi terus tentang tanda tangan digital yang sah dan legal" ungkap Krishna.

Lebih jauh Krishna mengatakan, pekerjaan selanjutnya adalah bagaimana pemerintah bisa mengadvokasi implementasi TTE di segala lini dan aspek layanan publik.

"Digitalisasi sistem perpajakan diharapkan akan semakin memudahkan proses pelaporan dan pencatatan pajak, sehingga pemerintah dapat semakin mengoptimalkan kepatuhan Wajib Pajak, dan sebagai Wajib Pajak, kita juga lebih mudah dan aman dalam melaporkan pajak," kata Krishna.

"Kami siap membantu DJP untuk mensosialisasikan penggunaan TTE untuk pelaporan pajak, dan harapannya bisa semakin luas diimplementasikan di berbagai aspek," lanjutnya.

Privy merupakan satu-satunya PSrE yang lulus program regulatory sandbox Bank Indonesia dan tercatat sebagai penyelenggara e-KYC di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga saat ini, Privy telah memverifikasi lebih dari 37 juta pengguna dan dipercaya oleh lebih dari 2.000 perusahaan di Indonesia.

Aturan Baru Erick Thohir, Komisaris BUMN Wajib Punya NPWP dan Taat Pajak

Ilustrasi waktu membayar zakat atau pajak
Ilustrasi waktu membayar zakat atau pajak/Copyright envato.com by DragonImages

Menteri BUMN Erick Thohir menerbitkan aturan baru mengenai syarat untuk menjabat komisaris di perusahaan pelat merah. Ini juga jadi bagian perampingan aturan yang jadi perhatian Erick Thohir.

Ketentuan ini tertuang dalam Pertaruran Menteri BUMN Republik Indonesia Nomor Per-3/MBU/03/2023 tentang Organ dan Sumber Daya Manusia Badan Usaha Milik Negara. Beleid ini diteken Erick Thohir pada 20 Maret 2023 lalu.

Aturan mengenai persyaratan dimulai pada Pasal 15 Permen BUMN tersebut. Ada beberapa syarat, yakni syarat materiil, syarat formal, dan syarat lain.

Pada kategori syarat lain ini, tepatnya pasal 18 Permen BUMN, mengatur kalau calon komisaris bukan anggota partai politik, bukan anggota DPR dan syarat lainnya. Termasuk adanya aturan kalau calon komisaris BUMN harus yang taat pajak dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

"Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 2 (dua) tahun terakhir," seperti tertulis pada Pasal 18 Ayat 1 huruf g, dikutip Rabu (5/4/2023).

Syarat lain yang tercantum dalam Pasal 18 ayat 1 ini diantaranya, huruf a. bukan pengurus partai politik, calon anggota legislatif, dan/atau anggota legislatif pada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Huruf b. bukan calon kepala/wakil kepala daerah dan/atau kepala/wakil kepala daerah, termasuk penjabat kepala/wakil kepala daerah. Huruf c. tidak sedang menduduki jabatan yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan dengan BUMN/Anak Perusahaan yang bersangkutan.

Selanjutnya

Membayar pajak
Ilustrasi membayar. (Pexels.com/Anna Nekrashevich)

Huruf d. tidak menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas pada BUMN atau Dewan Komisaris pada Anak Perusahaan yang bersangkutan selama 2 (dua) periode. Huruf e. tidak sedang menduduki jabatan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dilarang untuk dirangkap dengan jabatan anggota Dewan Komisaris;

"Sehat jasmani dan rohani, yang tidak sedang menderita suatu penyakit yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, yang dibuktikan dengan surat keterangan sehat dari rumah sakit," seperti tertulis di Ayat 1 huruf f.

Masih dalam pasal yang sama, di ayat 2 huruf a mencatat, bagi bakal calon dari kementerian teknis atau instansi pemerintah lain, harus berdasarkan surat usulan dari pimpinan instansi yang bersangkutan.

Dan huruf b, bagi bakal calon anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang berasal dari penyelenggara Negara harus melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) selama 2 (dua) tahun terakhir yang dibuktikan dengan bukti lapor LHKPN kepada institusi yang berwenang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya