Arsjad Rasjid: Dengan Populasi dan Kekuatan Ekonomi, ASEAN Bisa Jadi The Next China

Nama Arsjad mulai menyita perhatian ketika menjabat sebagai Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk. pada 2005.

oleh Rinaldo diperbarui 12 Mei 2023, 22:15 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2023, 17:02 WIB
Arsjad Rasjid
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid saat dipotret Liputan6.com di Jakarta, Kamis (4/5/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kesibukan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid bertambah setelah dia memegang Keketuaan ASEAN Business Advisory Council (BAC) Indonesia pada ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat 2023 yang digelar 20-22 Maret 2023 di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Menurut Ketua ASEAN-BAC ini, ada 5 poin penting yang dia bawa dalam ASEAN-BAC 2023, yaitu transformasi digital, health resilience, SDG's atau ekonomi hijau, food security, serta fasilitasi perdagangan dan investasi.

Tak ada yang meragukan kemampuan Arsjad Rasjid untuk memimpin ASEAN-BAC. Pria bernama lengkap Mohammad Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat ini lahir di Jakarta pada 16 Maret 1970. Usai menamatkan pendidikan di sekolah umum, Arsjad menimba ilmu di University of Southern California di bidang Computer Engineering pada tahun 1990.

Selain itu, dia juga mendalami ilmu di bidang Administrasi Bisnis yang membuahkan gelar Bachelor of Science dari Pepperdine University, California, Amerika Serikat pada 1993.

Nama Arsjad mulai menyita perhatian ketika menjabat sebagai Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk. pada 2005. Dia berhasil membesarkan aset perusahaan sekitar 7 kali lipat dari Rp 2,78 triliun menjadi Rp 18,28 triliun dalam jangka waktu 6 tahun pada periode 2005-2011 melalui strategi akuisisi.

Pada 20 Oktober 2021, Musyawarah Nasional (Munas) VIII Kadin di Kendari, Sulawesi Tenggara, menetapkan Arsjad Rasjid sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2021-2026, setelah sebelumnya mantan Komisaris PT Net Mediatama Televisi (NET.) ini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kadin bidang Pengembangan Pengusaha Nasional.

Sepanjang kariernya sebagai pengusaha, Chief Executive Officer Indika Group dan Komisaris PT Grab Teknologi Indonesia ini pernah meraih sejumlah penghargan, antara lain Young Global Leader 2011 dari World Economic Forum (WEF) dan Best Executive Indonesia pada 2010 dari Asiamoney.

Kini, jejak apa lagi yang akan ditorehkan Arsjad di tataran global sebagaimana harapan Presiden Jokowi saat menghadiri Rapimnas Kadin Indonesia pada awal Desember tahun lalu?

Berikut petikan wawancara Arsjad Rasjid dan Teddy Tri Setio Berty dalam program Bincang Liputan6.

 

Menakar Ancaman Resesi di Indonesia

Arsjad Rasjid
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid saat dipotret Liputan6.com di Jakarta, Kamis (4/5/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sesibuk apa aktivitas keseharian seorang Ketua Umum Kadin?

Dibilang sibuk, kata-kata sibuk itu menarik, jadi kebetulan karena memang banyak yang harus dikerjakan. Pertama, konstituen kita kan ada di semua provinsi di Indonesia, ada Kadin di seluruh provinsi di Indonesia, sekarang nambah lagi 4 jadi 38 provinsi. Nah kita harus datang bertemu dengan teman-teman di daerah.

Lebih lagi karena kita juga sebagai lembaga yang lahir atas undang-undang dan juga di dalam undang-undang mengatakan Kadin adalah strategic partner pemerintah. Jelas sendirinya bahwa kita juga bertemu dengan menteri-menteri dikarenakan bicara policy-policy apa ke depan. Belum lagi dengan kawan-kawan UMKM karena kita ingin menaikkan kelas mereka.

Jadi lumayan (sibuk) deh. Dan kebetulan tahu nggak apa lagi? Tahun lalu kita host-nya G20 Indonesia, presidennya kan? Kita kan bisnisnya, host-nya, B20. Terus tahun ini Keketuaan ASEAN, Chairmanship of ASEAN adalah Pak Jokowi.

Dan kebetulan saya juga jadi chair untuk yang namanya ASEAN Business Advisory Council. Nah untuk hal itu juga akhirnya kan kalau kita bicara ASEAN berarti saya pengen tahu juga nih apa yang kita mau sih sebagai bisnis di ASEAN? Saya lagi roadshow di 7 negara, baru kemarin dari Myanmar sebetulnya.

Di tingkat ASEAN apa saja yang dibicarakan?

Dengan bertemu business leaders di semua ASEAN countries, kita ingin menjelaskan kira-kira prioritas apa yang menjadi isu penting di ASEAN dan apa yang sedang kita laksanakan dalam konteks bisnis kepada leaders. Nah itu dibahas dalam pertemuan (KTT ASEAN) di Labuan Bajo, habis itu selesai rencananya kita harus juga visit yang namanya ASEAN itu punya nama dialog partners.

Dialog partners ini kan juga dihadiri negara-negara misalnya Amerika, Cina, Kanada ya kan? Saat bicara dengan teman-teman di sana kita akan mengatakan, ini nih yang ASEAN inginkan, ini prioritas yang ada di ASEAN dan ini begitu. And of course in the end of the day pastinya setiap kali kita ke setiap negara, selain untuk ASEAN juga bilateral, yaitu bagaimana kepentingan Indonesia dengan negara tersebut.

Jadi contoh Myanmar kemarin ya, mereka senang sekali kita datangi karena selama ini merasa ditinggalkan. Kita bilang, politic is politic, kita enggak urusan dengan masalah politik ya kan? Tapi kita perlu lakukan people to people or business to business aproach ya. Jadi saya ke sana kita mengatakan ASEAN Central, ini dalam konteks bisnis, itu berarti inklusif.

Tanpa adanya batasan?

Tanpa batasan, tidak meninggalkan siapa pun. Jadi saya rasa teman-teman di sana juga sangat senang sekali dan saya bilang, ayo datang ke Jakarta nanti bulan September untuk ASEAN Business Investment Summit, terus tell the story of Myanmar from the perspektif dari pada business dan juga people mereka.

Terkait soal isu resesi global yang belakangan kian berhembus. Kemudian juga berkaca pada ekonomi Indonesia, terutama di kuartal pertama 2023, apakah dengan kondisi ini kita masih harus cemas, Pak?

Pertama kita lihat angka dulu. Itu kan ada hasil namanya perhitungan probabilitas ya, negara mana sih yang akan terjadi resesi? Yang kita lihat comparing aja, kita lihat Indonesia angkanya itu di 2 persen, this is menurut Bloomberg. Kita 2 persen probabilitas, sedangkan UK misalnya, Inggris ataupun Amerika Serikat di angka 65 persen, Jepang di angka 35 persen, probabilitas untuk resesi. Kita Indonesia cuma 2 persen. Itu angka, pertama kita lihat itu.

Lebih lagi kalau kita lihat yang namanya whole output projection ya, ini menurut IMF. Di sini IMF sebesar 5 persen jauh lebih besar daripada Amerika dan juga daripada Inggris. Inggris cuma 0,3 persen, Amerika 1,6 persen. Nah jadi lihat angka ini, sudah jelas bahwa probabilitas untuk Indonesia resesi rendah.

Lantas bagaimana inflasi, bagaimana kita bisa menjaga inflasi? Nah semua ini dalam konteks pertumbuhan, saya sih mengatakan bahwa ini sukses karena adanya Indonesia Incorporated, apa tuh? Bagaimana yang namanya perusahaan, pihak swasta dan pemerintah bisa bekerja sama bersama, hands on hands, atau saya mengatakan gotong royong, kalau bahasa kerennya inclusive collaboration. Kolaborasi secara inklusif, itu menjadi kunci daripada itu.

Di mana misalnya contoh waktu pandemi, itu kan salah satu upaya supaya masalah vaksinasi misalnya. Itu kunci lho, kalau nggak kita selesai masalah vaksinasi, enggak mungkin kita punya pertumbuhan ekonomi ya. Apa yang terjadi di sini adalah bagaimana semua orang, dari UMKM, pengusaha, dari pemerintah, dari TNI, dari Polri, dan masyarakat.

Bagaimana kita kerja sama untuk memastikan bergotong royong, itu terjadi. Vaksinasi alhamdulillah sukses, enggak gampang loh, 260 juta orang di seluruh Indonesia, berpulau-pulau, archipelago enggak gampang.

Bagaimana dengan perdagangan dalam negeri?

Kalau kita lihat lagi konsumsi domestik kita, kita mesti lihat sendiri bahwa trade atau perdagangan di antara kita cukup tinggi, kontribusinya mungkin lebih dari 50 persen sekarang. Jadi kita tidak bergantung dengan luar, kita punya our own domestic market ya kan? Dan di sisi ini domestic market fondasinya juga cukup baik.

Kenapa? Karena balik-balik lagi kuncinya itu UMKM. Karena fondasi ekonomi Indonesia itu dan juga kebanyakan negara di ASEAN adalah UMKM, kontribusinya 66 persen terhadap pendapatan negara. Kontribusinya terhadap lapangan pekerjaan di atas 90 persen. Jadi hal-hal ini dan ditambah lagi kalau kita lihat bagaimana kita bisa beradaptasi terhadap digitalisasi, ya kan?

Akselerasi terjadi, waktu pandemi tiba-tiba ya penggunaan yang namanya social media, e-commerce. Dan semua waktu itu ordernya kita lewat e-commerce, bener nggak? Jadi walaupun gimana kita resilience dan karena penetrasi daripada handphone kita juga tinggi, ya jadi sangat adaptif kita karena adaptasi gadget, karena kita bisa beradaptasi, punya inovasi ya kan?

Jadi hal-hal ini menurut saya dan juga proyeksi dari IMF tahun ini, bukan kita lho, bukan kata kita, tapi kata IMF, kita di angka 5 persen Indonesia. Jadi look at the numbers, lihat apa yang sudah kita lakukan, lihat bagaimana kita melakukan kerja sama di antara kita, saya yakin bahwa kita bisa.

Artinya, fakta-fakta serta data yang Bapak sampaikan tadi bisa membuat kita optimistis terhadap tantangan-tantangan ke depan?

Kita harus positif, kita harus punya kekuatan. Jadi kalau Pak Jokowi mengatakan, yes ada inflasi dan semuanya, kita harus waspada, tapi jangan mempunyai negative energy, kita harus punya positive energy ya. Dan yang paling penting buat kita stabilitas, stabilitas politik, stabilitas ekonomi ya kan?

Karena kunci daripada economic growth itu adalah stabilitas politik dan keamanan. Kalau kita bisa menjaga stabilitas politik, kita menjaga stabilitas keamanan. Economic growth ada, ujungnya apa? Kesejahteraan, kemakmuran, karena ada economic growth. Jadi yang kita harus jaga itu saja menurut saya, kita memperkuat UMKM kita, tapi di sisi lain kita juga memastikan stabilitas keamanan.

 

 

Naik Kelas dan Transformasi Digital UKM

Arsjad Rasjid
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid saat sesi foto bersama Liputan6.com di Jakarta, Kamis (4/5/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tadi Bapak singgung soal UMKM, soal angka 60 persen UMKM di Indonesia. Tapi konkretnya seperti apa, Pak?

Yang pertama jelas bahwa sekarang kita mempunyai kurang lebih dari 60 juta UMKM. Jadi memang fondasi kita itu di situ, tapi kita harus lihat juga challenging-nya, dari total UMKM tadi yang ada semua, unfortunately ataupun pada saat ini yang namanya kebanyakan tuh masih mikro. UMKM gitu kan, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, masih banyaknya hampir 90-an persen itu di namanya mikro.

Nah ini PR kita, bagaimana memastikan bisa naik kelas ya. Memperkuat supaya yang mikro ini bisa jadi kecil, yang kecil bisa jadi menengah dan kalau bisa lagi kita intervensi lagi, yang menengah bisa jadi besar gitu. Nah, jadi balik-balik ini yang harus kita lakukan dan kita mengatakan bagaimana UMKM bisa naik kelas.

Nah, jadi beberapa hal yang kita lakukan, misalnya pendampingan, kita lakukan yang namanya mentoring, kita berikan bahkan akses kepada mereka. Jadi kadang-kadang saya mengatakan namanya 3M, kalau bahasanya 3M saya bilang Mentor, Market, Money, gitu kan? Kadang kalau nggak ada 3M-nya ini akan sulit.

Jadi gimana kita intervensi kepada teman-teman, saudara-saudara kita itu, salah satunya adalah dengan platform yang namanya Wiki Wirausaha ya. Itu adalah bagaimana kita membuat suatu platform yang inklusif ya, kita ajak semua masuk sini. Tapi poinnya adalah begini, kita ingin ada jejaring di antara usaha kecil dan menengah di mikro kecil menengah di Indonesia ini.

Dan lebih lanjut lagi adalah bagaimana di dalam platform itu terjadi pertama, ada perusahaan besar atau usaha menengah yang ingin membeli barang, misalnya dari perusahaan kecil atau menengah ini. Bukan hanya beli, tapi kita beli itu kan dengan cara memberikan market kan, akses, tapi mentoring atau pendampingan. Kalau kita bahasanya namanya pendampingan UMKM melekat gitu kan.

Pendampingannya langsung dari Kadin ya, Pak?

Ini Kadin. Dan malahan Wiki Wirausaha yang tadi bahasa Indonesia dan di Indonesia waktu G20 kemarin kita bawa ke level G20. Kita connect ini dengan Jepang misalnya kemarin waktu di G20. Jadi kita bikin enterpreneur yang ada di Indonesia dengan Jepang. Contoh, ada perusahaan furniture atau mebel dari Jepang, dia mau membuat mebel. Jepang kan tahulah, kalau kita ngomong bilang kualitas itu Japanese very quality lah ya. Terus juga presisi, kualitas, gimana desainnya segala macam.

Nah, impossible untuk Jepang bisa buat karena terlalu mahal dan kebanyakan juga di sana demografinya kebanyakan yang tua-tua kan yang di Jepang. Maka yang mereka lakukan kerja sama dengan perusahaan Indonesia yang semua diakses dari Wiki ini. Lalu si perusahaan Jepang ini memberikan 'ini desainnya ya, ini cara prosesnya harus gini ya, ini kualitas harus dijaga begini ya'. Ini kan terjadi pendampingan ataupun mentoring.

Habis gitu mereka bilang, oke saya beli ya. Nah, dengan loop system ini ataupun kita namakan inklusif loop model atau pendampingan UMKM melekat ini dengan sendirinya apa yang terjadi? Risiko yang tadinya besar menjadi kecil. Nah, si UMKM ini juga bisa membuat akses pendanaan dari lembaga keuangan.

Apa lagi keuntungan yang diperoleh dari cara ini?

Secara risiko menurun, jadi bisa mendapatkan akses pendanaan dan lebih lagi adalah yang kita harapkan mengurangi yang namanya bunga banknya, ya kan? Kalau risiko turun, bunganya juga turun gitu. Jadi si bank-bank jangan untung terlalu gede dong, ya kan?

Lebih lanjut lagi dalam konteks ini kita juga membuat banyak digital lending platform sekarang yang kita juga membawa program ini ke ASEAN, yang kita namakan marketplace lending, digital lending platform. Supaya pendanaannya tadi, lembaga keuangan mana nih? Biar mudah, dia juga nantinya digital saja, biar gampang untuk dapat itunya kan, funding-nya.

Jadi all of this itu yang terjadi dan lebih lagi yang saya ingin katakan bahwa pemerintah pada tahun ini akan mengucurkan kurang lebih Rp 45,8 triliun. Besar lho, gede ini pada tahun 2023 ini untuk menggerakkan atau membuat yang namanya mendukung UMKM pada tahun ini.

Jadi saya melihat tadi bahwa kita melakukan hal itu, pemerintah juga kita kolaborasi dan semua ini akan membuatkan balik-balik lagi bagaimana memastikan UMKM bisa naik kelas dan memperkuat memperkokoh pondasi ekonomi kita dengan yang namanya UMKM.

Diakui UMKM memiliki potensi sangat besar menopang perekonomian Indonesia, tapi apakah UMKM kita sudah menyesuaikan diri dengan proses transformasi digital?

Waktu pandemi, adopsi kita terhadap digital sudah terlihat. Tiba-tiba di e-commerce kan banyak yang jualan dan dipromosikan. Jadi kalau dibilang adopsinya itu sudah kita lihat, pengusaha-pengusaha kita cepat belajar, kenapa? Semua suka handphone, ya kan? Malahan kan dibilang satu orang punya dua atau tiga handphone katanya di Indonesia.

Tetapi kita juga membuat namanya suatu gerakanlah yang tadi saya katakan transformasi digital itu, yang di mana kita bekerja sama juga dengan perusahan-perusahaan software ataupun digital untuk menggerakkan yang namanya digital literacy ya.

Karena digital literacy itu kan penting sekali ya untuk kita memastikan bahwa semua teman-teman UMKM itu lebih mengerti bagaimana tadi e-commerce, tapi kalau sudah masuk e-commerce, mendesain e-commerce-nya kaya gimana, ya kan? Lebih lagi sekarang yang kita lagi angkat ini adalah mengenai payment system, ya kan? Jadi selain tadi kita barang itu dijual di e-commerce ataupun bisa pakai Instagram, pakai sosial media lain, tapi bayarnya gimana nih biar lebih mudah lagi ya?

Bank Indonesia kan sudah menggunakan QRIS ya kan? Pakai apa namanya, QR code kan? Nah kita malahan bawa ini ke level ASEAN juga. Makanya kita proses transformasi digital di ASEAN adalah bagaimana supaya yang namanya QR code ini di ASEAN payment-nya kita bisa lakukan.

Menanti ASEAN Menerapkan QR Code Payment System

Arsjad Rasjid
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid saat dipotret Liputan6.com di Jakarta, Kamis (4/5/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lantas, bagaimana transaksi UKM di level ASEAN yang bisa memudahkan para pengusaha?

Teman-teman UMKM bisa menjual dan bisa ekspor dengan transaksi yang menggunakan rupiah atau local currency. Kita bisa melakukan hal tersebut dan biaya transaksinya bisa lebih murah. Pak Jokowi kan pernah bilang, ya udahlah ngapain pakai Visa atau MasterCard, gitu kan kata Pak Jokowi. Maksud Beliau kan adalah bahwa ini bagaimana bisa mengurangi biaya transaksi tersebut, kalau toh tidak perlu kliring ke luar negeri, di antara negara-negara ASEAN saja sudah bagus.

Tapi yang masih mesti kita ajak juga teman-teman di UMKM itu adalah memperdalam pemahaman tentang bagaimana manfaat daripada teknologi digital. Jadi seperti apa ya? Bagaimana menggunakan data analytics, dapat menggunakan cloud computing, misalnya. Menggunakan bagaimana Artificial Intelligent.

Sudah itu tadi adopsi terhadap fintech, pembayaran digital ini yang juga harus terus dilakukan. Kalau kita lihat adopsi ini, angka-angka lagi nih ya, BI itu mencatat bahwa transaksi uang elektronik tumbuhnya sebesar lebih dari 40 persen, angka ya. Saya suka ngelihat angka-angka ini.

Nilai transaksinya sudah Rp 185 juta triliun. Terus nilai transaksi layanan perbankan digital, misalnya, itu meningkat 40 persen, ini dalam konteks transaksi digital ya. Itu sudah mencapai Rp 25 triliun lebih. Lalu kalau kita bisa bicara transaksi QR code yang saya katakan tadi melalui QRIS tadi, terus juga meningkat yang katanya ya antara nominal dan juga volume, itu adalah karena adopsi masyarakat itu naik masing-masing sampai lebih dari 300 persen.

Volumenya naik di atas hampir 200 persen per tahun. Ini kan angka-angka terus kita lihat realitasnya, kita juga lihat kan kalau ke e-commerce kita juga lihat kalau kemana-mana, makan, memesan makanan dan segala macam gitu ya.

Berbicara ekonomi tahun 2025 kalau dengan QR code itu kita lihat ya, bahwa penggunaan proyeksi ekonomi digital pada tahun 2025 itu akan mencapai lebih dari kurang lebih dari 140-150 miliar dolar Amerika. Hampir 200 kadang-kadang prediksinya, pokoknya ada di angka itu. Itu kan proyeksi besar ya, sangat besar.

Jadi dengan demikian saya melihatnya bahwa we are there, tapi harus namanya continuous improvement, belajar terus, dorong terus, ajarin terus, malahan lebih lagi, lebih kita mendorong lebih banyak enterpreneur ataupun pengusaha pemula supaya terus masuk tambah banyak.

Karena jumlah UMKM itu masih kecil dibandingkan dengan negara-negara berkembang, masih berapa persen 2-3 persen, padahal negara berkembang itu 15 persen. Jadi kita perlu juga lebih tambah banyak lagi nih yang namanya, ya kalau saya bilang pengusaha itu pejuang, pejuang itu pengusaha. Nah tugasnya kita mendorong lebih banyak lagi pengusaha, ya kan?

Dari roadshow yang Bapak lakukan ke beberapa negara ASEAN, bagaimana respons mereka terhadap QR code?

Sudah 7 negara yang saya datangi, mulai dari Singapura, Malaysia, Filipina, Kamboja, Brunei dan baru kemarin dari Myanmar. Semuanya bayangin, Myanmar saja yang kita lihat dan kita pikir sedang banyak masalah, ternyata mereka sekarang sudah lagi proses transformasi digital. Terus mereka sudah akan mengeluarkan standar QR code di negaranya.

Jadi kalau kita lihat sekarang sudah mulai jalan, Indonesia-Thailand, Singapura-Thailand. Saya melihat sih QR code ini everybody excited dan semua sangat bangga karena di balik ini local currency lho, enggak perlu buka rekening-rekening lain lagi. Sangat antusias.

Kadin punya tenggat waktu enggak, Pak terkait jadwal pasti agar QR code ini digunakan semua negara ASEAN?

Kalau bisa kemarin. Kalau kita bicara QR code, misalnya, kan ada 10 negara. Tadi kan kesiapan dari setiap negara beda-beda. Jadi kalau kita bisa mulai dengan empat, dengan lima, dengan enam, jalan dulu, nanti satu-satu ikutan.

Jadi kalau bisa saya udah bilang, goals-nya bulan September ini, itu kan ada namanya ASEAN Business Investment Summit di Jakarta, tanggal 3, tanggal 4, trus tanggal 5 itu ada namanya ASEAN Outlook on Indo-Pacific Infrastructure Summit. Nah, saya berharap pada minggu pertama September itu transaksi sudah pakai QR code.

 

Penyusunan Peta Jalan Indonesia Emas 2045

Arsjad Rasjid
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid saat sesi foto bersama Liputan6.com di Jakarta, Kamis (4/5/2023). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tahun ini Kadin tengah menyusun Peta Jalan Indonesia Emas 2045 sebagaimana diminta Presiden Jokowi. Sudah sejauh mana penyusunannya dan apakah ini bisa jadi solusi agar Indonesia bisa keluar dari middle income trap?

Waktu pada Rapimnas Kadin kita punya kehormatan Pak Presiden hadir dan pada waktu itu Beliau menjelaskan visi besarnya. Dia katakan yuk kita menuju 2045 pada 100 Tahun Indonesia Merdeka, masa enggak bisa kita nomor 4 ekonomi besar dunia. Setelah kita lihat-lihat, wah possible nih, ini secara konteks bisnis dilihat dari ekonomi.

Jadi suatu mimpi besar, tapi bisa jadi realitas, tinggal pertanyaannya tadi kan, bagaimana nih? Kan gitu? Pada waktu itu juga Presiden mengatakan bahwa kita tuh kaya, kaya dengan pasar, posisi kekayaan geografis, sumber daya alam kita besar, gitu kan. Lalu kita punya ya tadi sudah populasi kita berapa? Semua demografi muda di angka 200 jutaan.

Jadi kalau kita lihat semua ini lebih lagi bagaimana suksesnya kita di G20, dan itu yang paling susah. Kenapa? Kepercayaan, trust kita dapat. Jadi kalo kita ada ingredients sumber daya manusia, sumber daya alam, kepercayaan atau trust yang ada dan inovasi yang tinggi di tempat kita, masa kita enggak bisa?

Nah, pembuatan road map menuju Indonesia Emas ini mudahnya kayak gini, oke kalau kita mau ke sana cara jalannya gimana sih? Industri apa sih yang kita mau bangun? Atau sektor apa kita bangun menuju ke 2045, ya kan? Terus pertanyaan lagi, kalau sudah itu teknologi apa yang dibutuhkan ya?

Nanti tahun sekian kita perlu skill ini, karena teknologi ini, itu untuk mapping daripada vokasinya kan? Ini kan semua penting dalam konteks membuat namanya roadmap tersebut gitu kan. Nah, tapi kita ingin melakukannya bukan ini Kadin saja, Kadin hanya sebagai katalisator ya. Ini harus milik bersama, milik bangsa.

Jadi approach-nya harus lebih inklusif dan kolaboratif, itu artinya apa? Bahasa gaulnya gotong royong itu kan? Dalam konteks itu kita sudah mengundang dan mengajak lebih dari 200 asosiasi dalam setiap sektor yang ada dalam Kadin. Lebih dari 20 NGO, lebih dari 1.000 perusahaan untuk surveinya misalnya, kita juga ajak serikat buruh, kita ajak bicara juga, ya kan?

Nah hal-hal ini untuk apa sih? Mengidentifikasi isu-isu strategis yang perlu kita atasi dengan harapan tidak ada lagi kemiskinan pada tahun 2045.

Bagaimana dengan potensi SDM?

Nah itu kita melakukan akselerasi dari kapabilitas sumber daya manusia. Karena kuncinya tadi, kita bilang kita punya yang namanya demographic dividend, kenapa? Karena 200 dari total 280 juta populasi yang kita ada, di atas 5 persen muda-muda. Ini kan bonus katanya, tapi ini bisa jadi bencana kalau kita tidak pastikan bahwa tadi, yang current workers ataupun yang bekerja sekarang harus melakukan reskilling dan upskilling, dan juga untuk yang baru mau masuk ke dalam dunia kerja harus disiapkan juga.

Makanya vokasi menjadi penting, jadi kapabilitas penting supaya apa, yang namanya revolusi industri ini tidak menjadi revolusi sosial kalau tidak kita siapkan dengan baik yang namanya sumber daya manusia ini. Lalu bagaimana juga kita harus memperbaiki namanya cost transportasi ataupun logistik, karena juga kunci connectivity, karena efisensi itu bisa terjadi bilamana biaya logistik kita rendah, efisien.

Lalu jelas harus juga dibantu dan didukung dengan regulasi-regulasi. Makanya Undang-Undang Cipta Kerja sebagai contoh. Itu kan revolusioner ya, karena apa? Itu kan kayak omnibus law, bagaimana bermacam-macam itu disatukan, diperes supaya menjadi lebih cepat, lebih efektif, efisien.

Nah, regulasi-regulasi ini harus kita lihat juga untuk bisa tadi mendorong hal tersebut terjadi. Karena kunci-kuncinya adalah kita harus memastikan tadi yang Anda katakan kita harus bisa keluar daripada namanya middle income trap yang kurang lebih kalau kita lihat ini pada tahun 2030-2035 itu critical point kita.

Jadi Pemilu 2024 penting ya untuk menentukan langkah selanjutnya menuju Indonesia Emas?

Jadi memang 2024 ini penting sekali, yang namanya pemilu ini penting. Kenapa? Karena ini adalah proses transisi kepemimpinan, yang pertama. Tapi yang kedua, in the next 10 tahun ke depan kita akan menghadapi tadi, tantangan untuk keluar dari middle income trap.

Jadi kalau Pak Jokowi bilang jangan kayak di negara Amerika Latin dong ya kan? Itu negara berkembang, dari dulu 10-20 tahun negara berkembang, berkembang terus kagak maju-maju. Nah janganlah begitu kita.

Tapi saya yakin mimpi kita menuju Indonesia Emas itu kita harus punya optimisme ke sana, tapi balik lagi stabilitas politik, stabilitas keamanan, kunci untuk adanya growth ke depan dan memastikan Indonesia pada 100 tahun menjadi negara nomor 4 ekonomi terbesar di dunia.

Saat ini Bapak juga sebagai Ketua ASEAN Business Advisory Council atau BAC. Apa visi dan misi Bapak di ASEAN untuk lebih berdaya secara ekonomi?

Pertama, kita mau bawa seperti dikatakan Pak Jokowi, Indonesia Incorporated, swasta dan perusahaan. Ada perusahaan dan juga pemerintah bersatu, public private partnership dan ini kita bawa ke level ASEAN, saya bilang ASEAN juga harus mengatakan namanya ASEAN Incorporated gitu.

Nah untuk hal tersebut kalau kita lihat negara ASEAN, just imagine, total populasinya di angka 700 juta dan demografinya sama kaya Indonesia, jadi very powerful secara populasi. Dan kalau kita lihat apa yang ada di dalam ASEAN sendiri, kita membawa 5 isu yang kita pikir menjadi isu penting.

Pertama adalah digital transformation, sustainable development, kita bicara mengenai health resilience atau kesehatan, kita bicara food security, dan yang terakhir, last but not least, kita namakan trade and investment facilitation.

Kuncinya apa itu? Bagaimana perusahaan ASEAN bisa investasi di ASEAN, lebih fokus ke sini dan dengan demikian meningkatkan investasi untuk lapangan pekerjaan dan akhirnya meningkatkan perdagangan.

Nah, selain itu dalam konteks ini kita lihat sekarang di ASEAN pemerintah sudah mencanangkan bahwa tema KTT ASEAN itu adalah ASEAN Matters: The Epicentrum of Growth, gitu kan. Nah, kita secara bisnis mengatakan oke kita ambil dari apa yang sudah menjadi motonya ASEAN, Epicentrum of Growth atau tema ASEAN tahun ini, kita percaya bahwa ASEAN itu, negara Asia Tenggara ataupun Asia itu menjadi the growth of ekonomi di dunia.

Dari sisi itu sekarang saya bilang ASEAN itu the next China, masa cuma Cina saja, ASEAN juga bisa, apalagi kalau kita satu itu sudah half of China lho kita dengan 700 juta populasi dan dengan jumlah 3 triliun US dolar pada saat ini ekonomi kita.

Di sisi ini sebagai visi misi seperti saya katakan adalah bagaimana mengembangkan jaringan-jaringan perdagangan inter-ASEAN, mengedepankan kebijakan perdagangan yang adil dan juga non-diskriminatif. Lalu juga kita meningkatkan kerja sama untuk memperkuat konektivitas antarnegara di negara ASEAN.

Connectivity itu penting sekali, jadi kita bicara supply chain, kita bicara tadi finansial untuk konektivitas, untuk pembayaran dengan action QR code misalnya, meningkatkan juga keterlibatan dan kemampuan daripada UMKM. Karena UMKM juga fondasi bukan hanya di Indonesia, tapi di ASEAN.

 

Ingin Fokus di Kadin, Bukan untuk 2024

kadin
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid bersama host Liputan6.com, Teddy Tri Setio Berty. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Soal Next China tadi, Bapak sudah sampaikan peluang-peluangnya, tapi di sisi lain apa saja tantangan-tantangan yang ditemui?

Pertama kita bicara dulu tentang lokasi ASEAN yang sangat strategis ya, sangat-sangat strategis, berada di antara negara-negara besar seperti Cina, seperti India, sehingga bisa menjadi pusat perdagangan dan logistik, itu satu.

Terus kalau kita lihat angka foreign direct investment ke ASEAN, itu juga besar sekali. Malahan kalau kita lihat ASEAN itu dari semua negara berkembang, kalau kita gabungkan FDI ke ASEAN itu yang terbesar. Nah sekarang ini kita mencatat, ASEAN mengalami peningkatan untuk secara FDI-nya 40 persen ya ataupun 174 miliar US dolar untuk kenaikannya saja ya.

Lalu kalau kita lihat lagi, ASEAN ini menjadi tujuan utama bisnis untuk yang namanya mencari diversifikasi dari China. Karena semua orang tersadar adanya perang perdagangan antara Amerika dan Tiongkok. Ini kita ASEAN adalah the first alternative country untuk mereka ingin melakukan diversifikasi.

Lalu kita juga mempunyai yang namanya RCEP, Regional Comprehensive Economic Partnership, perjanjian antara negara-negara di ASEAN supaya memberikan akses pasar yang lebih besar lagi. Terus kita bicara juga ASEAN ini terkait hubungannya dengan Uni Eropa, misalnya.

Jadi, saya jelas sekali mengatakan bahwa, kalau orang biasa belanjanya ke Cina, kenapa enggak sekarang ke Asia? Sama seperti saya katakan dengan Australia waktu saya pergi ke Australia. Saya lihat perdagangan Australia dengan Indonesia itu kurang lebih 1 miliar dolar. Ternyata Australia dengan Cina itu di 100 miliar dolar.

Saya bilang kita dekat, tetanggaan gitu, kok kita enggak bisa dagang lebih banyak sih? Banyak hal yang bisa kita jual dari sini. Dagang untuk kepentingan daripada Australia itu bisa sebagai contoh. Jadi saya lihat itu besar sekali, tapi tantangan yang besar memang mungkin paling utama sumber daya manusia, yang tadi saya katakan.

Jangan sampai kita menghadapi revolusi sosial. Padahal yang kita inginkan revolusi industri yang 4.0. Karena adopsi kepada digitalisasi ini bagus, terkait efisensi, produktivitas lebih baik dan semuanya.

Tantangan lainnya?

Nah, tantangan yang utama, antara lain isu Laut Cina Selatan, konflik yang terjadi di Myanmar pada saat ini, terus bagaimana persaingan di antara kita, negara-negara ASEAN sendiri, itu tantangan. Tapi sudahlah, kompetisi itu bagus, tapi kita juga mesti create yang namanya complementary values di antara kita.

Sebagai contoh, kan sekarang pemerintah sudah mulai bicara mengenai strategi electric vehicle, kendaraan listrik. Kenapa enggak ASEAN ini menjadi ekosistem untuk kendaraan listrik? Nah itu menjadi peluang juga karena kita punya mineral dan di ASEAN ini yang punya ingredients untuk electric vehicle yang bisa menjadi supplier kepada dunia.

Bapak juga pernah mengatakan bahwa untuk membangun Komunitas Ekonomi ASEAN wajarnya dimulai dengan people to people maupun business to business approach. Apakah pendekatan G to G atau government to government sejauh ini tidak efektif untuk mewujudkannya?

Bukan tidak efektif, cuma apa yang kita lakukan adalah untuk memperkuat dan mempercepat. G to G pasti dong, pemerintah ini kan punya pandangan politik dan lebih kaku lah dalam konteks itu. Pemerintah harus hadir, harus ada di situ dan kita memperkuat.

Memperkuat ini dengan apa? Supaya akselerasi lebih cepat kita lakukan people to people, business to business, jadi contoh kadang-kadang misalnya gini, biasanya itu dulu perjanjian, trade atau perdagangan antarnegara dinegosiasikan oleh dua pemerintahan, ditandatangani barulah diimplementasikan.

Implementasinya siapa? Ya kita, private sector, yang melakukan ataupun dunia usaha ataupun bisnis yang menghasilkan. Nah, ini kalau sekarang kita nggak mau buang waktu, ambil pemerintah melakukan pembahasan, kita ikutan jadi itu antara business sama business sudah mulai mikirin, oh setelah ini jadi tanda tangan kita lari nih, kita bisa gunakan perjanjian perdagangan ini, gitu kan?

Apakah isu politik, misalkan kepemimpinan junta militer di Myanmar itu juga jadi hambatan?

Kemarin saya baru pulang dari Myanmar, kasihan teman-teman di sana. Ya masalah junta, semua itu masalah politik. Dan itulah hebatnya ASEAN, kita kan menghargai setiap negara, bagaimanapun kondisinya kita enggak boleh stop berinteraksi dengan people to people, business to business.

Kita harus terus memastikan perdagangan jalan terus, kenapa? Kasihan loh, kalau tidak ada perdagangan, tidak ada usaha bisnis, apa yang terjadi? Tidak ada pertumbuhan ekonomi di sana. Kalau enggak ada ekonomi growth, kesejahteraan enggak ada. Kasihan dong teman-teman, saudara saudara kita di Myanmar.

Jadi saya merasa itu bukan menjadi obstacle, malahan mungkin bisa membantu mencari suatu solusi untuk supaya adanya perdamaian di ASEAN ini.

Nama Bapak kan masuk dalam bursa cawapres versi relawan Jokowi, tanggapan Bapak seperti apa? Apakah ada potensi bakal maju di Pilpres 2024?

Pertama mungkin mesti bersyukur kali ya, bersyukur alhamdulillah bahwa ada teman-teman ya ataupun dari survei yang ada mengatakan bahwa tadi saya sebagai apa, sebagai calon gitu ya. Saya berterima kasih.

Tapi pada saat ini saya itu mikirnya fokus saja, saya ini sekarang Ketua Umum Kadin, saya ini kebetulan diberi tanggung jawab untuk menjadi Chairman daripada ASEAN Business Advisory Council.

Saya ingin fokus, sekarang ini fokus utama saya adalah bagaimana memastikan pengembangan naik kelasnya UMKM, memastikan fondasi ekonomi kita kuat, memastikan bagaimana hubungan pasar, perdagangan dan investasi di negara ASEAN di antara kita untuk kepentingan Indonesia itu berjalan.

Jadi apa namanya, ya fokus saja dulu deh, ya kan. Tadi yang saya ingin hanya memastikan kalau ngomong 2024, yuk sama-sama kita pastikan kita mempunyai stabilitas politik, kita punya kepastian bahwa stabilitas keamanan ada. Janganlah kita diadu domba, kadang-kadang tanpa kita sadari kita ini diadu domba lho di antara kita.

Buat saya, siapa pun yang jadi presiden atau wakil presiden, itu pasti apa yang diinginkan oleh rakyat. Nah, dengan demikian pastinya buat saya adalah tadi balik lagi 2024 kita kerja, kita fokus untuk menjalankan, itu saja sih.***

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya