Bank Dunia Akui Risiko Gagal Bayar Utang AS Ancam Ekonomi Global

Malpass menyerukan pentingnya untuk menaikkan batas utang AS dan mencegah dampak dari potensi default pada perekomonian global.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Mei 2023, 21:42 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2023, 21:40 WIB
Presiden Bank Dunia David Malpass berencana untuk mengundurkan diri setahun sebelum masa jabatannya berakhir. Foto: AP/Patrick Semansky
Presiden Bank Dunia David Malpass berencana untuk mengundurkan diri setahun sebelum masa jabatannya berakhir. Foto: AP/Patrick Semansky

Liputan6.com, Jakarta Risiko default pada utang Amerika Serikat dikhawatirkan dapat menambah tantangan pada ekonomi global yang sudah melambat, ditambah kenaikan suku bunga dan tingkat utang yang tinggi telah menghambat investasi.

Hal itu disampaikan oleh Presiden Bank Dunia David Malpass dalam pertemuan pejabat negara anggota G7 di Jepang.

Mengutip US News, Senin (15/5/2023) Malpass dalam pertemuan G7 menyerukan pentingnya untuk menaikkan batas utang AS dan mencegah dampak negatif dari potensi gagal bayar utang.

"Jelas, tekanan di negara ekonomi terbesar dunia itu akan berdampak negatif bagi semua orang," ujarnya.

"Dampaknya akan buruk jika tidak menyelesaikannya," sebut Malpass.

Namun Malpass yakin, kebuntuan mengenai peningkatan batas utang AS sebesar USD 31,4 triliun akan diselesaikan. "Ada energi yang jelas dari AS untuk menyelesaikannya dan itu dinyatakan," katanya.

Congressional Budget Office sebelumnya telah memperingatkan "risiko signifikan" dari gagal bayar utang AS dalam dua pekan pertama bulan Juni tanpa kenaikan plafon utang, dan mengatakan operasi pembayaran Departemen Keuangan AS masih tidak pasti sepanjang bulan Mei 2023.

Malpass mengungkapkan, sudah ada diskusi selama pertemuan G7 tentang perlunya meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan, serta juga menangani utang yang tinggi yang dihadapi semakin banyak negara.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi global diproyeksi menurun di bawah 2 persen pada 2023, dan bisa tetap rendah selama beberapa tahun.

Salah satu tantangan besar adalah bahwa negara-negara maju telah mengambil begitu banyak utang sehingga membutuhkan banyak modal untuk membayarnya, menyisakan terlalu sedikit investasi untuk negara-negara berkembang, menurut Malpass.

"Dan itu berarti periode pertumbuhan lambat yang berkepanjangan. Itu merupakan kekhawatiran besar, dan terutama bagi masyarakat di negara-negara miskin," pungkasnya.

"Dunia berada dalam titik stres, tapi menurut saya sistem keuangan bertahan. Pertanyaan besarnya adalah pertumbuhan, bagaimana Anda mendapatkan lebih banyak pertumbuhan dan produktivitas," imbuh David Malpass.

Restrukturisasi Utang

Logo Bank Dunia.
Logo Bank Dunia.

Dalam kesempatan itu, Malpass juga mendesak restrukturisasi utang negara-negara yang telah meminta bantuan, dan menyambut "beberapa kemajuan" di Ghana, negara keempat yang meminta bantuan di bawah Kerangka Kerja Bersama negara G20. 

Selain itu, dia juga menyambut baik kemajuan yang dibuat selama dua pertemuan pertama dari Global Sovereign Debt Roundtable baru yang mencakup China, kreditur negara terbesar di dunia, dan kreditor sektor swasta.

Janet Yellen Beri

Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sesi House Financial Services Committee. (AP)
Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sesi House Financial Services Committee. (AP)

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen kembali mendesak Kongres untuk menaikkan plafon utang, memperingatkan bahwa default atau gagal bayar berisiko menimbulkan malapetaka pada ekonomi dan sektor keuangan, memicu penurunan ekonomi global.

"Kegagalan akan mengancam keuntungan yang telah kami kerjakan dengan sangat keras selama beberapa tahun terakhir dalam pemulihan pandemi kami. Dan itu akan memicu penurunan global yang akan membuat kita mundur lebih jauh," kata Yellen, dikutip dari CNN Business, Jumat (12/5/2023).

"(Default) juga akan berisiko merusak kepemimpinan AS pada ekonomi global dan menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan kami untuk mempertahankan kepentingan keamanan nasional," ujarnya di Niigata, Jepang, di mana Yellen menghadiri pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G7.

Yellen mengatakan, kenaikan plafon utang atau menangguhkan batas utang bukan merupakan langkah pertama yang diambil Kongres, yang telah dilakukan hampir 80 kali sejak 1960 - dan mendesaknya untuk bertindak cepat melakukannya sekali lagi.

Pernyataan Yellen datang beberapa jam setelah mantan Presiden AS Donald Trump, menyarankan Partai Republik untuk menolak menaikkan batas utang jika Gedung Putih tidak menyetujui pemotongan belanja negara.

"Jika mereka tidak memberi Anda pemotongan besar-besaran, Anda kemungkinan akan default, dan saya tidak percaya mereka akan melakukan default karena saya pikir Demokrat akan benar-benar menyerah," sebut Trump.

Ketika kongres belum mencapai kesepakatan plafon utang, Yellen memperkirakan bahwa AS dapat kehabisan uang tunai dan pembayaran utang harus dilakukan paling cepat awal Juni mendatang.

Seorang sumber juga melaporkan, Yellen juga secara pribadi menelepon sejumlah CEO perusahaan AS untuk membahas konsekuensi dari ambang batas utang.

IMF : AS Default Bisa Timbulkan Dampak Serius pada Ekonomi Global

Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan default utang Amerika Serikat yang dipicu oleh kegagalan untuk menaikkan plafon utang, dapat menimbulkan dampak yang sangat serius bagi ekonomi AS serta global.

IMF juga menyoroti kemungkinan biaya pinjaman yang lebih tinggi jika AS gagal menaikkan plafon utangnya.

Mengutip US News, Jumat (12/5/2023) juru bicara IMF Julie Kozack juga mengatakan bahwa otoritas AS perlu tetap waspada terhadap kerentanan baru di sektor perbankan, termasuk di bank regional, yang dapat muncul dalam penyesuaian suku bunga yang jauh lebih tinggi.

Dia menambahkan IMF belum bisa mengukur dampak default AS terhadap pertumbuhan ekonomi global.

Pada April 2023, IMF memperkirakan pertumbuhan PDB global 2023 hanya akan menembus 2,8 persen, juga mencatat bahwa gejolak pasar keuangan yang lebih dalam, ditandai dengan penurunan harga aset dan pemotongan tajam dalam pinjaman bank, dapat membanting pertumbuhan output kembali ke 1,0 persen.

Ozack melanjutkan, suku bunga yang tinggi bisa menjadi salah satu akibat dari default AS dan beberapa ketidakstabilan yang lebih luas dalam ekonomi global.

"Kami ingin menghindari dampak yang parah itu," kata Kozack.

"Dan untuk alasan itu, kami sekali lagi menyerukan kepada semua pihak untuk bersatu, mencapai konsensus dan menyelesaikan masalah ini secepat mungkin," ujarnya.

Terkait krisis di sektor perbankan AS, Kozack mengatakan IMF menyambut baik tindakan tegas oleh regulator dan pembuat kebijakan untuk mengatasi kegagalan tiga pemberi pinjaman regional utama dalam beberapa pekan terakhir.

Ditambahkannya, IMF akan segera melakukan tinjauan tahunan "Pasal IV" terhadap kebijakan ekonomi AS, dan penilaian itu, yang akan dikeluarkan menjelang akhir bulan Mei, akan menganalisis dampak tekanan pada bank regional, termasuk pengetatan persyaratan kredit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya